"Kantin Nggak?" tanya Ella yang sibuk membereskan meja. Beberapa waktu yang lalu, meja itu sempat berantakan karena ulahnya sendiri.
"Hm...." Zaki tengah sibuk bermain rubik yang ada di tangannya. Layar komputer masih menyala dan dia tengah buntu karena tidak menemukan apa-apa sebagai jawaban yang pas terhadap keerroran program yang sedang terjadi.
"Lah ni anak, gue tanya juga jawabnya sok keren gitu." Anak dunia orang pasti mengerti bukan, kalau menjawab dengan "Hm" pesonanya bertambah berkali-kali lipat, tapi berbeda untuk Zaki. Jatuhnya agak gimana gitu, Ella tidak tega untuk menyebutnya. Tenang saja, meskipun dia sering bertengkar maupun berdebat tetapi pertemanan tetap tidak bisa dihilangkan dalam hubungan mereka sampai sekarang.
"Nggak usah mulai ya, gue lagi nggak mood bertengkar." Zaki tetap menatap layar komputer. Dia menerka-nerka apa yang salah dari deretan coding yang ada di depannya ini? Tolonglah siapapun bantu Zaki menemukan titik permasalahannya. Kenapa tidak tanya yang lain saja? Mungkin pertanyaan itu muncul dari sebagain orang, tapi kepada siapa Zaki harus bertanya. Kepada Ella gitu?
Zaki menatap Ella sekilas, dia geleng-geleng kepala karena tidak bisa mengharapkan sosok tersebut.
"Lo selalu bilang seakan-akan gue yang memulai, padahal niat gue baik buat nawarin sesuatu." Ella tidak suka kalau dipojokkan seakan-akan dia yang sering memulai sesuatu ke arah negatif. Toh, Ella hanya menawarkan saja.
"Mau kemana, Mbak? " tanya Ella saat melihat Mbak Erna yang sudah berada di ambang pintu.
"Mau ketemu ketua divisi. Ada beberapa yang mau Mbak laporkan."
Ella mengangguk, ia tidak lagi bertanya atau mengeluarkan pernyataan karena Mbak Erna terlihat tengah sibuk. Jam makan siang akan segera tiba, Ella tidak ingin makan sendiri di kantin. Ya walaupun seperti biasa, ia juga sering makan di kantin sendiri. Tapi sekarang ia tidak mau begitu.
"Ella!!!" teriak sosok yang berada di ambang pintu.
"Eh iya Mbak," balas Ella refleks. Mbak Erna ternyata kembali lagi karena menginginkan sesuatu.
"Kalau nanti ke kantin, Mbak nitip kopi ya."
Ella memberikan respon dengan tangan. Setelah itu, Mbak Erna menghilang sepenuhnya dari pandangan. Ella melirik ke arah Zaki, ternyata tidak ada perubahan yang terjadi. Jika seperti ini, Ella tidak akan bisa makan siang.
"Ya udah kalau nggak mau, gue istirahat dulu." Ella melenggang pergi. Tentu saja sebelum makan, ia lebih dulu menunaikan ibadah shalat wajib karena waktu Zuhur akan tiba sebentar lagi.
"Tumben sendiri," ujar seseorang yang tiba-tiba saja muncul di samping Ella.
"Lah biasanya juga sendiri." Ella melepas satu persatu jarum agar hijab terbuka.
"Biasanya sama Mbak Erna lo!" Orang itu seperti mengetahui jadwal-jadwal Ella. Dia adalah Tia, merupakan orang dibagikan staff keuangan perusahaan. Ella sering bertemu dengannya di mushola atau juga di kantin perusahaan. Orangnya ramah sehingga tidak sulit untuk menerima kehadiran dirinya.
"Mbak Erna lagi ada urusan mendadak," balas Ella menjelaskan kenapa kali ini ia sendiri ke mushola.
Suasana hening karena mereka mulai berwudhu. Tentu saja jika sedang berwudhu maka tidak diperbolehkan untuk berbicara. Setelah selesai, Ella berdiam diri di dalam mushola sambil menunggu waktu Zuhur masuk.
Di lain sisi, Zaki mengacak rambutnya frustasi. Kenapa program harus sesulit ini? Itu yang terus mengiang-ngiang dalam otak cantiknya. Sudah lama ia berada di depan layar, tapi tidak ada hasil yang muncul. Simbol warning terlihat jelas dari layar tersebut.
"Lah kok sepi?" ujar Zaki yang kembali ke alam nyata. Di dalam ruangan hanya tinggal dirinya sendiri. Ternyata saking fokusnya mencerna deretan coding, ia jadi tidak tahu jika orang-orang di dalam ruangan sudah sibuk kemana-mana. Zaki baru sadar setelah otaknya tidak memikirkan tentang coding lagi.
Zaki membereskan meja, ia menutup buku dan juga pensil yang berguna untuk mencatat logika-logika yang bisa saja muncul secara tiba-tiba. Setelah selesai, ia keluar dari ruangan. Meskipun perusahaan aman karena dipenuhi kamera CCTV, tapi Zaki tetap menutup pintu ruangan. Jika benda yang hilang tidak masalah, namun akan sangat berbahaya jika program-program yang hilang atau rusak. Bisa-bisa Zaki dan yang lain galau 1 tahun full. Mereka mengerjakan tidak sebentar, tapi sangat lama jadi wajar akaj sangat galau jika terjadi sesuatu pada deretan coding itu.
Zaki mulai masuk ke dalam mushola. Ia mengerjakan shalat Zuhur secara berjamaah. Setelah selesai, satu persatu orang keluar. Begitupun dengan Zaki, ia memasang sendal dah melenggang pergi.
"Zaki udah duluan tuh," ujar Tia kepada Ella.
Ella mengerutkan kening. Ia tengah sibuk memperbaiki hijab agar rapi dan tidak ada rambut yang keluar "Ya terus?" Balas Ella kebingungan.
"Biasanya kalian kemana-mana berdua atau bertiga gitu," jelas Tia.
"Kapan?" tanya Ella seakan lupa. Ya dia rasa tidak sering tapi pada kenyataannya memang terlihat sering. Mereka juga sering membahas program jika tengah makan di kantin.
"Yee sok lupa. Bertengkar ya kalian?" tebak Tia langsung.
Ella menggeleng. "Enggaklah, emang kita bocah apa?" Mana mungkin Ella akan mengakui jika dirinya dan Zaki sering berdebat atau bertengkar.
Tia menahan tawa. Meskipun berbeda divisi tapi dirinya cukup jeli dengan perkembangan yang terjadi di perusahaan termasuk urusan hubungan. Ella dan Zaki memang tidak memiliki hubungan kecuali hanya teman kuliah saja, tapi mereka seakan terlihat seperti orang-orang yang memiliki hubungan aneh. Pandangan orang memang susah untuk dirubah dan Ella memilih tidak memperpanjang masalah itu.
"Kantin nggak?" tanya Ella kepada Tia. Setidaknya ia tidak makan sendiri.
Tia memasang wajah sedih. "Hari ini enggak, gue sama yang lain mau makan di depan."
Di sudut depan perusahaan memang ada restoran bagus yang berdiri. Jadi jika selesai gajian, biasanya beberapa orang akan makan di sana. Hitung-hitung untuk memanjakan lidah. Apa makanan kantin tidak enak? Jelas saja enak, hanya saja beberapa orang butuh makanan dari tempat lain.
"Perasaan lagi tanggal tua, ada acara apa emangnya?"
Tia heboh sendiri. Ia menjelaskan jika ada seseorang staf di bagian yang sama dengannya tengah berulang tahun. Jadi ya begitulah, Ella sebenarnya tidak terlalu tertarik mendengar. Apa masih ada acara ulang tahun padahal mereka sudah tidak muda lagi. Entahlah, Ella terlalu banyak berpikir.
"Ya udah, gue duluan." Ella langsung pergi ke kantin. Lebih baik mengisi perut agar moodnya makin baik. Kantin di perusahaan memang terlihat gratis, tapi ternyata tidak begitu sepenuhnya karena setiap karyawan perusahaan akan di potong gaji jika makan di kantin. Tenang saja gaji di perusahaan ini tidak sedikit.
Ella menempelkan kartu id yang menyatakan identitas dirinya sebagai seorang karyawan perusahaan ini.