Gosip Kampus

1036 Words
"Wah, gila sih ... cocok banget mereka. Satu ganteng, satu cantik. Mungkin Ardan udah capek dikejar-kejar sama maba, makanya dia milih buat go publik." "Setuju. Tapi rasanya nyesek nggak sih? Aku ngerasa patah hati pas tau Ardan udah punya pacar." "Iya, sih. Tapi mau gimana lagi? Dia udah milih Reva. Lagian kalau pun dia masih sendiri, nggak mungkin milih kita kan?" Naira diam mematung sambil terus mendengarkan kalimat-kalimat yang keluar dari mulut para mahasiswi yang patah hati tersebut. Jam pemberian Darian jatuh ke lantai dan hancur berkeping-keping. Tentu saja Naira menjadi bagian dari mereka. Salah satu mahasiswi yang tersakiti karena keputusan Ardan untuk mengumumkan sosok gadis yang mampu meluluhkan hatinya. "Naira! Kamu aku cariin malah matung di sini. Ngapain sih?" Itu suara Dita. Dia terlihat lelah karena mencari keberadaan Naira. "Hancur sudah harapan aku, Dit." Naira berucap lesu. Mata gadis itu berpindah ke arah kepingan jam yang sudah hancur berantakan di lantai. "Maksud kamu ... jam itu?" Dita mengira kalau yang Naira maksudkan adalah serpihan jam yang berserakan tersebut. Naira menggeleng. "Kak Ardan. Dia ternyata sudah punya pacar. Aku tahu, dia tidak mungkin akan memilihku, tapi rasanya saat tau dia punya pacar hatiku sakit. Sakit banget, Dit." Naira mencurahkan isi hatinya. Mata gadis itu mulai berkaca-kaca. Belum sempat dia mengutarakan isi hati, Ardan sudah lebih dulu mengumumkan ke muka publik kalau dirinya sudah tidak sendiri lagi. "Baru juga pacaran, belum nikah. Jangan nyerah dulu dong, Nai. Sekarang seseorang itu bisa aja jadi pacar kak Ardan, tapi bukan tidak mungkin kalau suatu hari kak Ardan jadi pacar kamu. Iya, kan?" Dita mencoba untuk menghibur Naira. Ya ... walau apa yang dia ucapkan hanyalah karangan semata. Setidaknya Dita ingin semangat Naira kembali. "Jangan buat aku berharap lagi, Dita. Sudah paling benar kalau aku tidak perlu memikirkan kak Ardan. Dari awal memang aku dan dia itu berbeda. Dia mahasiswa kebanggaan kampus ini, sementara aku cuma mahasiswi biasa yang tidak memiliki kelebihan apapun." Naira masih belum lupa, bagaimana dia selalu menatap kagum ke arah Ardan saat pemuda itu melakukan berbagai aktivitas di kampus mereka. Saat Ardan bergelut dengan bola basket, bermain bola di lapangan, berpidato di depan ratusan mahasiswa, dan masih banyak lagi. Di mata Naira, Ardan satu-satunya mahasiswa yang menarik perhatiannya. "Siapa bilang kamu tidak punya kelebihan? Kamu cantik Naira. Kak Ardan aja yang matanya terhalang poni. Dia belum menyadari bagaimana cantiknya seorang Naira." Naira tertawa. Kalimat yang diucapkan Dita mampu sedikit menghibur hatinya. Walau tetap saja itu hanya mampu membuat Naira berpaling dari rasa sakit hatinya sebentar saja. "Sudahlah, lebih baik kita ke kelas sekarang. Sebentar lagi kelas dimulai, kan?" Naira memilih untuk berbalik menuju ke kelasnya. Melupakan kepingan jam tangan pemberian Darian yang satu per satu mulai menghilang. Mereka berdua menyusuri lorong menuju ke ruang kelas dengan langkah santai. kegaduhan yang terjadi akibat ulah para mahasiswa lain tidak mampu meramaikan hati Naira. Rasanya begitu sunyi. Dia hanya bisa berharap untuk tidak bertemu dengan Darian sekarang. Ternyata alam tidak mendengarkan harapan gadis itu. Kurang dari dua puluh meter di depan mereka, Ardan dan teman-temannya tengah berjalan mendekat. Hal itu terjadi karena memang kelas mereka berlawanan arah. "Nai, ada kak Ardan. Sapa gih ..." "Nggak. Kamu aja. Aku males nyapa dia, Dit. Sementara itu di kubu Ardan. "Dan, itu bukannya cewek yang selalu merhatiin Lo? Tumben, hari ini dia cuek. Biasanya dia semangat setiap ketemu Lo," ledek salah satu teman Ardan. "Biarin aja, sih. Ntar dia juga balik lagi ngejar-ngejar gue," sahut Ardan dengan nada congkak. "Lagian Lo, kalau emang suka sama dia nggak usah jaim-jaim lah. Sikat aja. Segala sengaja buat dia patah hati. Ntar kalau dia mundur beneran gimana?" Teman Ardan yang lain ikut meledek. Benar. Ardan selama ini melihat Naira. Dia sangat paham kalau gadis itu menaruh hati padanya. Hanya saja gelarnya sebagai mahasiswa teladan yang jadi sorotan di kampus membuat Ardan sangat berhati-hati dan pemilih dalam bergaul. Dia tidak ingin mencoreng nama baik, apalagi sampai kehilangan 'fans-nya'. "Dia nggak mungkin berhenti suka sama gue. Dia akan terus ngejar-ngejar gue. Lihat aja ntar." "Kalo sampe dia mundur, gue bakalan ngetawain Lo abis-abisan, Dan. Itu kemarin ngapain Lo nyeplos ke depan publik kalau Lo lagi pacaran sama Reva? Kalo Naira denger, dia bisa salah paham tuh." "Gue cuma becanda. Lagian Reva itu sepupu gue. Mereka aja yang nggak tau silsilah keluarga gue, seenaknya bilang gue sama Reva cocok. Ya udah, gue cuma manfaatin keadaan." "Gila Lo!" "Diem, jangan ngomong soal itu lagi. Jarak kita sama Naira udah deket." Ardan memperingatkan. Pemuda itu berharap Naira menyapanya seperti biasa. Memasang senyum manis dengan wajah ceria yang membuat semangat belajarnya meningkat. Tapi sayang yang terjadi tidak sesuai dengan harapan Ardan. Naira bahkan melengos ke arah lain, seolah tidak ingin melihat wajahnya lagi. Untuk pertama kali, Ardan melihat sosok yang mengagumi dia dengan begitu besar tidak terusik. Tidak, Naira terlihat kecewa. Pemuda itu tidak menyadari kalau teman-temannya diam-diam memperhatikan kejadian itu. Mereka saling tertawa, tentu saja menertawakan Ardan yang langsung tertampar keadaan. "Nah loh, kenapa tuh Naira? Dia kelihatan nggak peduli banget pas Lo lewat. Dia nggak pernah kayak gini, Dan. Gue yakin sih ... Naira udah tau soal gosip kampus. Dia pasti kecewa banget." "Gue setuju. Dia pasti patah hati, terus bersiap move on dari Ardan. Akhirnya bucin Ardan berkurang satu. Hahaha," "Sekalinya berkurang malah orang yang dibucinin Ardan balik. Sial banget nggak sih nasib temen kita? hahahaha." "Sialan! Diem Lo pada. Jangan bikin gue jadi over thinking, ya. Mungkin Naira lagi PMS. Gue yakin dia besok balik lagi ke Naira yang biasanya." "Yakin banget emang? Kalau gue sih nggak yakin dia bakalan balik lagi. Lo inget kan ... selama ini Naira nggak pernah bersikap kayak tadi ke Lo. Dia selalu heboh setiap ada Lo lewat atau apa. Dia selalu jadi orang yang antusias banget setiap ada apa-apa yang berhubungan sama Lo. Kalo gue boleh bilang, Naira udah hilang rasa ke Lo, atau lebih tepatnya dia lagi berusaha buat ngelupain Lo." "Nggak bisa! Gue nggak akan biarin Naira nyerah. Gue bakalan bikin dia balik lagi merhatiin gue." "Dengan cara apa? Lo mau ngaku di depan Naira kalo Lo suka sama dia balik?" "Masih banyak cara lain. Gue akan cari tau apa yang bisa gue lakuin buat bikin dia balik lagi ke gue." Ardan mengambil langkah panjang, meninggalkan kelima orang temannya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD