Setelah menjauh dari kamar perawatan Anastasia, Evelyn memutar langkahnya keluar dari rumah sakit. Sebenarnya mengurus administrasi Mommynya hanya sebuah alasan.
Di parkiran Paman Gerry sudah menunggu di dalam mobil."Paman." sapa Evelyn yang sudah masuk ke dalam mobil.
"Bagaimana kabar Nona...?"
"Aku baik-baik saja Paman..."
"Saya senang mendengarnya. Baiklah kalau begitu mari kita berangkat." Gerry menghidupkan mesin dan melajukan mobilnya.
"Nona Eve.." Gerry akhirnya membuka suara.
"Ya paman?"
"Maaf jika saya lancang Nona, saya hanya ingin bertanya, bagaimana keseharian Anda di rumah Tuan Aaron, apakah dia memperlakukan Anda dengan baik?" tanya Gerry hati-hati.
Bukan tanpa alasan Gerry bertanya seperti itu, melihat Evelyn yang semakin kurus dan wajahnya yang juga pucat sangat berbeda dari sebelum dia menikah dengan Aaron.
Tentunya Gerry akan khawatir jika sampai Evelyn diperlakukan tidak baik di sana. Gadis ini sudah dianggapnya seperti keponakannya sendiri dan Gerry tidak ingin Evelyn sampai kenapa-napa.
"Aku baik-baik saja Paman, suamiku memperlakukanku dengan baik, paman tidak usah khawatir." sepertinya Evelyn sudah tau akan ditanyai hal itu, maka dia sudah mempersiapkan jawaban sebelumnya.
"Oh ya paman, aku ingin menanyakan sesuatu." tanya Evelyn setelah sesaat kesenyapan menyapa.
"Ya Nona?"
"Mm.. apakah Daddy mempunyai musuh atau... orang yang tidak menyukai Daddy?"
Gerry mengerutkan keningnya, "Kenapa Nona bertanya seperti itu?"
"Ti..tidak, aku hanya menebak, siapa tau orang yang menjebak Daddy adalah salah satu dari mereka."
Gerry mengangguk, "Selama dua puluh tahun mengabdi kepada Tuan Alexander, saya belum pernah mendengar Tuan memiliki musuh, karena Nona tau sendiri bagaimana sifat Tuan Alex.
Ya walaupun begitu, pasti ada saja yang tidak menyukai Tuan, dan itu sudah biasa dalam dunia bisnis." jelas Gerry.
Evelyn menarik nafas, "Aku hanya berpikir, apakah Daddy punya masalah di masa lalu dengan orang yang menjebak Daddy..." lirihnya.
"Maksud Nona?"
"Ah tidak, tidak ada Paman."
Sebenarnya Evelyn masih ragu untuk menceritakan semuanya. Dia masih memikirkan bagaimana Aaron menuduh sang Daddy sebagai pembunuh orang tuanya. Dia sungguh tidak percaya akan hal itu.
"Daddy-nya adalah pria yang baik, pasti ada kesalahpahaman di sini. Aku harus mencari tau apa yang sebenarnya terjadi." gumam Evelyn dalam hati.
"Nona kita sudah sampai." ujar Gerry membuyarkan lamunan Evelyn.
"Oh kita sudah sampai...?"
Gerry keluar lalu memutari mobil, membukakan pintu untuk Evelyn."Silahkan Nona."
"Paman, kau tidak usah memperlakukanku seperti ini?" ucapnya karena membukakan pintu mobil untuknya.
"Tidak apa-apa Nona, itu sudah menjadi tugas saya."
"Paman..." sudahlah sampai berapa kali pun Gerry tidak akan menyerah.
Manik hitam legam Evelyn kini beralih ke bangunan di depannya. Di sinilah tempat Daddy berada sekarang."Daddy aku datang..." lirihnya seraya mengusap air matanya yang menggenang.
"Mari Nona..." Gerry mempersilahkan sambil melangkah diikuti oleh Evelyn.
Keduanya memasuki gedung itu lalu pergi mendaftar ke petugas administrasi. Setelah itu mereka berdua diantar ke sebuah ruangan kunjungan.Mereka duduk di sebuah kursi dengan satu meja di depannya.
"Daddy..." pekik Evelyn ketika orang yang sangat dirindukannya keluar dengan dikawal oleh beberapa petugas.Tanpa mau menunggu lama, Evelyn berlari menerobos petugas yang mengelilingi Daddy-nya.
Tubuh mungil Evelyn menghambur ke pelukan sang Daddy. "Daddy.." hanya itulah kata yang dapat keluar dari rongga mulutnya. Lainnya hanyalah isakan kerinduan yang sudah ditahannya beberapa bulan ini.
"Elin.." tiada hentinya pria itu menghujani kepala putri semata wayangnya dengan kecupan kasih sayang.Alexander juga tak kuasa menahan air matanya agar tidak jatuh di kursi yang tadi didudukinya.
"Bagaimana kabar Daddy...?"
"Seperti yang kau lihat Nak, Daddy baik-baik saja..." Alex berusaha menahan air matanya agar tidak mengalir lagi.
Evelyn tau jika Alex berbohong, siapa yang tidak tau, tinggal dipenjara itu sangat tidak menyenangkan. Di sana pasti dingin dan sempit.
Lihat saja, tubuh pria itu semakin kurus, dan kantong kelopak matanya semakin menghitam. Melihat itu membuat hati Evelyn semakin teriris. Andai dia bisa menggantikan sang Daddy, dia pasti akan melakukan itu, semua demi orang tuanya.
"Kau semakin kurus Nak.." menyentuh wajah putrinya yang semakin tirus."Apakah suamimu memperlakunmu dengan baik?"
Semua orang menanyakan perihal suaminya, tetapi jawabannya tetap sama. Evelyn tidak mau menambah beban orangtuanya lagi jika harus memberitahukan yang sebenarnya.
"Suamiku baik Dad, dia sangat menyayangiku...Aku kurus begini karena memang beberapa hari ini aku sedikit makan." tutur Evelyn meyakinkan.
"Kenapa kau tidak makan Nak, itu tidak bagus untuk kesehatanmu." Pertanyaan itu mengingatkan Evelyn jika setiap harinya dia hanya memakan beras busuk dan sebutir telur. Tiba-tiba saja air matanya kembali membanjiri wajah pucatnya.
Evelyn menghambur ke dalam pelukan Alex lagi, seolah mencari kekuatan di sana. "Daddy tau, kau pasti tidak selera makan karena memikirkan Daddy dan Mommy bukan?" ujar Alex sambil mengelus surai panjang putrinya.
Evelyn menggeleng dalam pelukan Alex."No Dad, ini bukan karena Daddy ataupun Mommy, jangan pernah berpikiran seperti itu." melepaskan pelukannya.
"Sudah jangan menangis lagi, putri Daddy tidak boleh menangis.." tangan Alex yang sedikit mengeriput mengusap wajah Evelyn.
Setelah Evelyn cukup tenang, Alex beralih kepada Gerry yang sedari tadi menyaksikan kedua ayah dan anak itu. Tak urung dirinya pun merasakan kesedihan yang mendalam akan apa yang menimpa keluarga Tuannya itu.
"Gerry.. aku sungguh tidak tau bagaimana cara berterima kasih kepadamu. Kau sudah melakukan banyak hal untuk keluarga kami." menatap sekretaris kepercayaannya itu dengan tatapan penuh arti.
Alex sangat bersyukur memiliki Gerry di sisinya yang tetap setia di kala dirinya tertimpa masalah.
"Tidak perlu sungkan Tuan, saya melakukan ini semata-mata karena saya sudah menganggap Tuan seperti orang tua saya sendiri. Ini sudah menjadi prinsip saya, saya bersumpah akan tetap setia kepada Tuan sampai akhir hidup saya." ucap pria itu penuh kesungguhan.
"Terima kasih Gerry, aku tidak tau lagi akan bagaimana jadinya keluarga kami kalau tidak ada kau yang selalu membantu kami." Tatapan pria itu berubah menjadi sendu, dia sungguh tidak menyangka musibah ini akan menimpa keluarganya.
Pertemuan ketiganya berakhir ketika seorang petugas menghampiri mereka dan membawa Alexander kembali ke sel tahanan. Dengan berat hati Evelyn harus kembali berpisah dari sang Daddy. Evelyn tidak tau, kapan dia bisa mengunjungi Daddy-nya lagi, semuanya terasa berat bagi Evelyn.
"Paman, aku ingin ke toilet sebentar." ujar Evelyn ketika mereka sudah sampai di parkiran. "Silahkan Nona, saya tunggu di mobil."
Setelah menganggukkan kepalanya, Evelyn pergi ke toilet di dekat parkiran itu. Setelah selesai dengan urusannya dan merapikan penampilannya yang berantakan, Evelyn keluar dari toilet itu.
Betapa terkejutnya Evelyn ketika keluar, seseorang berdiri di hadapannya, menatapnya dengan tatapan membunuh.
"Tu..tuan.."