27. Tukang Usik

1035 Words
Kafe ditutup lebih awal karena perintah dari Michael. Pria itu sedang ada urusan, makanya hendak pergi dari tempat tersebut. Sayang sekali keinginannya harus terblokir karena Leo sedang menunggu di dalam mobil. Sepertinya Michael hendak kabur dari pria itu. "Sialan!" geram Michael tertahan. Padahal ia sudah menutup kafe segera mungkin, tapi tetap saja tak bisa lolos. "Masuk!" titah Leo sambil membuka sebagian jendela kaca mobil. Meskipun enggan, Michael akhirnya masuk ke dalam mobil. Belum bicara saja tenggorokannya sudah kering karena aura mencekam milik Leo. "Kenapa kau harus mengadakan pesta di klub malam?" Haiya, jawaban apa yang diberikan oleh Michael. Harusnya dia berkata jujur? "Mereka semua butuh alkohol." Persetan dengan jawaban tanpa pikiran itu, Michael sudah tak peduli lagi. "Aku rasa, klub mu harus bubar." Tidak! Jika klub malam bubar, maka pendapatan Michael akan merosot tajam. "Aku salah, Leo. Aku tak akan mengulanginya lagi. Aku janji di masa depan akan mengadakan pesta yang layak." Seandainya tempat yang dikunjungi mereka bukan VVIP, pasti sudah banyak pria yang menyentuh Vania. Membayangkannya saja membuat darah Leo mendidih. "Tidak semudah itu," kata Leo melirik tajam ke arah Michael. Tubuh pria itu lantas menegang. Sumpah tanpa disentuh ketakutan sudah di ambang batas. "Maafkan aku..., sekali ini saja!" Michael berharap akan ada malaikat penolong datang. Setidaknya kirim siapa saja untuk membantunya. "Pergi ke." Suara Leo berhenti saat melihat Vania dan Alice keluar dari kafe bersamaan. Pria itu pun bergegas menghampiri mereka. Akhirnya Michael bisa bernafas lega. "Butuh tumpangan," ajak Leo dengan wajah sumringah. Vania mendadak langsung cengo. Kenapa tetangganya selalu saja menjadi pengusik? "Tidak perlu," tolak Vania mentah-mentah. Semakin ditolak, maka Leo dengan senang hati akan terus menempel. "Maka kita jalan bersama." Pria itu benar-benar tebal muka. Sudah ditolak malah mencari alternatif lain untuk terus berdekatan dengannya. "Sayangnya aku ada urusan dengan Alice." Vania menyeret Alice menjauh dari Leo. Namun bukan berarti pria itu menyerah meski menatap kepergian mereka dari jauh. Sementara itu, Michael menggunakan kesempatan untuk lari dari Leo. Naas, dia tak bisa keluar dengan mudah karena pintu dikunci. "Hais…, kenapa aku sial sekali?" Pria itu pun memilih menunggu kemalangan di dalam mobil, sampai Leo masuk dan akan menghukumnya. "Kau masih disini." "Tentu saja, karena aku tak bisa membuka pintu ini." "Keluar!" Dalam hati Michael dia bersorak senang karena bebas dari hukuman. Dengan riang pria itu keluar mobil. "Aku selamat. Terimakasih, Vania." Rasanya lega keluar dari kandang singa. Tapi kelegaan itu tidak berlangsung lama sebab mobil Leo kembali lagi dan berhenti tepat di depannya. Leo membuka kaca mobil, "Jangan harap kau bisa lolos. Aku mengawasimu." Michael mendadak diam seperti batu, sampai mobil Leo hengkang dari tempat itu. Ternyata, dia tak bisa lepas dari jeratan iblis, meskipun hanya sementara. Sungguh Michael sangat menyesal, mengenal Leo yang berwajah tampan tapi berbahaya. "Hidupku sangat malang," ujar Michael berjalan dengan sempoyongan. Lalu untuk Vania dan Alice. Keduanya berjalan cukup cepat demi menghindari Leo. "Dia tidak mengejar kita," kata Vania sangat lega. "Aku lelah." Alice menghentikan kakinya. Tiba-tiba notifikasi pesan masuk ke dalam ponselnya. "Vania, aku harus kembali ke kafe. sepertinya bos butuh bantuan." "Apa yang terjadi?" "Aku tidak tahu. Yang jelas aku diminta kesana." Alice melambaikan tangan. "Aku pergi!" Lihat Alice, dia berlari kencang seperti motor. Seakan tidak ada hari esok. "Aku pulang sendirian." Vania berjalan seorang diri. Untung saja jalanan masih ramai lalu lalang orang lewat. Meskipun begitu, sendirian juga tidak nyaman. "Kenapa jadi kepikiran tetangga?" Uh, di saat seperti ini, Leo berada di otak Vania. "Haruskah aku mencari pacar?" Pikiran konyol itu keluar dari mulut Vania. Ia malah tertawa membayangkan kalau punya pacar. "Raul yang tua saja belum punya kekasih." Seharian tidak bertemu Raul, rasa rindu pun menyerbu. "Aku harus bergegas pulang." Pulang, jangan harap. Leo langsung memblokir langkah Vania saat hendak menyeberang jalan. "Astaga!" pekik Vania kaget. "Kau butuh tumpangan." Leo keluar dari mobil menghampiri gadis itu. "Aku lelah karena diusik terus," gumam Vania tersenyum dengan paksa. "Aku harap kau mau menerima tawaranku," kata Leo keras kepala. Di dunia ini, orang yang memiliki kepala baja ya Tuan Zang. Dia Leo, perkataan dan perintahnya mutlak. Namun bisa bersabar hanya untuk Vania seorang. Harusnya gadis itu bangga? Tapi kenyataannya tidak, dia malah risih. Aku tak akan satu mobil denganmu, batin Vania. "Kemarilah...," pinta gadis itu dengan suara rendah. Leo tak menaruh curiga sedikit pun, mendekati Vania tanpa keraguan. Sedetik kemudian, gadis itu tersenyum menyungging, "Tolong…! Ada pria c***l!" Sontak semua orang yang berlalu lalang pun menghentikan langkahnya. "Sialan!" geram Leo tertahan. Mereka berbondong-bondong mendekat. "Orang c***l…!" teriak Vania lagi dan lagi. Leo akhirnya memilih kabur masuk ke dalam mobil, pergi meninggalkan Vania yang masih berdiri di pinggir jalan. "Gadis itu mempermainkan ku!" Leo mengendarai mobil dengan cepat hingga sampai di rumah dalam hitungan menit. "Tuan," Panggil Ben mengikuti dari belakang. Nampaknya sang tuan sangat marah. "Ben, dia mempermainkan ku. Haruskah aku bersabar?" Ben diam, tak berani berkomentar karena takut salah. Leo sudah berada di ambang batas kesabaran. "Aku selalu bersabar padanya!" Sebuah guci malah dipukul untuk melampiaskan kekesalannya. Kali ini, Leo benar-benar sudha tak bisa menunggu lagi. "Cara halus tidak mempan. Maka aku akan menggunakan cara licik." Seringaian itu terlihat jelas di mata Ben. "Apa perintah, Tuan?" "Kirim beberapa orang untuk mengusik Vania." Mata Leo berkilat tajam. "Tapi, jangan sampai dia terluka. Aku kau dia ketakutan dan meminta bantuan ku. Sepertinya meneror dia cukup." Ekspresi wajah bakal iblis itu terlihat jelas di mata Ben. Bagaimanapun, Vania sudah mengusik pria itu. Apakah Nona Vania akan baik-baik saja jika tuan melakukan hal itu? Ben tidak sampai hati melihat Vania yang ceria harua trauma nantinya. Jika cara itu tak berhasil, pasti Leo akan menggunakan cara yang lebih ekstrim lagi. Bayangkan seorang gadis muda mendapatkan pengalaman yang buruk. Sangat mengerikan. "Tuan, apakah sebaiknya dipikir lebih matang?" tanya Ben memberanoksn diri. "Beraninya kau mengaturku!" sentak Leo kepada pria tua itu. Ben langsung menutup mulutnya sambil menunduk. Lalu Leo melewatinya begitu saja. Bunyi pintu dibanting terdengar jelas. Pelayan yang masih berada di rumah itu gemetar hebat. "Tutup mata dan telinga kalian jika ingin selamat!" peringatan Ben kepada dua pelayan yang ada di dekatnya. Keduanya mengangguk patuh, bergegas pergi dari ruangan tersebut. Ben pun duduk menatap langit kamar. Fisiknya sudah cukup Tidak cukup kuat, dan sekarang Leo sedang bersemangat mengejar Vania. "Tuan…, anda berhak bahagia. Semoga cara anda mendapatkan kebahagian tidaklah salah."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD