Berbagi Cerita

1005 Words
Di hari berikutnya, setelah obrolan kemarin. Seperti biasa, Naira bangun pagi. Pagi itu, Darian tidak mengagetkannya. Lelaki itu tetap tidur dengan wujud kucing. Meringkuk di atas selimut tebalnya. Naira memandangi kucing besar dengan bulu putih mengkilap itu seksama. Kumisnya yang panjang dan pipinya yang terlihat gemuk membuat gadis itu gemas. Perlahan, Naira mengulurkan tangannya untuk bisa menyentuh kumis kucing itu. Tubuh kucing itu bereaksi saat Naira memainkan kumisnya. Seperti kebiasaannya, Naira ingin sekali mencium wujud kucing Darian. Tapi saat mengingat bahwa dia juga bisa berubah menjadi manusia, Naira mengurungkan niatnya. Dia hanya terus tersenyum seraya mengelus bulu kucing itu lembut. Darian menggeliat. Dia menguap lalu membuka matanya. Melihat Naira yang memandanginya, Darian merubah wujudnya menjadi manusia. Naira yang belum terbiasa sedikit terkejut melihat perubahan Darian yang tergolong mendadak itu. "Kamu terkejut?" tanyanya dengan tatapan polos. Cara Darian menatap Naira membuat gadis itu terpana. Dia justru berharap kalau Ardan yang menatapnya seperti itu. Meskipun kenyataan yang dia dapatkan justru kebalikannya. "Tentu saja. Aku belum terbiasa dengan caramu berubah seperti itu." ucap Naira, berusaha setenang mungkin. "Maaf. Lain kali aku akan memberi kode sebelum berubah . Oh ya, aku sudah menyiapkan benda-benda yang bisa membantumu mendapatkan perhatian Ardan." Darian mengatakan itu penuh percaya diri. Sorot mata kucingnya membuat Naira berani menyusun kotak harapannya yang tercecer. "Mana?" tanyanya penasaran dan penuh semangat. "Ada di atas meja." Darian memberi kode dengan pandangan matanya, Naira segera memindah pandangannya ke atas meja riasnya. Gadis itu berdiri dan berjalan ke sana perlahan. Dia sangat penasaran, benda apa yang di siapkan Darian untuk membantunya mendapatkan Ardan. "Jam tangan? Payung? Ini Buntelan apa? Kamu jangan coba membohongiku, Darian." protes Naira. Dia melihat tidak ada keistimewaan dari benda-benda yang dilihatnya. Terutama buntelan kecil sebuah kain berwarna merah darah. "Nona Naira, jangan dulu beranggapan kalau benda-benda yang ku berikan itu tidak ada gunanya. Aku sudah bilang, aku akan memberimu benda-benda berkekuatan magis untuk memudahkanmu mendapatkan Ardan. Senior populer yang kamu ceritakan itu." Darian coba menepis keraguan yang timbul di benak Naira. "Memangnya, ada kelebihan magis apa di dalam benda-benda ini? Aku sungguh ingin tahu." Naira mengamati benda-benda pemberian Darian dengan penuh kebingungan. Dia tidak percaya, benda-benda biasa seperti itu memiliki kekuatan yang luar biasa. "Jadi begini, payung, jam tangan dan buntelan itu bukanlah benda biasa. Payung itu, jika kamu gunakan untuk memayungi orang yang kamu sukai, maka dia akan membalas cintamu. Jam tangan itu adalah pengendali waktu jatuh cinta. Jika kamu berhasil membuatnya memakai jam itu, dalam hitungan menit dia akan memikirkanmu, di dalam ingatannya tertanam segala tentangmu. Serbuk cinta, bisa kamu taburkan dalam makanan hasil masakanmu. Ketika pria yang kau sukai memakannya, maka dia akan jatuh cinta padamu detik itu juga." Penjelasan Darian membuat Naira melongo. Dengan pandangan matanya berpindah-pindah antara ketiga benda itu dan wajah Darian. Gadis yang hidup dalam dunia modern itu tentu saja tidak percaya dengan benda-benda berkekuatan magis. "Serius?" kata itu lolos dari bibir Naira. Dia memang masih meragukan kemampuan Darian. "Aku tahu kamu mungkin tidak mempercayaiku, Naira. Tapi coba lihat, aku bisa memindahkan lampu tidurmu tanpa menyentuh," Darian benar-benar menggeser letak lampu tidur Naira hanya dengan tatapan matanya, "Kamu masih meragukanku, Naira?" tanyanya lagi seraya menatap Naira tajam. Gadis itu merasakan bulu kuduknya meremang. Darian memang bukan manusia biasa. Naira merasa dia harus mempercayai Darian. "O-oke. Aku percaya padamu. Terima kasih. Aku juga akan membantumu mencari kalung permata merah yang kamu inginkan, segera." Naira tidak peduli apapun resiko yang harus ditanggungnya. Asal bisa mendapatkan perhatian Ardan, dia rela melakukan apapun. "Terima kasih." ujar Darian tenang. Kedua mata pria itu mengamati luka di tangan dan kakinya. Di dalam ingatannya, pertempuran dengan Aiden terbayang dengan jelas. Kekuatan tenaga dalam Pangeran Rubah itu sangat kuat. Hantaman demi hantaman mengenai tubuhnya dengan sangat dahsyat sampai Darian terlempar jauh ke dunia manusia. Kedua jari-jemari Darian mengepal. Dia harus bisa merebut kembali tahtanya. Ayahnya yang sekarang dikurung di penjara bawah tanah membuat Darian semakin trenyuh. Dengan luka separah sekarang, melawan Aiden tanpa permata merah, dia sama saja dengan mengantarkan nyawa. Kekalutan yang tergambar di wajah Darian terbaca oleh Naira. Dia melangkah perlahan mendekat ke arah lelaki tampan itu dan kembali duduk di sisinya. Naira memberanikan diri menyentuh pundak Darian. Gadis itu tidak tahu, apa yang ada di dalam pikiran Pangeran Kucing yang sekarang ada di sisinya itu. Satu hal yang Naira pikirkan, ada hal berat yang sangat mengganggu pikiran Darian. "Ada apa? Kalau butuh tempat berbagi, kamu boleh cerita padaku, Darian." Mengingat kemarin Darian juga mendengarkan ceritanya tentang Ardan, kakak tingkat yang dia kagumi itu. Darian menghela napas, matanya memandang jauh ke depan. Pikirannya memang sedang kacau sekarang, tetapi Darian masih ragu, apakah dia harus menceritakan masalah pribadinya pada Naira yang baru dia temui. Terlebih, dia bukan dari dunianya. "Baiklah, aku tidak akan memaksa. Kalau kamu tidak nyaman menceritakan masalahmu padaku, kamu tidak perlu mengatakan tentang itu. Kalau begitu aku mandi dulu." Naira bangkit dari duduknya dan hendak melangkah pergi meninggalkan Darian. Tetapi lelaki itu dengan sigap memegang pergelangan tangan Naira untuk menahan gadis itu untuk tetap tinggal. "Ayahku dipenjarakan di bawah tanah oleh saudara tiriku, sementara beliau sakit-sakitan. Aku tidak tahu, berapa waktu yang ku punya untuk membebaskan beliau." ucap Darian perlahan. Kekhawatiran yang dimiliki oleh lelaki itu ternyata menyimpan sebuah rahasia besar. "Aku akan mengusahakan, supaya kalung permata merah itu cepat ditemukan. Supaya kamu bisa segera pulang dan menemui keluargamu." Reflek, Naira mengelus puncak kepala Darian. Rambut lelaki itu begitu halus, rasanya ketika menyentuh rambut Darian, Naira merasakan kenyamanan yang sama seperti saat dia mengelus bulu kucing. "Terima kasih banyak, Nay." Darian mengalihkan pandangannya ke arah Naira. Menatap gadis itu lembut. Naira membalas tatapan sepasang bola mata kuning kehijauan itu. Naira tidak bisa memungkiri, kalau cahaya di mata Darian memiliki pesona yang luar biasa. Mungkin karena dia bukan manusia biasa. "Darian, kita sekarang adalah tim, kan? Kamu tahu kan, kalau tim itu harus saling menguatkan? Jadi, mulai sekarang, kita harus saling berbagi cerita." Naira melemparkan senyum manisnya pada Darian. Lelaki itu bersyukur, karena bertemu wanita selembut Naira. "Baik, aku setuju." Naira tersenyum, ada kelegaan di hatinya. Darian seperti sosok malaikat yang mampu menenangkan dia.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD