"Ibu?" lirih Evelyn.
Chlarent mengangguk, "Ya panggil aku Ibu." ucap Chlarent lembut. Evelyn terpaku sejenak, sedetik kemudian senyumnya mengembang,
"Ibu." lirihnya lagi.
"Kemari." ucap Chlarent lalu membuka tangannya lebar ingin memeluk Evelyn. Dengan senang hati Evelyn memeluk wanita paruh baya itu.
Kedua wanita beda generasi itu saling berpelukan, saling meluapkan perasaan mereka. Evelyn dengan perasaan senang sekaligus terharu, sedangkan Chlarent juga dengan perasaan senangnya tetapi disertai rasa bersalah yang mendalam.
Setelah melepas pelukan yang berlangsung cukup lama itu, keduanya kini duduk bersebelahan di meja tempat Evelyn makan tadi. "Ibu ingin minum?" tanya Evelyn untuk mencairkan kecanggungan, Evelyn memang canggung dengan orang yang baru ditemuinya.
Chlarent mengangguk, "Buatkan aku teh." ucapnya tanpa merasa canggung sedikitpun.
"Sebentar." ujar Evelyn lalu beranjak dari duduknya menuju pantri di dapur itu. Dengan senang hati Evelyn mulai menyeduh teh untuk Chlarent, ibu mertuanya.
Chlarent menipiskan bibirnya melihat Evelyn yang begitu telaten menyeduh teh untuknya. Wajahnya tiba-tiba mendung ketika kelopak matanya kembali melihat makanan di atas meja,
"Sungguh gadis yang malang." batin wanita paruh baya itu. Chlarent berjanji dalam hati akan menolong Evelyn dari kekejaman putranya.
Sejak pertama kali melihat Evelyn, Chlarent yakin bahwa Evelyn adalah gadis yang baik. Dan sangat tidak pantas gadis seperti Evelyn menjadi pelampiasan balas dendam Aaron, walau sebesar apa pun kesalahan orang tua Evelyn di masa lalu.
Hati Chlarent semakin mencelos melihat tubuh Evelyn yang sangat kurus, terlihat dari tulang pipinya yang semakin nampak jelas, "Apa aku telah melakukan kesalahan dalam mendidik Aaron?" batinnya.
"Kenapa Aaron tega melakukan ini kepada gadis lemah ini.?" ucap Chlarent dalam hati.
Chlarent tau bahwa Aaron adalah sosok yang kejam terhadap orang-orang yang berniat jahat atau berani mengkhianatinya, tapi Chlarent tidak menyangka Aaron juga akan sama kejamnya kepada seorang wanita.
Apalagi gadis lemah seperti Evelyn, gadis seperti Evelyn harusnya dilindungi. Tapi Aaron, pria itu dengan teganya melampiaskan dendamnya akan kehilangan orang-orang yang disayanginya terhadap Evelyn.
"Silakan Bu." ucap Evelyn sambil menyodorkan cangkir berisi teh di atas meja.
"Eh terima kasih." ucap Chlarent sedikit terkejut, karena lamunannya sampai tidak menyadari Evelyn sudah ada di depannya. "Teh buatanmu enak sekali." puji Chlarent setelah menyesap teh buatan Evelyn.
"Ibu bisa saja." ujar Evelyn dengan senyum tak lekang dari bibirnya.
Beberapa saat keheningan melingkupi kedua wanita itu, hingga akhirnya Chlarent membuka pembicaraan.
"Evelyn.." panggil Chlarent pelan.
"Ya Ibu?"
Chlarent meraih tangan kurus Evelyn, menggenggamnya dengan erat, "Atas nama Aaron ibu minta maaf padamu."
suara Chlarent tercekat akibat menahan isakan tangisnya, "Sungguh ibu tidak menyangka Aaron sanggup berbuat kejam padamu.Ibu salah..Ibu tidak bisa..."
"Kenapa Ibu minta maaf, ibu tidak salah sama sekali." potong Evelyn cepat.
Evelyn memang tidak terima Aaron memperlakukannya dengan buruk, tapi Chlarent juga tidak bersalah dalam hal ini.
"Tidak Nak, ibu yang salah di sini, seharusnya ibu bisa melunakkan hati Aaron sejak dulu untuk membuang jauh-jauh niat balas dendamnya atas kematian orang tuanya." ucap Chlarent dengan berlinang air mata.
"Tapi sekarang karena kesalahan Ibu, dirimu mengalami penderitaan ini." akhirnya tangis Chlarent pecah saat itu juga.
Sungguh Chlarent tidak sanggup melihat penderitaan Evelyn, Chlarent sudah tau semua musibah yang menimpa Evelyn. Mulai dari Daddy-nya yang mendekam di penjara akibat jebakan yang di buat oleh Aaron putranya sendiri, sampai kebangkrutan perusahaan keluarganya yang menyebabkan Evelyn terjebak pernikahan dengan Aaron.
Evelyn juga tak kuasa menahan air matanya, baru kali ini ada orang yang mengerti beban hidupnya selain Kane.
"Ibu mohon tolong bersabarlah sebentar lagi, Ibu janji akan mengeluarkanmu dari jerat putra Ibu. Ya Nak?" ujar Chlarent penuh keyakinan.
Evelyn mengangguk ragu menjawab Chlarent, Evelyn tidak yakin Chlarent dapat membantunya, mengingat betapa kejamnya Aaron. Tapi Evelyn bersyukur, setidaknya semakin bertambah orang yang menjadi penyemangat hidupnya.
"Apa? Ibu datang ke mansion?!!" Aaron setengah berteriak kepada anak buahnya melalui telepon. Aaron langsung mematikan sambungan telepon begitu anak buahnya melapor bahwa Chlarent, ibu angkatnya datang ke mansionnya.
"Mau apa Ibu datang ke mansionku." batin Aaron sambil berjalan keluar dari ruangan kantornya. Raut wajah pria itu terlihat tidak senang mengetahui hal itu, karena Aaron tau bahwa sejak dulu Ibunya tidak setuju menjadikan Evelyn sebagai pelampiasan balas dendamnya.
Aaron segera menaiki mobilnya yang dikemudikan oleh sopirnya, melaju menuju mansionnya, tidak butuh waktu lama Aaron sudah sampai di mansionnya. Pria itu masih melihat mobil Chlarent parkir di halaman mansion, berarti wanita itu belum pulang.
Terlebih dahulu Aaron bertanya kepada Kane, keberadaan Chlarent dan langsung pergi ke dapur begitu Kane menjawabnya.
Di ambang pintu dapur yang yang setengah terbuka, sayup-sayup Aaron mendengar tawa wanita dari dalam sana. Aaron mengenali suara itu, suara Chlarent, ibu angkatnya dan suara Evelyn, istrinya.
Tapi tunggu, Evelyn tertawa? tanya hati Aaron, Aaron tidak pernah mendengar ataupun melihat gadis itu tertawa. Selama ini hanya senyum palsu yang selalu ditunjukkan Evelyn untuk menutupi kesedihannya, yang mana membuat Aaron semakin benci karena gadis itu selalu berpura-pura kuat.
Aaron menggeser tubuhnya agar dapat melihat ke dalam dapur, ternyata benar Evelyn sedang tertawa disana. Ini pertama kalinya Aaron melihat gadis itu tertawa, bukan tawa palsu atau dipaksakan, gadis itu benar-benar tertawa tanpa ada beban sedikitpun. Hati Aaron tiba-tiba menghangat melihat Evelyn begitu ceria saat ini, tapi cepat-cepat ditepisnya perasaan itu.
Aaron berdehem pelan untuk mengalihkan perhatian kedua wanita itu. Tawa mereka berhenti seketika, melihat Aaron di ambang pintu menatap mereka dengan tajam. Evelyn menundukkan kepalanya ketika Aaron memandangnya dengan tatapan mematikannya, seakan ingin menelannya hidup-hidup.
"Sedang apa Ibu di sini?" tanya Aaron dengan tajam, terlihat jelas ketidaksukaan Aaron akan kedatangan ibu angkatnya.
"Memangnya kenapa jika Ibu datang kemari, Ibu ingin melihat putra ibu yang sudah tidak mengingat pulang ke rumah." jawab Chlarent lemah dengan menatap sendu putranya yang sedang berdiri membelakainya.
"Ibu tolong jangan berkelit, aku tau maksud kedatangan Ibu kemari, Ibu bukan melihatku...ayolah Bu aku tau Ibu mengerti." Aaron meraup wajahnya kasar seraya mendesahkan nafasnya resah.
"Kenapa kau begitu tega?" tanya Chlarent tegas, akhirnya pertanyaan itu lolos dari bibir yang sudah hampir mengeriput itu. Chlarent berdiri dari duduknya di sofa, menatap punggung putranya.
Mereka kini sedang berada di kamar Aaron. Aaron tadi langsung mengajak Chlarent berbicara di kamarnya, meninggalkan Evelyn di dapur sana.
Aaron membalikkan tubuhnya menghadap Chlarent, "Kumohon Bu...tolong jangan ikut campur dalam hal ini." Aaron berusaha berkata selembut mungkin. Aaron tidak ingin membuat ibu angkatnya ini sakit hati jika dia salah bicara.
"Aaron... bagaimana mungkin Ibu tidak ikut campur, bagaimana mungkin Ibu hanya diam saja melihatmu menyiksa anak orang lain." ucap Chlarent penuh kesedihan, sungguh dia tidak ingin Aaron menjadi sosok tidak berperasaan.
"Dia anak seorang pembunuh Bu, anak dari orang yang membunuh Ayah dan Zen." air mata Aaron terlihat menggenang di sudut matanya ketika kata ayah terucap dari bibir tipisnya.
Chlarent menggelengkan kepalanya tidak percaya, benarkan ini Aaron? Anak yang dia didik sebaik mungkin, ternyata keras kepala.
"Itu bukan salahnya Aaron, sudah cukup kau membuat Ayahnya dipenjara, kenapa kau juga menjerat gadis tidak bersalah itu. Lihat Aaron, begitu banyak beban yang ditanggung gadis itu akibat perbuatanmu. Ibunya sedang sekarat di rumah sakit Aaron, tidakkah kau pernah berpikir betapa menderitanya gadis itu?" Ucap Chlarent dengan suara bergetar, menahan tangis seraya mengguncang lengan Aaron utuk menyadarkan putranya.
Seketika Aaron terhenyak mendengar hal itu, tapi beberapa saat kemudian Aaron tersadar, dia tidak boleh kasihan pada Evelyn sedikitpun. Aaron sudah berjanji pada dirinya sendiri akan benar-benar menghancurkan orang yang telah membunuh orang tuanya sampai hancur tak bersisa.
Walaupun itu adalah Evelyn, Aaron tidak peduli, semua orang yang berhubungan dengan pembunuh itu harus ikut merasakan imbasnya. Sungguh hati Aaron sangat keras, sekeras baja.
TBC