Menerima Kenyataan

1020 Words
"Apa kalian sudah menemukan bangkai Darian?" tanya seorang lelaki yang mengenakan topeng setengah serigala itu pada ketiga anak buahnya. Mereka tampak saling pandang, kemudian menggeleng secara bersamaan. "Maaf, kami belum berhasil menemukan pangeran Darian, Pangeran Aiden. Sepertinya beliau terhempas ke alam lain." Salah satu dari mereka memberanikan diri untuk menjawab. Aiden memukul pohon yang ada di sampingnya hingga roboh. Kilat dendam dan kebencian tergambar jelas di matanya. "Aku tidak akan puas sebelum Darian mati. Dia harus musnah. Dengan begitu, kerajaan ini akan menjadi miliki seutuhnya." Aiden tertawa licik. Dia memang tidak ingin melihat Darian mendapatkan apa yang selama ini dia idam-idamkan. Tahta. Aiden ingin kerajaan bangsa kucing jatuh dalam genggamannya. "Kami akan mencarinya lagi, Pangeran. Kalau memang dugaan pangeran Darian terlempar ke dunia lain itu tidak benar, kami bertiga akan segera menemukannya." "Jangan banyak bicara! Buktikan saja kalau kamu bisa menemukan Darian. Temukan dia segera dalam keadaan hidup atau mati! Nyawa kalian taruhannya." Aiden langsung melangkah pergi. Meninggalkan ketiga anak buahnya yang masih bergidik ngeri. "Kita harus menemukan pangeran Darian segera sebelum pangeran Aiden mengamuk. Bisa habis nyawa kita ditebas pakai pedang pusakanya." "Benar juga. Ayo kita kembali bekerja. Semoga kali ini kita berhasil menemukan pangeran Darian." "Aku harap juga begitu." --- Naira terbangun dari tidurnya. Dia langsung mencari keberadaan Darian yang ternyata berada di dalam pelukannya. Napas gadis itu terengah-engah seperti habis dikejar hantu. Hal itu membuat Darian membuka mata dan langsung berubah wujud menjadi manusia. "Selamat pagi, Naira. Kenapa wajahmu begitu pucat?" Darian mengelus rambut Naira dengan gerakan perlahan dan lembut. "Aku mimpi, Darian. Aku mimpi ada orang yang sedang mencarimu. Mereka semua membawa tombak emas. Sepertinya mereka ingin membunuhmu Darian." cerita Naira dengan wajah panik. "Saat, sudahlah. Itu hanya mimpi, Naira. Bunga tidur. Jadi, kamu tidak perlu memikirkannya. Sekarang masih gelap, lebih baik kamu tidur lagi. Biar aku memelukmu supaya kamu bisa lebih tenang. Aku tidak akan berbuat sesuatu yang membuat kamu tidak nyaman." Naira yang memang ketakutan langsung merapatkan dirinya dengan Darian. Dia takut mimpi itu datang lagi. Bagaimana kalau dia terbangun dengan kenyataan kalau Darian tidak ada lagi di sisinya. "Terima kasih, Darian." "Tidak perlu berterima kasih. Ini bentuk kepedulian ku pada majikanku. Tidur dengan benar, Naira. Besok kamu ada kelas pagi, bukan?" Darian mengingat jadwal Naira dengan baik. "Terima kasih sudah mengingatkan, Darian. Aku tidur sekarang." Naira menata posisinya senyaman mungkin supaya bisa tidur dengan nyaman. Ketika biasanya Darian yang tidur mendusel pada Naira, hari ini Naira yang melakukan itu. Gadis itu merasa nyaman. Sebuah perasaan yang begitu menyentuh hatinya. Ketika hari mulai terang, Naira kembali terbangun. Kali ini bukan karena sebuah mimpi, tetapi dia memang harus bangun pagi untuk bersiap ke kampus. Darian sudah kembali dalam wujud kucing. Dia mengelus lembut bulu kucing besar itu, dan terdengarlah suara dengkuran yang menenangkan. Naira menyadari satu hal. Menemukan Darian merupakan sebuah keberuntungan yang patut dia syukuri. Kucing besar itu membuat saya trauma yang dia rasakan soal kehilangan seekor kucing semakin menipis. Mungkin seiring waktu dia akan siap untuk memelihara kucing lagi. Rencananya, hari ini Naira mau melakukan trik kedua, memberikan jam tangan pemberian Darian pada Ardan. Gadis itu berharap kali ini dia bisa berhasil mendapatkan perhatian dari lelaki pujaan hatinya tersebut. Dia tahu, memikat menggunakan barang magis merupakan sebuah kecurangan. Tapi Naira tidak tahu lagi bagaimana cara agar dia bisa mendapatkan perhatian Ardan. Pemuda itu terlalu memikat dan susah digapai. Darian menggeliat dan membuka mata. Otomatis dia berubah wujud menjadi manusia. Beruntung sebagian tubuh manusia kucing itu ditutupi dengan selimut tebal. "Pagi, Naira. Kamu bangun terlebih dahulu? Maaf, aku seharusnya membangunkanmu. Ternyata kamu malah bangun lebih dulu." Darian meregangkan otot-otot tubuhnya dan segera bangun. Duduk, sambil berusaha menjaga selimutnya agar tetap menutupi tubuh bagian bawahnya. Menyenangkan bukan, memiliki seekor kucing seperti Darian? Dia tidak hanya bisa menjadi teman di saat galau, tetapi dia juga bersedia menjadi alarm untuk Naira. Selain itu, bangun pagi gadis itu juga sudah mendapatkan pemandangan yang bagus. Sebuah wajah manusia kucing yang sangat tampan. "Pagi, Darian. Tidak perlu minta maaf. Aku bisa bangun sendiri. Lagipula, kamu pasti kelelahan gara-gara aku yang semalam mengganggumu tidur beberapa kali. Kamu harus menjaga dirimu, Darian. Aku tidak mau terjadi sesuatu yang buruk nanti." Naira mewanti-wanti. "Sudahlah, Naira. Jangan lagi memikirkan aku terlalu berlebih-lebihan. Kamu lupa, aku bukan kucing biasa. Aku punya kekuatan yang kamu tidak ketahui. Tentu saja aku tidak akan membiarkan seseorang menyentuhku. Lebih baik kamu memikirkan diri kamu sendiri. Kamu harus semangat. Hari ini kamu harus mencoba lagi. Kamu harus bisa mendapatkan hati orang yang kamu sukai." Darian memberikan semangat. "Terima kasih semangatnya, Darian. Aku tidak akan menyerah begitu saja. Baru satu kali gagal, jadi aku akan mencobanya lagi. Ini juga masalah takdir, kalau dia memang tidak ditakdirkan untuk menjadi milikku, kemungkinan percobaan yang kedua akan gagal." "Masih ada yang ketiga, Naira. Aku akan memberikan barang yang lain kalau yang ketiga juga gagal. Aku mau kamu bisa mendapatkan apa yang kamu inginkan." "Tidak perlu, Darian. Kalau percobaan ketiga gagal, aku menyerah. Biarkan saja kak Ardan bahagia bersama orang lain. Aku juga nanti akan bertemu dengan bahagiaku. Kemarin aku sudah berpikir, memang sebaiknya aku tidak terlalu berharap lebih. Kak Ardan hanya ramah, bukan berarti dia tertarik padaku." Naira mengulas senyum. Dia tahu diri, dia siapa. Mahasiswi biasa saja seperti dia memang tidak layak untuk menyukai seseorang yang menjadi pusat perhatian seperti Ardan. "Kamu hebat," puji Darian tulus. "Aku yakin, suatu saat kamu akan menemukan seseorang yang bisa menjadi sumber bahagiamu. Seseorang yang akan bisa menjadi sandaran kamu. Dia akan membuat kamu tersenyum setiap saat tanpa kamu minta. Aku yakin, Naira." Darian tulus. Dia tidak hanya ingin menghibur Naira, tetapi dia memang ingin gadis itu menemukan kebahagiaan yang dia inginkan. Darian sadar, dia tidak akan selamanya berada di dekat Naira. Dia akan merasa jauh lebih tenang saat meninggalkan gadis itu bersama orang yang tepat. Naira mengulurkan tangannya, mengelus puncak kepala Darian lembut, hingga membuat lelaki itu memejamkan mata. Suara dengkuran khas kucing pun terdengar. "Aku tidak tahu kapan saat itu tiba, Darian. Satu hal pasti, aku mungkin tidak bisa membuka hatiku dalam waktu dekat. Aku butuh waktu untuk membuat hatiku sembuh." Ya, sembuh. Sembuh dari perasaan terpendam yang selama ini sudah membuat Naira hampir gila.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD