Drama Ruangan

1093 Words
Ella seperti orang tidak bersemangat dalam melewati hidup. Apa memang orang yang sedang patah hati seperti ini? Atau mungkin hanya Ella saja? Sungguh sangat tidak dimengerti. Meskipun begitu, Ella tetap harus bekerja dan menyelesaikan beban kerja yang diberikan sang atasan. Langkah Ella tidak besar, ia menghela nafas panjang. Kenapa hidup harus seberat ini? Ella tidak seberuntung teman-temannya kalau soal cinta. Tapi mau bagaimana lagi, hidup akan terus berjalan. Ella melangkah menuju ruangannya. Disana sudah ada Zaki yang serius di depan layar komputer. "Tumben datang cepat," ujar Ella sambil melepaskan ransel. Yakinlah kalimat itu mengandung nada sindiran yang tajam. Zaki menatap Ella dengan malas. "Nggak usah cari masalah, masih pagi." Ella mengangkat sebelas alisnya. "Gue?" tunjuknya pada dirinya sendiri. "Cari masalah sama lo?"lanjutnya lagi. "Iyalah, siapa lagi?" Zaki sudah sangat geram dan ingin menghancurkan Ella menjadi butiran debu, tapi itu khayalan Zaki yang tidak ada bisa terwujud. "Aku ada ganggu dia ya Mbak?"tanya Ella pada karyawan yang juga satu ruangan dengan dirinya. Ella memanggilnya dengan sebutan "Mbak Erna". Dia adalah saksi bisu bagaimana Ella dan Zaki selalu bertengkar karena sesuatu yang sebenarnya tidak penting. "Masih pagi, jangan berantem." Mbak Erna tidak bisa berkata-kata lagi. "Dia yang mulai Mbak, saya kan diam-diam saja." Zaki tidak ingin disalahkan. Toh dia juga diam seperti orang yang belum tidur dan makan berhari-hari. Lihat saja kantong mata sudah menghitam. Apa sekarang tengah cosplay zombie? Atau mungkin Zaki mengikuti tren terkini. Entahlah, dia harus diselamatkan sekarang juga. "Terus aku yang salah ya, Mbak?" Ella sudah memasang wajah yang cukup menyedihkan. Mbak Erna tidak bisa membela Zaki jika begini situasinya. Ella sangat pandai memanipulasi keadaan. Dia hanya bisa pasrah dan menatap Zaki dengan wajah sedih. "Enggak Ella, bukan kamu yang salah." Zaki mendengus kesal. Apa-apaan ini? Kenapa bisa dirinya yang salah. Apa hukum di perusahaan ini juga memakai kalimat sakti perempuan yaitu laki-laki selalu salah. Jika benar, Zaki akan segera mempercepat pengunduran dirinya. "Tuh kan, Zaki aja yang sensi." Ella sudah memasang wajah mengejek. Tentu saja Zaki tidak suka tapi mau bagaimana lagi. "Dasar bocah," komennya. Ella naik pitam, ia langsung melempar pensil kepada Zaki. Siapa yang suka dipanggil bocah? Walaupun memang ada tapi akan berbeda dengan Ella. Dia tidak suka, sangat-sangat tidak menyukainya. Zaki melotot. Kebetulan pensil yang terlempar mengenai bagian kepala. Jika pada bagian badan tidak akan masalah, ini malah terkena bagian kepala. Tentu saja sakitnya lebih terasa. "Gue lagi nggak mood berantem ya La, tolong dewasa dikit." Zaki masih mencoba untuk menahan diri agar tidak meledak. "Siapa juga yang mau berantem, Lo aja kali yang baperan. Toh gue nggak ngapain-ngapain juga." Ella mencoba membela diri. Dia tidak mau terlihat kekanak-kanakan. Apalagi disini konteksnya memang Ella yang lebih dulu memancing pertikaian. Jadi dia tidak mau menjadi pemeran antagonis. Ella harus jadi pemeran protagonis. "Udah udah jangan ribut," ujar Mbak Erna menengahi. Ia bahkan menyuruh Ella untuk duduk kembali. Zaki keluar dari ruangan, ia butuh asupan kopi karena sejak semalam belum pulang sama sekali. Jika soal bau badan jangan dipertanyakan, tenang saja Zaki cukup tahu diri sehingga membersihkan diri di kamar mandi milik perusahaan. Dia juga membawa pakaian ganti untuk jaga-jaga. Zaki membeli 2 cup kopi. Setelah itu, ia kembali masuk ke dalam ruangan. Masih banyak pekerjaan yang menunggu. Zaki tidak minum keduanya, ia meletakkan satu cup kopi di meja Ella. Tentu saja Mbak Erna terbengong beberapa saat. Pemandangan seperti itu sudah sering terjadi. Lihat saja Ella mengambil cup kopi tersebut dan meneguknya dengan pelan. "Kalian berdua backstreet ya?" tanya Mbak Erna untuk yang kesekian kalinya. "Enggaklah!" jawab Ella dan Zaki secara bersamaan. "Iya kali aku sama dia Mbak. Lihat modelan kayak dia ada di rumah aja bisa-bisa membuat aku darah tinggi terus. Big no!" Ella mengatakan dengan penuh penekanan. Jika kalian kira Zaki akan diam saja maka itu perkiraan yang salah. "Jangan sampai saya sama dia Mbak, mana ada yang mau punya istri kayak dia. Bisa gila mendadak suaminya," ucap Zaki tidak mau kalah. Emang Ella seperti apa sampai tidak ada yang mau menjadikan dia seorang istri? Kewarasan Ella masih berfungsi dengan baik. Dia juga sangat mandiri dan cekatan. Soal komunikasi dia paling bisa mempengaruhi lawan bicara kecuali Zaki. Ella tidak terima dibilang sebagai seorang perempuan yang tidak layak dijadikan seorang istri. "Gue doain Lo jodoh sama orang yang lebih parah dari gue, biar tahu rasa!" teriak Ella penuh api amarah. "Doa itu yang baik-baik, kalau yang buruk-buruk malah balik sama Lo." Zaki sudah tertawa. Ella langsung menutup mulutnya. "Ya Allah ampuni dosa amba, hamba salah karena berdoa yang tidak baik." Ella mengucapkan di dalam hati. "Berantemnya nanti ya, sekarang kita ada kerjaan yang harus diselesaikan." Mbak Erna mengambil alih suasana di dalam ruangan. Jangan sampai pertengkaran ini terdengar oleh ruangan lain. Bisa-bisa mereka menjadi bahan gosip. Suasana mulai santai kembali. Zaki melanjutkan pekerjaan yang sempat tertunda begitupun dengan Ella. "Program kemaren udah selesai La?" tanya Mbak Erna. "Program yang mana Mbak?" Ella menatap Mbak Erna penuh kebingungan. Dia tidak mengerjakan program apapun selama 2 hari ini. Ella hanya fokus pada bug pada sistem yang tengah berjalan. Jadi program apa yang dimaksud oleh Mbak Erna? "Program yang Mbak titipin ke Zaki," ujar Mbak Erna menjelaskan. Zaki bangkit dari tempat duduk. Ia langsung menyerahkan hardisk kepada Mbak Erna. "Udah siap Mbak," ujarnya. "Oh makasih," jawab Mbak Erna. Zaki kembali tempat duduknya. Sedangkan Ella masih dilanda kebingungan. Jika sekarang ia bertanya kepada Mbak Erna, maka bukan waktu yang tepat. Ella menggeser kursi agar lebih dekat dengan Zaki. "Program yang mana sih Ki?" tanyanya. Zaki kaget, saking fokusnya ia sampai tidak sadar dengan kehadiran Ella. Zaki langsung mendorong kursi Ella agar kembali ke tempat semula. Tentu saja Ella tidak tinggal diam, ia kembali menggeser kursinya ke arah Zaki. "Program apaan?" tanya ulang. "Kerja aja kenapa sih?" Zaki sudah sangat kesal. Dia menyelesaikan pekerjaan ini secepat mungkin agar bisa pulang dan tidur dengan nyenyak. Zaki merindukan kasur miliknya. "Gue nanya Bambang, Lo tinggal jawab aja kenapa?" "Udah deh nggak usah berisik, program udah selesai juga." Zaki sudah tidak ingin diganggu. Ia bahkan mendorong kursi yang memiliki roda itu ke depan ruangan. Tentu saja Ella kesal, ia bahkan sampai melempar Zaki dengan pansus yang dia kenakan hari ini. “Sakit woi!” teriak Zaki sambil berbalik melihat Ella. “Salah sendiri! Masih baik yang gue lempar pakai pansus, kalau gue lempar pakai galon gimana?” Ella kembali masuk ke dalam ruangan bersama kursi kesayangannya. Zaki menghela nafas panjang. “Sabar Zaki, dia teman lo.” Batinnya seakan berteriak. “Dasar cewek aneh,” ujar Zaki. “Apa lo bilang?” Ternyata Ella masih bisa mendengarnya. Zaki mengangkat bahu pura-pura tidak dengar atau tidak mengerti.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD