2015, Rumah Dany.
Lima tahun telah berlalu. Persahabatan Dany dan Hana semakin erat. Hana bahkan menganggap rumah Dany sebagai rumahnya. Dia jarang pulang, dan sebagian barang-barangnya ada di rumah Dany.
Di dinding kamar Dany. Hana menempelkan foto mereka, foto-foto itu hampir memenuhi dinding kamar. Di lemari yang terpajang di sebelah tempat tidur, tas-tas Hana duduk indah disana. Tas buatan designer yang harganya selangit, dan beberapa buah sepatu yang tentu saja milik Hana. Boneka Hana memenuhi setiap sudut ruangan, berantakan dimana-mana, membuat ruangan yang berukuran 5 x 6 meter itu terlihat sesak.
Dany, baru saja keluar dari kamar mandi, dan hampir terjatuh karena tersandung salah satu boneka Hana yang tergeletak di lantai.
"Siãl, si gendut itu. Sudah berkali-kali ku katakan agar tak menyerakkan barang kemana-mana. Dia malah pura-pura tuli!" Dany mengambil boneka tersebut, lalu menaruhnya di atas meja rias, "Kasihan sekali. Ibumu tahunya hanya makan dan bersenang-senang, hingga tak mengurusimu dengan baik."
Dany melempar handuk, lalu bersiap memakai pakaian. Tiba-tiba pintu kamar terbuka, "Minggir! Tuan Putri mau tidur!" Hana masuk begitu saja ke kamar Dany, membuat Dany kaget setengah mati. Hana diam sejenak, matanya terfokus ke perut Dany yang memiliki abs hampir sempurna, "Waw, Gingsul. Perutmu makin bagus saja."
Dany segera memakai bajunya lalu, lalu berteriak frustasi,"Siãl, sudah kubilang jangan sembarangan masuk ke kamarku!"
"Ck, ck, ck. Sudah kubilang jangan terlalu sering mengomel. Berisik sekali."
"Kenapa kau selalu datang kemari? kau kan punya rumah lebih besar dan lebih megah. Lalu orang tuamu bagaimana? Kau selalu menghilang tapi mereka tak pernah mencarimu. Aku benar-benar tak habis pikir."
"Hmm, mana mungkin orang tuaku mencariku. Kau tahu sendiri mereka selalu saja bertengkar. Tak masalah, aku punya kau. Sahabatku tersayang."
"Rumahku bukan tempat penampungan. Kau selalu saja membuatku kesal. Pergi pulang ke rumahmu!"
"Masa bodoh. Kau dan emosimu itu ck ck ck. Makanya kau harus cari pacar dan berhenti mengomel. Apa gunanya perutmu yang bagus itu, pacar saja tidak punya."
"Aku tak masalah sendiri. Dari pada kau. Setiap saat ganti pacar. Kalau putus selalu menangis dan selalu menyusahkanku."
Hana menguap, lalu menyamankan dirinya di tempat tidur, "Hmm, sekarang kan aku sedang berhenti. Aku sudah sendiri selama dua minggu. Hebat bukan? hoam,"
"Gendut, dengarkan aku. Kau jangan gonta ganti pacar melulu. Jangan dekati laki-laki yang tidak benar. Kalau ingin punya pacar, cari yang baik, yang benar-benar menyayangimu. Seperti aku misalnya, kau dengar aku?"
Dany menatap Hana. Namun, Hana ternyata sudah tertidur, "Dasar. Selalu saja tidur ketika aku sedang bicara."
Dany menyelimuti Hana, perlahan tangannya mengelus wajah Hana lembut, "Setidaknya, orang seperti aku tak kan pernah meninggalkanmu. Dari awal jumpa hingga lima tahun ini, perasaanku tak pernah berubah," ucap Dany pelan sambil menghela nafas.
Setelah beberapa saat, Hana tiba-tiba menyentuh tangan Dany, "Gingsul ..."
Dany terdiam. Nafasnya tercekat dan sedikit gugup, "A-apa ..."
"Ambilkan bonekaku, dan matikan lampu. Siãl! silau sekali."
"Hah!" Dany segera beranjak, mengambilkan boneka yang dimaksud Hana. Boneka berbentuk tomat, yang selalu Hana bawa saat tidur. Dany memberikan boneka tersebut, Hana langsung memeluk boneka itu. Dany terdiam sejenak, masih menatap Hana lekat.
"Kenapa masih berdiri di sini? mau tidur di sampingku? keluar! jangan lupa matikan lampu."
Dany beranjak, setelah mematikan lampu, dia lalu keluar kamar dan berbaring di sofa ruang tamu.
"Sebenarnya siapa pemilik rumah ini? dia selalu mengusirku dari kamarku sendiri. Dasar penjajah, mengambil alih seenaknya," Dany kemudian menyentuh dadanya, "Hatiku juga dijajah selama bertahun-tahun, kapan ini akan berakhir?"
***
Pagi harinya, Hana sudah berada di meja makan, menunggu Dany yang sedang memasak sarapan untuknya. Begitu melihat Dany hampir selesai, Hana mengambil sendok dan garpu, lalu menggebrak meja dengan riang.
"Makan, makan, makan, cepatlah, aku sudah lapar !"
Dany datang menaruh makanan di meja, "Ini sarapanmu! makan pelan-pelan, kunyah yang benar. Jangan asal telan."
"Terimakasih gingsul, mmuach, mmuach," Hana memonyongkan bibirnya, lalu segera mengunyah makanannya dengan imut.
Dany tersenyum lembut melihat tingkah Hana, "Setelah ini, kau harus pulang. Aku harus bekerja hari ini, tak bisa menemanimu."
Hana menggeleng-gelengkan kepalanya, "Tidak, tidak, hari ini Tuan Putri mau kencan. Aku mendapat kenalan baru tadi malam."
"Gendut! baru saja tadi malam kau mengaku sendiri selama dua minggu. Sekarang sudah dapat kenalan?" Dany tampak kesal.
"Kami baru saja kenal sehari, dan hari ini aku akan menemuinya."
"Tidak bisa! aku tak mengizinkanmu. Awas jika kau tetap pergi. Aku akan sangat marah!"
"Waw, tenang teman, kali ini sahabatmu yang cantik jelita ini yakin. Bahwa hubungan kami akan bertahan lama."
"Kau pikir aku percaya? hubunganmu tak kan pernah bertahan lama. Sebelumnya juga begitu, kau bilang si A baik, kau bilang si B pengertian. Tapi apa? tak ada satupun yang bertahan. Pokoknya kau tak boleh pergi!"
Hana tersenyum, lalu menunjukkan foto seseorang dari gawainya, "Kau tenang dulu. Lihat, dia sepertinya anak baik-baik. Kali ini aku yakin kami akan cocok, dia juga tampan."
Brak! Emosi Dany meledak. Dia berdiri sambil menggebrak meja, "Kalau kubilang tidak, ya tidak!"
Hana terdiam, Dany menarik nafas dalam untuk meredamkan amarahnya, "Kenapa kau selalu bermain-main di luar sana? ada aku disini, aku mencintaimu! kau masih tak mengerti?"
Hening sejenak, beberapa detik kemudian Hana tiba-tiba terkekeh, "Pfft ... Dany Brown. Dasar gila, berhenti bicara omong kosong seperti itu. Cinta? hahaha lucu sekali."
"Sialàñ! pokoknya awas saja kalau kau tetap pergi! akan kuhajar laki-laki sampai babak belur!" Dany berlalu hendak keluar rumah. Namun, tiba-tiba dia tersandung boneka Hana, yang tergeletak sembarangan di lantai, " Satu lagi. Jangan taruh bonekamu disembarang tempat. Rumahku jadi berantakan, b******k!" dum! Dany keluar sambil membanting pintu.
"Gawat. Dia mengamuk. Baiklah, kali ini aku takkan pergi. Kesempatan yang lain kan masih banyak," Hana tersenyum sambil mengunyah makanannya.
Begitulah yang selalu terjadi diantara mereka. Mereka selalu meributkan masalah yang sama. Setiap Dany menyatakan perasaannya, Hana tak pernah menganggapnya serius. Walau begitu, Dany selalu menjaga Hana dengan baik. Cinta yang dia miliki dari awal mengenal Hana, tak pernah luntur. Bahkan dengan berbagai penolakan sekalipun.
To be continue