Pasien Milyarder 1

1026 Words
Fauzan Latif dilahirkan di Distrik V, dua puluh delapan tahun yang lalu, ayahnya seorang peternak ayam yang berasal dari kota T. Ibunya seorang wanita berdarah campuran Indonesia-Dubai. Dia satu-satunya putra semata wayang yang dibesarkan di Kota T dan pendidikan terakhirnya di Universitas Harvard Amerika Serikat. Paspornya menegaskan bahwa ia warga kota T, kota kecil di Indonesia bagian Timur. Foto di paspornya menunjukkan wajahnya yang persegi dengan gaya rambutnya yang gagah dan bermata tajam bagaikan elang. Keseluruhan penampilannya membuatnya lebih tepat memerankan film bersama Tom Cruise, namun dalam kenyataannya, Fauzan Latif adalah seorang pengusaha sukses yang berbakat dengan memulai kariernya di Distrik V Negara tetangga dan membuka beberapa cabang di Indonesia. Sejak awal, Fauzan sudah tertarik pada dunia bisnis, belajar dari ayahnya yang hanya seorang peternak ayam, dia berusaha selangkah lebih maju dari ayahnya, siapa sangka kegigihan dan kecerdasannya mampu membawanya ke dunia bisnis papan atas, tak ada yang mampu menandinginya, bahkan para pesaing bisnis harus bertekuk lutut dihadapannya. Namun karena kecerobohannya, terlalu menganggap remeh semua orang mengakibatkan dirinya mengalami kecelakaan dua minggu yang lalu. Ayah dan ibunya bukanlah petarung yang hebat seperti dirinya, maka dengan berat hati ayahnya harus merelakan anaknya dirujuk ke Rumah Sakit di Kota M. Melani mengamati pasien yang terbujur kaku di ranjang pasien, menghitung denyut nadinya, dan memastikan cairan infus berjalan normal. Tak jauh dari tempatnya berdiri seorang wanita yang sangat cantik, berkulit putih dengan mata sembab, menandakan wanita ini sangat mencintai pasien tampan ini, terlalu sering menangis membuat matanya bengkak. Wanita yang berlesung pipit bagaikan artis Bolywood Pretty Zinta bernama Zaskia, menikah dua tahun lamanya namun tak dikarunia anak. Kini dia harus pasrah meratapi nasib suaminya yang terbujur kaku, tak sadarkan diri selama dua minggu pasca kecelakaan yang menimpanya. Namun yang membuat Melani sedikit tergelitik, pernyataan Zaskia pada dokter Thomas yang mengatakan suaminya menderita tumor otak stadium empat, yang hanya dibuktikan dengan hasil CT-Scan berasal dari negaranya. Bisa saja hasil itu adalah milik orang lain. Melani terkejut dengan kata hatinya, tubuhnya sedikit bergidik ngeri membayangkan jika hal itu benar adanya. Pagi ini Melani mencoba mengamati pasien dari kaca mata batinnya. Tubuh yang kokoh, dengan garis rahang yang kuat, walau dalam kondisi koma pria ini masih menunjukan arogansinya. Matanya tertutup tapi wajahnya menunjukan kewibawaan seakan mengatakan tak akan ada yang bisa menyentuhnya. Sekilas Melani mengatakan pria ini pastilah sosok yang sangat kejam, namun bukan pengidap kanker otak. Melani lalu menepuk-nepuk bahu Zaskia untuk memberinya kekuatan agar selalu sabar menghadapi ujian hidup. "Dok, bolehkah aku bertemu denganmu berdua saja?" Suara Zaskia sangat pelan nyaris tak terdengar. Melani menoleh, "Boleh, dua jam lagi anda bisa ke ruanganku di lantai lima, saat ini aku harus memeriksa beberapa pasien lain, sampai jumpa." Melani tak lagi menoleh, dia bergegas keluar diikuti perawat yang setiap saat mencatat riwayat pasien, lalu memasuki kamar pasien penderita kanker lainnya. "Halo apa kabarmu hari ini ?" Melani menyapa ramah seorang pasien remaja berusia sekitar tujuh belas tahun. "Kurang menyenangkan dok," gadis ini terlihat sangat sedih. "Hidup itu harus selalu dibawa enjoy saja agar keseharian kita senantiasa bahagia." Melani berdiri memeriksa suhu, denyut nadi dan jantung pasien. "Semuanya normal, apa yang kau rasakan?" Melani melihat catatan medisnya, gadis ini memiliki benjolan di p******a sebelah kiri. "p******a sebelah kiri terasa sakit bagai ditusuk-tusuk pisau." "Baik, maaf saya buka sedikit kancingnya," Melani mulai meraba p******a kiri gadis itu, lalu tangannya menemukan benjolan kecil dan menekannya, "Sakit?" Melani tak perlu menunggu jawabannya, dari wajahnya yang terlihat meringis sudah menunjukan jawaban. Ibu pasien menghampiri Melani. "Bagaimana penyakitnya dok, apakah itu tumor ganas? Bagaimana nanti jika payudaranya diangkat dok, " Air mata Ibu pasien mengingatkan Melani pada ibunya yang menangis saat dia demam. "Jangan khawatir bu, benjolan kecil itu bisa saja tumor jinak, nanti yang akan diangkat benjolannya saja bukan payudaranya." Terdengar kelegaan ibu pasien. "Oh, terima kasih dok, tapi dia sering mengeluh sakit." "Sakit itu juga sebenarnya dari pikiran kita sendiri, cobalah men sugesti bahwa penyakit itu ringan dan tidak sakit InshaAllah hal itu pula yang akan kita dapatkan." "Oh !" Terdengar seruan tertahan gadis itu. "Bukankah kamu terlalu membayangkan rasa sakit ?" Gadis itu mengangguk lalu segera bangun, "Dok benarkah operasinya ringan ?" Melani tertawa kecil lalu mengelus rambut gadis itu, "Ini hanya operasi kecil, setelah operasi, besoknya kau sudah bisa pulang ke rumah." Terlihat binar kebahagiaan di wajah gadis itu, Melani tersenyum lalu segera berlalu setelah memberikan resep kepada ibu pasien. Pasien berikutnya adalah wanita berusia empat puluh lima tahun divonis kanker p******a stadium dua, sel-sel kanker telah berkembang tetapi belum menyebar ke organ lain dan baru menyebar ke kelenjar getah bening di dekat p******a. "Bagaimana kabarnya pagi ini bu ?" Melani menyapa pasien yang terlihat manis didampingi suami yang setiap saat selalu menemani. "Sedikit deg-degan, apa penyakit saya bisa disembuhkan dok ?" "Semua penyakit ada obatnya kecuali kematian, jika ibu ditakdirkan Allah sembuh, maka yakinlah ibu pasti akan sembuh. Boleh ibu berbaring sebentar ? Saya akan melihat payudaranya, benjolan di dua p******a ya ?" Melani meraba sebentar benjolan p******a pasien, keningnya terlihat mengernyit. "Ibu perlu menjalani kemoterapi." "Apakah berbahaya dok ?" Tanya suami pasien. "Kemoterapi bertujuan untuk mengecilkan tumor, hal ini dilakukan untuk menghindari operasi pengangkatan p******a, jadi tidak berbahaya." "Dok, kata orang penderita penyakit kanker p******a itu selalu berakhir dengan kematian, " kali ini pasien yang berbicara, terlihat raut wajahnya yang pasrah. "Yang ibu pikirkan sekarang adalah bagaimana ibu harus sembuh, urusan kematian itu bukan kewenangan manusia, ada yang sudah stadium empat tapi dia dinyatakan sembuh total, " Melani mencoba menenangkan pasien walau dia sendiri sebenarnya tidak yakin dengan argumennya. Sampai saat ini dia belum membuktikan pasien kanker p******a stadium empat yang ditanganinya sembuh, kemarin dia pernah merawat ibu Setiawati tapi sebelum dia memastikan kesembuhan pasien, ia sudah diberhentikan dari Rumah Sakit. Wajah-wajah bahagia dari para pasien yang dikunjunginya, menandakan jika sugesti yang dia berikan untuk kesembuhan pasien lumayan membuahkan hasil. Apapun penyakit yang di derita pasien terlebih dahulu yang disehatkan adalah mentalnya, sehingga akan mudah untuk seorang dokter melakukan terapi medis pada penyakit yang diderita pasien. Bisa dibayangkan pasien yang stres karena penyakitnya bisa saja mengakibatkan tertundanya jadwal operasi karena emosi sehingga memicu tekanan darah naik, atau jantung menjadi tidak normal. Maka motivasi dan sugesti kepada pasien untuk sembuh harus selalu diutamakan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD