"Sayang, aku pulang!" Max memasuki ruang tamu. Seorang wanita berusia sekitar akhir lima puluhan duduk sambil membaca majalah di ruang tamu tersebut.
"Halo, bu." Ucap Max sambil tersenyum.
"Kau baru pulang? baguslah. Aku dan Lily akan pergi keluar," wanita yang merupakan ibu dari Max tersebut melipat majalahnya dan berdiri dari sofa.
"Memangnya mau kemana?"
"Tentu saja berjalan-jalan dengan cucuku."
"Wah, ibu sepertinya tidak pernah bosan, ya."
"Bagaimana aku bisa bosan dengan gadis kecil seimut Lily. Kalian juga disini untuk waktu yang terbatas, aku tak boleh menyia-nyiakan waktu."
"Baiklah, selamat bersenang-senang dengan cucu ibu tercinta,"
"Ayah, sudah pulang?" Lily yang baru saja keluar kamar, tampak sudah berdandan rapi. Dia berlari ke arah Max, dan diikuti Hana yang berjalan santai di belakangnya.
"Wah, anak ayah sudah bersiap akan pergi?" ucap Max sambil memeluk Lily.
"Dia menunggumu dari tadi. Agar segera bisa keluar dengan neneknya," ucap Hana sambil tersenyum.
"Hmm, Lily sudah menunggu lama, ya?" Max mencubit pipi Lily yang menggemaskan.
"Iya, ayah. Aku harus menunggu ayah pulang, agar ibu tak sendirian di rumah," ucap Lily dengan suara imutnya.
"Lihat, anakmu berlebihan sekali. Padahal tak ada masalah bagiku untuk sendirian di rumah," Hana melipat tangannya sambil menatap Lily dengan bangga.
"Itu karena ajaran terbaik dari neneknya. Lily menjadi anak yang peka dan penuh tanggung jawab. Iya kan, sayang?" ibu Max mengelus kepala cucunya tersebut dengan lembut.
"Hmm, baiklah. Aku sudah kembali. kalian bersenang-senanglah. Jangan pulang terlalu larut ya, bu." Max mengingatkan ibunya dengan cara lucu.
"Ibu juga tahu waktu, Max. Ya sudah. Lily, ayo kita pergi. Hana, ibu pergi dulu, ya,"
"Iya, hati-hati, bu. Lily, jangan nakal, dan tetap jadi anak baik," ucap Hana, sambil memperhatikan penampilan Lily sekali lagi.
"Lily mengerti, bu. Sampai jumpa," Lily melambaikan tangannya. Hana dan Max balas melambaikan tangan dan tersenyum bahagia.
Setelah beberapa menit, Hana kemudian menghidupkan televisi dan duduk di sofa. Diikuti Max di sampingnya. Max mendekat, lalu memeluk Hana dengan erat.
"Max, kau bahkan belum mengganti pakaianmu," ucap Hana sambil menepuk lembut tangan Max yang memeluknya.
"Sebentar lagi. Sekarang aku ingin memelukmu dulu,"
"Aku tebak, kau lupa membeli mi instanku?"
"Hahaha, kau tak lihat ini?" Max menunjukkan kantong belanja yang sejak tadi dia tenteng, "Aku tak akan lupa membelinya. Bagaimana aku bisa lupa, jika kau yang meminta?"
"Hahaha, kau lupa? aku pernah memintamu membelikan es krim. Tapi kau lupa. Aku memintamu membelikan salah satu merk sampo yang berwarna hijau, tapi kau belikan yang berwarna kuning."
"Haaa, benarkah? aku minta maaf kalau begitu. Tapi, kali ini aku tak lupa, kan?"
"Hmm, kita lihat apa yang kau beli."
Hana meraih kantong belanjaan dari tangan Max lalu memeriksa isinya, "Kau membeli mi cup? wah, tumben sekali kau memilih barang yang tepat," Hana memeriksa cup mi tersebut. Beberapa detik kemudian dia tampak terkejut sekaligus gembira, "Kau juga memilih rasa yang tepat! wah, bagaimana bisa?"
"Tentu saja bisa. Selain tampan, suamimu ini juga sangat pengertian dan hebat."
"Max, terimakasih," Hana tersenyum lembut lalu memeluk Max.
"Sama-sama. Kau senang?"
Hana melepaskan pelukannya lalu mengangguk, pertanda dia senang dan bahagia.
"Ah, sayang. Bukankah tadi pagi kau belanja di supermarket?" tanya Max kemudian.
"Iya, aku sudah memberitahu lewat telepon."
"Kau beli apa saja? apa kau banyak membeli bahan makanan?"
"Aku hanya membeli beberapa buah, pasta, dan beberapa keperluan lainnya. Memangnya kenapa?"
"Sepertinya kita harus belanja lagi. Besok pagi kita belanja bersama."
"Sepertinya kau merencanakan sesuatu. Ada apa sebenarnya?"
"Yah, aku memang merencanakan sesuatu. Dua orang akan makan malam si tempat kita besok."
"Dua orang? siapa? teman kantor?"
"Rahasia. Besok kau akan tahu."
"Kenapa pakai rahasia segala?"
"Pokoknya kita harus belanja, dan membuatkan makanan yang enak untuk mereka."
"Baiklah, tapi kau yang harus memasak,"
"Tak masalah. Kau tahu kan, aku memang hobi memasak."
"Memangnya tamu istimewa dari mana ini? apa aku kenal?"
"Pokoknya lihat saja malam besok. Sekarang aku lelah, ayo kita mandi."
"Aku sudah mandi, kau saja yang mandi sendiri,"
"Tak bisa. Aku ingin bersamamu," Max merengek manja. Membuat Hana memandang geli.
"Kau sudah gila, ya?" ucap Hana hampir tertawa.
"Pokoknya aku ingin mandi bersamamu, ayo sayang,"
"Tidak," Hana berdiri dan berlari untuk menggoda Max.
"Sayang! awas saja, akan kutangkap kau, ayo pergi bersama!"
"Tidak, hahaha,"
***
Keesokan harinya, Max sudah sibuk berbelanja sejak pagi. Untung saja akhir pekan dia libur bekerja. Hana menemaninya. Sesekali tertawa dan menggelengkan kepala melihat Max yang bersemangat.
Sore harinya Max sibuk memasak. Hana, Lily, dan ibunya hanya menonton. Tapi, pada akhirnya Hana ikut membantu. Tentu saja dia tidak mendekati kompor. Hana hanya memotong dan menyusun bahan yang ada.
"Wah, bukankah ini namanya pemborosan? kau membuat begitu banyak makanan hari ini," ucap Hana setelah menghitung berapa hidangan yang telah Max buat.
"Aku ingin menunjukkan keahlianku. Bagaimana, suamimu cukup mengagumkan, bukan?"
"Yah, lumayan juga. Tapi apa kue ini perlu? untuk apa kau membuat kue krim segala."
"Tentu saja untuk makanan penutup. Kuenya terlihat cantik, kan? sama sepertimu."
"Jadi sekarang aku disamakan dengan kue?"
"Hehehe, itu perumpamaan, sayang."
Max kembali pada aktivitasnya. Dia menumis paprika dan memasukkan bahan-bahan lain untuk membuat saus pasta. Hana sudah tahu apa yang selanjutnya dibuat oleh Max, dia kemudian berdiri dari duduknya, dan mengambil pasta kering yang masih berada dalam bungkusan.
"Sayang, kau mau apa?" tanya Max begitu melihat Hana di sampingnya.
"Kau ingin membuat pasta, bukan? aku akan merebus pastanya. Kau siapkan saja sausnya."
"Tidak, jangan mendekati kompor. Panas sekali, kau bisa terluka. Duduk saja, lakukan apapun pekerjaan yang tidak berat."
"Max, kau menyepelekanku? hanya merebus pasta bukan pekerjaan berat."
"Tidak, aku tak mau kau kepanasan disini,"
"Hei, kau tak merasa berapa derajat Celcius suhu ruangan kita. Lihatlah penyejuk udara raksasa itu," Hana menunjuk penyejuk udara sentral yang di atasnya.
Max menghela nafas, lalu menarik Hana dan membuat Hana duduk kembali ke tempatnya semula, "Duduk saja. Aku yang akan memasak. Kau ... ah, ini. lepaskan tangkai strawberry saja."
Hana terpaksa mengikuti kemauan Max. Max menyelesaikan tugasnya hingga akhir. Dan tampak sempurna dari sudut manapun.
Hari sudah berangsur gelap. Max dan Hana sudah menunggu di ruang tamu, sementara Lily dan neneknya kembali tidak ada di rumah, yah mereka punya acara tersendiri.
Bell pintu berbunyi. Max langsung beranjak untuk membuka pintu. Hana yang berada di ruang tamu berdiri, untuk menyambut tamunya.
"Tamunya sudah datang, selamat da ... tang,"