Hampir 12 menit aku meninggalkan Edward dan Raymon, ternyata mereka ketemu 2 temannya, berempat mengelilingi meja kami, aku diperkenalkan sama mereka, tak ada yang bernama Leo, berarti bukan salah satu dari mereka. Aku minta maaf karena terlalu lama meninggalkannya, semoga mereka tidak curiga saat kubilang sakit perut mendaddak.
"Mungkin kebanyakan nelan sperrma dan bereaksi dengan kerang rebus tadi" bisik Raymon, tenanglah hatiku berarti dia tidak curiga.
Lima belas menit kami melanjutkan di lobby, aku masih tak tahu apakah salah satu atau kedua temannya itu ikut bersama kami. Ternyata tidak satupun yang ikut, mereka berpisah seddangkan aku, Edward dan Raymon kembali ke kamar, berarti malam ini kita melanjutkan permainan bertiga alias 2 in 1, tak ada 3 in 1.
Malam sudah semakin larut, sudah melewati pukul 11 malam, lobby hotel mulai sepi. Bertiga kami masuk Lift, begitu pintu lift tertutup, Raymon menarik tubuhku dalam pelukannya, diciuminya bibirku sambil meremas remas buah dadda. Edward tak mau ketinggalan, dia menyingkap rok-ku dan mempermainkan klitorisku, aku mendesah di dalam lift. Meskipun sudah terbakar nafssu, aku masih bisa berpikir normal, kutolak ketika Edward hendak menyetubuhiku di lift, terlalu beresiko apabila tiba tiba lift berhenti dan ada orang masuk. Mereka berdua tertawa terbahak.
Namun begitu, sepanjang perjalanan di lift, tangan kedua laki laki itu tak berhanti menjamah dan menyusuri tubuhku, mulai dari tangannya yang menyusup masuk di balik kaos hingga menyusup di balik rok dan meremas buah dadda maupun pantatku yang tanpa menutup lagi. Ternyata rangsangan bercampur ketegangan membuat birahhiku sempat turun setelah melayani Pak Pram, bangkit kembali dengan cepatnya, akupun mendesis pelan dalam lift.
Beruntung pintu Lift tidak terbuka hingga lantai 8, kamipun bergegas menuju kamar. Aku heran saat mereka menekan bel pintu, bukannya langsung membukanya dengan kunci yang ada. Keherananku segera terjawab ketika pintu terbuka dan muncullah seorang laki laki hitam manis dari balik pintu.
"Inikah yang namanya Leo?" pikirku.
"La kenalin, ini Edo, karena Leo tidak ada kebetulan yang muncul dia, ya rejeki dia lah" kata Raymon setelah kami semua di dalam, rupanya si Edo seddang mandi.
"Sorry tadi nggak sempat ketemu soalnya aku baru dari Malang, jadi mandi dulu tapi kalian keburu naik" katanya, sepintas kulihat Edo seperti orang Ambon atau Irian meskipun tidak terlalu hitam tapi dibandingkan dengan kedua chinese itu dia tampak sekali beddanya.
Cengkeraman tangannya begitu kuat saat menjabat tanganku, pertanda dia bukan orang kantoran. Dengan santai dan hanya mengenakan handuk membalut pinggangnya, Edo menemani kami ngobrol di sofa, obrolan mereka justru seputar permainan kami tadi siang dan membandingkan dengan pengalaman mereka sebelumnya. Terbersit sedikit kebanggaan saat mereka memuji bagaimana aku melayaninya dan mereka puas. Baru sekarang kutahu kalau mereka sendiri belum pernah main berempat seperti ini, berarti sama sama pengalaman pertama, terutama bagi Edward, baru bermain rame rame langsung main berempat, tentu saja dia sangat exiting.
Selama kami ngobrol, aku duduk antara Edward dan Raymon, tangan keduanya tak beranjak dari tubuhku, baik di punggung maupun paha, Edo hanya melihat sambil tersenyum. Tak lebih 10 menit kami ngobrol, tangan Edward dan Raymon bersamaan menyelinap masuk dibalik kaosku dan berbagi buah dadda, mereka berpandangan lalu tersenyum, bersamaan pula mereka mencium pipi kanan dan kiriku, menyusur turun ke leher sambil masih meremas remas buah dadda, aku mendesah desah diperlakukan seperti ini, apalagi di depan Edo yang kelihatan begitu cool melihat temannya sudah mulai.
"Lepas kaosnya dong" teriak Edo tanpa beranjak dari duduknya, kulihat tangannya sudah berada dibalik handuknya.
Tanpa diminta dua kali, Edward menarik lepas kaosku, bersamaan mereka langsung mengulum putingku yang sudah menantang, Edo memuji keindahan payyudaraku sebelum kedua laki laki di sebelahku mengulumnya. Tangan Edward sudah mulai menjamah selangkaaanganku, aku semakin mendesah, kuraih kejantanan mereka, ternyata sudah keluar dari celananya. Dua peniiis berbeda bentuk dan ukuran berada dalam genggamanku, kukocok dan kuremas, mereka mulai ikutan mendesah. Raymon mendahului berlutut di antara kakiku, disingkapnya rok-ku, aku mendorongnya menjauh, khawatir masih tersisa aroma sperrma Pak Pram, tapi dia tak mempedulikan penolakanku, kubiarkan saja ketika lidahnya mulai menyusuri pahaku, justru kakiku kubuka semakin lebar.
***
Bersambung....