Setelah Evelyn menghabiskan sarapannya, Evelyn segera melakukan pekerjaannya seperti biasa. Dimulai dari membersihkan setiap sudut rumah beserta perabotannya dan berlanjut ke pekarangan mansion.
Tak terasa waktu sudah hampir siang, Evelyn masih sibuk menyirami tanaman dan bunga-bunga di taman depan mansion.
Disela kesibukannya, Evelyn tersenyum nanar menatap kosong hamparan bunga di depannya. Betapa mirisnya kehidupan yang dilaluinya sekarang, sangat berbeda jauh dari kehidupannya dulu. Hidup tenang dan damai bersama kedua orangtuanya tanpa kekurangan sesuatu apapun.
Tapi sekarang, semuanya berubah drastis, Daddy-nya mendekam di penjara dan Mommynya tengah berjuang untuk sembuh di rumah sakit sana.
Sedangkan dirinya sendiri harus terjebak dalam pernikahan yang tak diinginkannya demi menyelamatkan perusahaan keluarganya dari ambang kehancuran.
Dan yang paling Evelyn tidak habis pikir adalah tuduhan yang ditujukan oleh Aaron kepada Daddy-nya bahwasanya Alexander membunuh orang tua Aaron. Evelyn tidak percaya akan hal itu. Alexander adalah sosok pria bijaksana yang baik hati, sangat tidak mungkin bagi Alex untuk melakukan hal sekeji itu.
Evelyn yakin pasti ada kesalahpahaman di sini. Maka dari itu dia harus membicarakan hal ini dengan Gerry, agar Pamannya itu dapat menyelidiki kebenarannya.
Ya Evelyn harus berbicara dengan Gerry, agar semua fakta terkuak. Dengan begitu Daddy-nya bisa segera bebas dari penjara dan dirinya sendiri juga bisa lepas dari Aaron.
Setelah semua tanaman mendapat siraman air, Evelyn memasuki mansion menuju dapur. Hari sudah siang, saatnya untuk dirinya mengisi perutnya yang sudah berbunyi sedari tadi. Untung tadi pagi Evelyn memasak nasi lebih banyak dan sekarang tinggal memasak telur sebagai lauknya.
Evelyn kini duduk di meja yang ada di dapur dengan sepiring nasi yang sudah agak menguning dan telur setengah matang di atasnya. Evelyn mulai menyendok nasi ke mulutnya, air matanya hampir menetes ketika nasi itu sudah mendarat di lidahnya.
Sungguh nasi ini bukan makanan yang layak untuk dimakan. Tapi dia masih bersyukur, meski makanan ini tidak memiliki nutrisi sama sekali, setidaknya masih bisa mengisi perut kosongnya. Air mata yang ditahannya sedari tadi akhirnya lolos begitu saja membasahi pipinya.
Beberapa saat kemudian ketika Evelyn masih menikmati makanannya, sayup-sayup terdengar suara derap langkah seseorang yang perlahan terdengar semakin mendekat ke arah dapur. Buru-buru Evelyn mengusap air matanya lalu menoleh ke pintu masuk dapur, menunggu pemilik derap langkah kaki itu masuk.
Evelyn kira Kane yang datang memasuki dapur, ternyata bukan, seseorang yang tidak dikenalnya berdiri di ambang pintu dapur. Evelyn menghentikan suapannya ketika melihat seorang wanita paruh baya menatapnya dengan pandangan tak terbaca.
Evelyn meletakkan sendok seraya keningnya juga ikut berkerut, mengingat-ingat wajah wanita ini, karena seingatnya dia tidak pernah melihat wanita paruh baya itu di rumah ini sebelumnya.
Wanita itu perlahan mendekati Evelyn, "Evelyn?" sapa wanita itu dengan senyum manisnya.
Evelyn hanya tersenyum kikuk membalas sapaan wanita itu. "Gadis manis." lirih wanita itu pelan, tapi masih dapat didengar oleh Evelyn.
"Maaf?" Evelyn bingung.
"Tidak usah bingung, kenalkan namaku Chlarent, aku ibu Aaron." jelas wanita yang mengaku ibu Aaron seakan mengerti kebingungan Evelyn.
Evelyn tertegun sejenak mendengar pengakuan Chlarent, Ibu Aaron? gumamnya. Evelyn langsung menundukkan kepalanya setelah mengetahui siapa wanita di depannya ini.
"Nyonya." lirih Evelyn ragu, percayalah gadis itu sedang ketakutan sekarang.
"Hei kenapa memanggilku nyonya?" ucap Chlarent dengan menaikkan suaranya, dan tentu saja membuat Evelyn semakin takut.
"Ma maaf." lirih Evelyn, sungguh Evelyn berpikir bahwa Chlarent sama kejamnya seperti suaminya Aaron.
Melihat Evelyn ketakutan seperti ini, membuat Chlarent semakin merasa bersalah kepada Evelyn, ternyata kekejaman putranya telah membuat gadis di depannya ini begitu tertekan.
Itu semua dapat Chlarent lihat dari raut wajah Evelyn yang menyimpan banyak kesedihan dan kecemasan di sana saat pertama kali bertemu gadis ini.
Kedatangan Chlarent yang tiba-tiba ini bukan tanpa alasan, sebelumnya Chlarent sudah tahu tentang pernikahan
putranya Aaron dan Evelyn yang berlandaskan pembalasan dendam. Sudah berkali-kali Chlarent melarang Aaron untuk tak menjadikan Evelyn sebagai alat pembalasan dendam atas kesalahan ayahnya. Evelyn tidak bersalah dalam hal ini, dan tidak seharusnya gadis itu menderita seperti ini. Tapi tak sedikitpun Aaron mendengar nasehat Chlarent, pria itu bersikeras menjadikan Evelyn sebagai pelampiasan dendamnya.
Akhirnya Chlarent menyerah untuk menasehati Aaron dan membiarkan putra angkatnya itu menikahi Evelyn.
Tapi sepertinya Chlarent tidak bisa tinggal diam lagi, karena beberapa hari yang lalu Kane menghubunginya dan memberitahukan bagaimana kejamnya Aaron terhadap Evelyn.
Mulai dari Evelyn yang dipaksa bekerja dengan perut kosong sampai berakhirnya Evelyn di gudang penyekapan. Awalnya Chlarent tidak percaya, bagaimana mungkin putranya tega melakukan hal sekejam itu kepada seorang wanita. Tapi mengingat yang mengatakannya adalah Kane, tidak mungkin kepala pelayan itu berbohong kepadanya. Oleh sebab itulah Chlarent datang ke mansion Aaron untuk memastikan.
Ternyata Kane tidak berbohong, melihat raut wajah sendu Evelyn sudah cukup untuk membuktikan betapa tertekannya gadis itu di mansion ini. Ditambah dengan makanan tak bergizi yang baru saja Evelyn tertangkap oleh maniknya, membuat rasa bersalah Chlarent semakin besar.
Chlarent tidak tahan untuk tidak memeluk gadis lemah di depannya ini, diraihnya tubuh mungil Evelyn ke dalam pelukannya, berharap pelukan ini dapat mengurai rasa bersalah di hatinya.
"Maaf...maafkan putraku, kumohon maafkan Aaron..." ucap Chlarent berkali-kali semakin erat merengkuh Evelyn.
Tubuh Evelyn membeku akan pelukan Chlarent yang tiba-tiba, kebingungan, ketenangan serta kehangatan didapatnya dari pelukan ini, ingin sekali rasanya gadis itu berlama-lama di sana.
"Maafkan Aaron." ucap wanita itu lagi dengan isakan tertahan.
Dapat Evelyn rasakan pundaknya basah, nampaknya wanita ini menangis terlihat dari tubuhnya yang juga bergetar. Akhirnya Evelyn mengerti maksud dari permohonan maaf wanita ini.
Awalnya Evelyn sudah berpikiran buruk terhadap Chlarent, gadis itu mengira Chlarent sama kejamnya seperti Aaron, mengingat Chlarent merupakan ibu Aaron tidak menjauhkan kemungkinan bahwa memiliki sifat yang sama pula. Ternyata pemikiran Evelyn salah, wanita ini berbeda jauh dari Aaron.
Hati Evelyn tergerak untuk membalas pelukan Chlarent, tangannya perlahan bergerak mengusap bahu Chlarent seolah menenangkan wanita itu.
"Aku tidak apa-apa nyonya." lirih Evelyn.
Dengan lembut Chlarent melepas pelukannya, sedetik kemudian menggelengkan kepalanya.
"Ibu, panggil aku ibu." ucap Chlarent sambil mengelus bahu Evelyn.
"Ibu?" lirih Evelyn.
Chlarent mengangguk,"Ya panggil aku ibu." ucap Chlarent.