Curhat

2011 Words
Grup w******p "Ella Nikah" Jangan heran dengan nama grup chat tersebut, siapa lagi yang berani merubahnya kalau tidak Zaki. Dia selalu menyindir-nyindir Ella agar segera menikah padahal dia sendiri belum menikah sampai sekarang. Ella langsung mengetikkan pesan. Ella : Gue galau!!! Tidak butuh waktu lama, beberapa notif masuk secara serentak Zaki : Kapok wkwkwkwk Abel : Galau kenapa? Ridho : Malas gue, Ella galau mulu Diba : coba cerita sama kita Ella : Gue patah hati, rasanya sakit banget. (emot nangis 50 kali) Diba : Hendra kenapa? Abel : Tenang dulu, lu dimana sekarang? Ella : Dia ninggalin gue gitu aja, gue udah nunggu selama hampir 2 tahun dan endingnya gue di tinggal Ella : Gue di rumah Ella : sakit Ella : jahat banget dia Ella : Janji dia semuanya apa? Diba : Istigfar Ella, jangan mikir aneh-aneh. Mungkin dia lagi sibuk. Kata lo 3 minggu lalu dia sibuk sama tesisnya Abel : Benar tu, gue rasa Hendra kagak mungkin ninggalin gitu aja Zaki : Yang kalau ketemu yang baru di sana dan lebih baik kenapa harus bertahan sama yang jauh wkwkwk Ella terdiam membaca pesan dari Zaki, entah kenapa dia kembali menangis. Apalagi foto profil wad an sosial media Hendra adalah seorang perempuan. Abel : Zaki!!! Lo minta di timpuk ya Diba : Zaki!!! Keluar lo dari grup ini Ridho : Hahaha, Zaki : Patah hati aja mewek, hello itu salah dia sendiri kali Ella : Gue pengen ketemu Abel : Kapan? Diba : Kapan? Ella : Kapan kalian bisanya? Abel : Nanti malam bisa, soalnya anak gue rewel banget kalau kagak ada Ayahnya Diba : Kalau malam bisa aja, tapi gue bawa Mas Zaid Ella : Nggak apa-apa, malam aja Ridho : Ngumpul dimana? Zaki : Café gue aja kali Abel : Oke di sana aja. Siap Isya aja ya Diba : biar lu gue jemput La, bahaya sendiri-sendiri pergi Ella : Nggak enakan gue sama Bang Zaid Dib Diba : Santai aja, pokoknya gue yang jemput Ella : Oke Akhirnya obrolan mereka selesai juga. Pukul delapan malam, Abel sudah sampai di café milik Zaki yang sudah di berdiri sejak 3 tahun yang lalu. Café yang berada di tempat stategis mempunyai nilai plus sendiri, apalagi harga yang di tera ramah di kantong anak sekolah dan mahasiswa. "Assalamu'alaikum Pak, gimana kabarnya sehat?" sapa Zaki. Sampai hari ini, baik Zaki maupun Ridho masih memanggil suami Abel dengan sebutan "Bapak" atau "Pak". "Wa'alaikumsalam Ki, Alhamdulillah sehat. Kamu gimana?" tanya Edgar balik. "Sehat Pak, hati aja yang masih kosong," canda Zaki. "Nikah makanya," ujar Abel langsung. "Enak banget ngomong ya Bel, kalau udah ada calonnya apa yang mau di tunggu lagi? Calonnya masih misterius," curhat Zaki. Edgar hanya tersenyum. “Masih 26 tahun kan? Nggak apa-apa." “Iya kan Pak? Masih muda juga. Nikahnya umur 30 tahun aja.” Zaki berbicara dengan begitu bangga karena mendapat dukungan dari sosok yang berpengaruh dalam pertemanan mereka. “Memang dikasih nikah umur 30 tahun baru tahu rasa,” ucap Abel. “Doa jelak amat lu ya.” Zaki jadi kesal sendiri. Siapa yang tidak mau menikah apalagi sekarang usianya cukup matang dan sudah memiliki penghasilan sendiri. "Assalamu'alaikum," salam Ridho yang baru datang. Semua menjawab salam Ridho. "Tambah ganteng ih," ucap Ridho sangat terpesona. Tatapan matanya langsung tertuju pada anak Edgar dan juga Abel yang baru berusia 2 tahun. "Siapa dulu Bapak nya," jawab Abel bercanda. "Iya-iya, Pak Edgar emang paling ganteng dah." Ridho tidak bisa membantah hal tersebut. Edgar tertawa mendengar perkataan mantan anak didiknya. "Sini Yahya nya Mas," ujar Abel yang ingin mengambil sang anak yang berada di gendongan Edgar. Sejak tadi Yusuf begitu nyaman berada dalam gendongan sang suami. Edgar langsung menggeleng, dia tidak mau membuat sang istri kelelahan karena menggendong sang anak yang bobot tubuhnya semakin naik setiap harinya. Pipinya saja sudah gembul sekali. Tidak lama dari itu, rombongan Diba datang dan tentu saja ada Ella di sana. Ella menggunakan kacamata dan masker. Tentu saja Abel dan Diba hanya bisa menahan tawanya karena baru kali ini melihat penampilan Ella seperti ini. Ella langsung memeluk Abel meskipun tanpa berkata-kata. Sedangkan Diba mengelus pundak Ella secara perlahan supaya sang teman bisa sedikit tenang. Kalau berbicara soal hati, kita tidak bisa mengukur kadar sakitnya seperti apa karena hanya orang yang mengalami yang bisa merasakan hal tersebut. "Bawa duduk dulu," bisik Edgar pelan kepada sang istri. Abel mengangguk, dia langsung membawa Ella duduk di tempat yang sudah di sediakan oleh Zaki. Untuk memberikan waktu, Edgar dan Zaid memilih untuk duduk di tempat lain. Apalagi mereka takut anak-anak pada rewel nantinya. Beruntung sekali, Diba dan Abel mendapatkan suami yang begitu pengertian, apalagi Zaid yang memiliki anak kembar. "Rasyid, Rasyad sama Abi dulu ya?" ujar Diba kepada sang anak. Anak Diba juga tidak jauh berbeda dengan umurnya dari anak Abel. Hanya jarak beberapa bulan saja. "Udah nggak apa-apa, sama Mas anteng kok mereka apalagi ada Yuhya," balas Zaid sambil mengelus pucuk kepala sang istri. Zaid membawa kedua anaknya yang sudah bisa berjalan. "Udah tenang?" tanya Diba kepada Ella. Ella membuka kacamata dan maskernya, Zaki dan Ridho hanya bisa terdiam sejenak. Mereka belum pernah melihat sang teman sekacau ini. "Coba cerita gimana?" ujar Abel. Sebelum cerita, Zaki memberikan minuman kesukaan Ella terlebih dahulu agar lebih rilex untuk bercerita. Ella mulai bercerita tentang kronologi yang terjadi, dia menceritakan semuanya. Baik Abel, Diba, Zaki maupun Ridho mendengarkan dengan seksama. Ella bercerita sambil menangis. Awal mula bagaimana bisa Hendra tidak ada kabar sampai dua bulan lamanya. Jika satu minggu atau dua minggu maka dia tidak masalah tetapi sekarang konteksnya sudah 2 bulan. Bayangkan teman-teman dua bulan? Bukankah wajar Ella jadi kacau begini. "Dia jahat banget kan? Gue udah berusaha buat berpikir positif selama ini tetapi apa nyatanya? Kenapa bisa jadi gini? Gue padahal nggak pernah nuntut!" ujar Ella menggebu-gebu. "Gue udah bilang dari awal La, jangan pakai hati sebelum akad. Endingnya gini kan?" ujar Abel yang lama-lama terbawa suasana juga. Sejak awal dia sudah mewanti-wanti sang teman agar tidak terlalu menggunakan hati. Lihat sekarang, Ella merasa tersakiti begini. Diba menatap Abel sambil menggelang seakan-akan ingin menyatakan bahwa untuk sekarang jangan menyalahkan Ella lebih dulu. "Tetapi dia itu meyakinkan Bel, gimana gue nggak baper coba?" Zaki tertawa, "Meyakinkan? Omongan manis apa susahnya si? Mas bakal nikahin kamu nantinya, tunggu dulu ya dan lainnya. Apa susah bilang itu La?" Diba tidak mau memojokkan Ella karena sang teman sedang kacau sekarang. Kesalahan awal Ella adalah karena sudah membiarkan orang masuk ke dalam hatinya. Ella sudah sangat berharap dengan Hendra sehingga rasa sakit dari kekecawaan itu bukan main-main lagi. "Lo mau apa sekarang?" "Gue nggak tahu, setidaknya kalau emang dia mau selesai kasih tahu gue gitu bukan malah ninggalin gitu aja. Gue kenal sama dia baik-baik kan? Harusnya selesai baik-baik." "Emang lo punya hubungan apa sama dia?" tanya Ridho seakan-akan langsung menampar diri Ella. Ia juga tidak tahu hubungan apa sebenarnya yang dia alami sekarang. Apa yang harus di akhiri? "Lo nggak bisa jawab kan?" ujar Ridho lagi. "Udah-udah, dia lagi patah hati malah di omelin gini," ujar Diba menengahi. Abel mengelus perutnya, dia memang sedang hamil kembali. "Udah lah, laki-laki gitu kenapa juga ditangisi," keluh Zaki. "Lo ngomong enak ya Ki? Hati gue ini sakit banget! Gue udah berharap banget sama dia, tetapi apa?" balas Ella. "Tu tahu kan, berharap sama manusia cuma bikin sakit. Lo udah tahu kalau kita nggak boleh berharap sama manusia tetapi lo berharap juga dan endingnya sakit," balas Ridho. "Apa perlu gue hubungin Hendra?" tanya Zaki. Meskipun dia mengomel kepada sang teman, tetapi dia juga tidak rela temannya disakiti begini. "Terus lo mau apa? Nggak usah kekanak-kanakkan deh," balas Abel. Nanti Hendra malah berpikir bahwa Ella mengadu kepada teman-temannya. "Satu hal yang gue sesalin dari lu La, karena Hendra lo nolak Bang Azzam yang baik gitu," kata Abel kembali mengingat. Ella bertambah nangis kejar. “Gue lagi patah hati juga, kenapa pada ngomelin gue!” Ella makin menangis. Untung saja Zaki menutup cafenya hari ini, kalau tidak bisa-bisa pengunjung lain langsung pergi karena suara tangis Ella sangat-sangat menganggu sekali. “Maaf… maaf,” ucap Diba meminta maaf. “Coba lo hubungin dia lagi, kali aja memang 2 bulan belakangan ini sibuk,” lanjut Diba lagi. Ridho tidak setuju. “Kalau lo hubungi dia lagi, sama aja kayak lo ngemis-ngemis sama dia. Lo nggak pantas dapat perlakuan gini La.” “Kita nggak bisa ambil kesimpulan langsung, dulu Hendra juga nggak ada kabar selama satu bulan tetapi nyatanya dia memang lagi sibuk penelitian keperdalaman.” Diba masih ingat jelas bagaimana rusuhnya Ella selama sebulan karena Hendra juga tidak ada kabar. Abel bingung harus memberikan tanggapan seperti apa, ia juga merasa kasihan dengan sang teman yang tidak jelas arah hubungannya. Ya memang tidak ada hubungan menurut Abel. Ella saja yang mau-maunya menunggu Hendra dengan segala komunikasi yang dijalani. Itu saja sudah sangat salah. Abel memilih untuk membuka sosial media. Pupil mata melebar saat melihat story satu orang. Apalagi story itu baru saja diupload. “Dia aja bisa buat story gini,” ujar Abel memperlihatkan layar ponselnya. Abel bisa melihat story Hendra menggunakan akun sang suami, mereka memang sudah saling follow sejak lama. Ella buru-buru membuka ponsel dan langsung memasuki dunia **. Lucunya story itu tidak muncul diakunnya. Padahal mereka masing saling follow. “Di gue nggak ada,” ucap Ella yang makin runtuh. “Udah jelas ini, dia emang nggak mau lagi sama lo.” Zaki jadi kesal juga begini. Ada cowok modelan begini? Ya kalau sudah ingin selesai tinggal bilang, eh ini malah kabur dan menghilang. Apa dia tidak bisa memikirkan efeknya? Entahlah, Zaki hanya miris dengan kelakuan kaumnya sendiri. Ridho mengambil ponsel Abel, dia melihat dengan jelas story tersebut. Ternyata Hendra sedang berkumpul bersama teman-temannya. “Cowok gini yang mau lo perjuangin?” tanya Ridho dengan nada ketus. Ella menangis kembali. Diba dan Abel berusaha untuk menenangkan sang teman. Ada-ada saja yang terjadi pada kisah cinta Ella. Padahal kalau dipikir-pikir diantara Abel dan Diba, Ella lebih cantik. Edgar dan Zaid yang melihat itu dari kejauhan hanya bisa terdiam. Mereka tidak mau ikut campur. "Gimana perusahaan Lo Za?" tanya Edgar. 2 tahun yang lalu Zaid mendirikan start-up setelah memilih berhenti bekerja di perusahaan Singapura. Tinggal di Indonesia dan dekat dengan keluarga serta teman-teman lebih nyaman di banding tinggal di negara orang lain meskipun gaji yang Zaid terima cukup besar. "Alhamdulillah aman Bang, perusahaan Abang gimana?" tanya Zaid balik. "Alhamdulillah juga Za, nggak mau nambah anak Za?" Edgar tertawa sejenak. Zaid ikut tertawa juga, "Kalau dikasih ya Alhamdulillah, kalau enggak ya Alhamdulillah. Eh Abel lagi hamil kan ya?" Edgar tersenyum lebar, "Iya." "Jangan banyak makannya Nak," kata Zaid sambil membersihkan mulut kedua anaknya yang sudah belepotan ice cream. "Gimana jaga dua anak seumuran gini Za?" Kalau di pikir-pikir, Zaid lebih berpengalaman di banding Edgar. "Ya gitu Bang, rumah barantakan mulu. Satu nangis yang satu lagi ikut nangis juga," balas Zaid ketika mengingat tingkah sang anak. "Ada cemburu-cemburu gitu nggak?" "Alhamdulillah sejauh ini nggak ada si Bang, baik gue ataupun Diba selalu berusaha memperlakukan dengan sama." "Cuma ada juga berantemnya, kadang soal rebutan mainan yang sama. Padahal kami selalu beli 2 apapun itu," lanjut Zaid lagi. Obrolan Edgar dan Zaid tidak jauh dari anak-anak mereka. Entah kenapa membahas perusahaan sangat tidak mengasikkan. Anak-anak mereka lebih menarik dari apapun itu. Siapapun yang melihat Bapak-Bapak muda itu pasti terpesona. Meskipun sudah mempunyai anak, tetapi gaya mereka tidak ada yang berubah sama sekali. Mereka masih seperti anak-anak muda pada umumnya. Zaid yang paling menonjol dan menjadi idaman perempuan di luaran sana. Di usianya yang masih 28 tahu, dia sudah berhasil mendirikan perusahaan dengan karyawan berjumlah hampir dua puluh orang. Entah sampai jam meraka berkumpul karena anak Abel dan Diba juga sudah terlelap. Baiknya Zaki, dia bahkan menyiapkan satu ruangan yang nyaman untuk tempat istirahat anak teman-temannya itu. Edgar saja sampai kagum dengan perhatian yang Zaki berikan. Edgar dan Zaid tidak melarang istrinya berkumpul asalnya mereka ada menemani supaya tidak ada fitnah nantinya. Edgar dan Zaid bukan tidak percaya dengan istri mereka masing-masing. mereka sangat percaya sekali tetapi pandangan orang pasti bermacam-macam. Mereka sangat menjaga hal tersebut supaya tidak ada yang berpikir buruk tentang istri mereka.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD