Gombalan Receh

1053 Words
"Darian, aku pergi dulu. Aku harus ke kampus. kamu tidurlah. Eh, kamu makannya apa? Biar aku siapkan." Naira tampak mengkhawatirkan Darian. ‘Aku telah merapikan diriku. Bagaimanapun Darian adalah peliharaanku sekarang, meskipun dia bukan sepenuhnya kucing. Sebelum pergi ke kampus, aku harus memberinya makan. Jika kucing asli memiliki ibu yang galak dan ganas saat anaknya di jahati, Darian pasti juga punya ibu. Aku takut ibunya akan marah kalau aku tidak memperlakukan Darian dengan baik.’ Pikir Naira "Aku makan daging mentah, ikan mentah, cicak,,apa saja yang bisa di makan," sahut Darian dengan setengah badan masih tertutup selimut, tetapi posisinya duduk di atas ranjang. Mata Darian memang berbeda dengan mata manusia pada umumnya, seperti kucing, matanya berwarna kehijauan dan sedikit kuning. Naira diam-diam memperhatikannya, wajahnya sangat tampan, Alisnya tebal, matanya yang tidak biasa dengan tatapan mempesona, hidungnya mancung, bibirnya juga begitu seksi, berwarna sedikit kemerahan alami. Bahkan di kampusnya, tidak ada pria setampan Darian. Bahkan Ardan tidak sebanding dengannya. "Tidak Darian. Jika kamu mau tinggal di rumahku, jangan makan makanan seperti itu lagi. Kamu makan makanan manusia saja, daging yang matang, ikan yang matang, Kamu setuju?" Tentu saja Naira tidak akan membiarkan Darian memakan makanan seperti itu, selain jorok, Naira juga ingin Darian bisa beradaptasi saat menjadi manusia. "Baiklah, aku akan mencobanya, Naira. Terima kasih." Darian tampak menerima sarannya dengan baik. Darian tersenyum manis pada Naira. Gadis tidak tahu apa arti senyumannya itu. Perlahan Darian bertindak seakan ingin membuka selimut yang menutupi bagian bawah tubuhnya. "Stop, Darian!" Naira setengah berteriak, sampai mengagetkan Darian. Aduh, jantungku bisa copot kalau dia sampai bertelanjang di hadapanku.Batin Naira. "Pakai bajumu itu, sudah ku siapkan di pinggir ranjang, itu milik kakakku. Aku pergi dulu. Oh ya, jangan bertelanjang di depan seorang gadis atau siapapun, itu tidak sopan Darian." Naira segera berbalik dan meninggalkan pria itu. Naira merasa dirinya sudah terlambat beberapa menit untuk sampai ke kampusnya yang lumayan jauh letaknya dari rumahnya. "Bi, tolong siapkan makanan, masukkan ke kamarku." pinta Naira sebelum pergi. "Tapi, Non Naira akan pergi, siapa yang mau memakan makanannya, Non?" "Kucingku, Bi. Tolong ya, satu porsi makanan orang dewasa, kucingku kelihatan sangat lapar, jangan lupa, kasih daging dan juga ikan." Naira segera mengambil sepatunya di rak dan memakainya cepat-cepat. Naira sempat melihat si Bibi sedang menyiapkan makanan yang di mintanya. ‘Pasti dia merasa aneh, mana ada kucing makan sebanyak itu, tetapi bagaimanapun, bibi akan tetap mendengar apa yang aku perintahkan.’ Batinnya lagi. "Kalau begitu, aku pergi dulu, Bi. Jangan lupa pesanku tadi. Aku akan pulang beberapa jam lagi. Pakaian kakak yang ada di pinggir ranjang, biarlah di sana, jangan di pindah kemanapun." Pesannya sebelum akhirnya keluar dari rumah. "Baik Non, Non Naira tidak makan dulu? Sarapan sudah siap, Non," bibi mengejar Naira, wanita itu memang paling perhatian, bahkan lebih perhatian di bandingkan mamanya. "Aku makan di kampus saja, Bi. Sudah telat." jawab Naira sambil berlalu. Dia menghidupkan mesin motor metik pemberian ayahnya saat Nadira berulang tahun karena saat itu Nadira merengek untuk di belikan sepeda motor saja, Naira sungkan naik kendaraan umum apalagi harus di antar oleh sopir ayahnya. Naira melajukan motornya keluar dari area halaman rumahnya yang sedikit luas. Naik motor adalah kebahagiaan tersendiri untuknya. Itulah kenapa saat ayah menawarkan pada Naira sebuah mobil, tetapi gadis itu menolak dengan keras. Naira trauma terhadap mobil. Kakaknya meninggal karena kecelakaan mobil, tante dan pamannya juga cacat karena kecelakaan mobil. Meskipun motor juga tidak menjamin keselamatannya, Naira tetap lebih nyaman menggunakannya. Tin! Tin! "Woy, Naira, makin cantik aja lu!" suara cempreng milik Boy. Seorang cowok yang suka tebar pesona. Setiap hari selalu bertengkar Naira dengannya. Kerjaannya tidak ada yang lain selain menggoda, benar-benar unfaedah. "Boy, masih pagi. Gue enek dengerin celotehan lu yang nggak mutu. Kebanyakan makan micin kali ya, jadi kerjaan lu cuma gombal sana, gombal sini!" Omelnya karena kesal. Satu kelas, dia mahluk yang paling Naira hindari. Kenapa? Karena dia itu selalu bikin Naira naik darah. Suka mengaku kalau dia itu pacar Naira, padahal mereka tidak ada hubungan apapun. Rasanya Naira ingin memberi Boy sambal, tapi sayang, dia bukan rujak. "Kalau ngambek gitu, suer, lu makin cantik. Semesta mengakui itu, Naira.." Boy tertawa. Apa tujuannya juga tidak jelas. dia menertawakan Naira, atau apa yang membuatnya tertawa, Naira pun tidak mengerti. "Boy, gombalan recehmu di jual nggak akan laku, gue di kasih juga ogah. Sana-sana, jauh-jauh dari gue, ntar dikira lu pacar gue, takut ntar oppa-oppa ganteng mau deketin gue," Naira mencoba mengusirnya. Gadis itu kesal kalau pagi hari sudah bertemu cowok abstrak itu. Bawaannya jadi pengen marah-marah. Boy itu selain nyebelin juga hobi stalker. Setiap Naira posting apa saja, dia pasti pertama like, lalu komen panjang lebar dengan kata-kata alay bin lebay. Apalagi kalau Naira posting foto, pasti dia pungut tuh foto, di jadiin wallpaper ponselnya seminggu. Begitulah gilanya si Boy. Bikin pusing tingkahnya. "Baiklah cantik, gue duluan. Kalau udah nyampe kelas, kirim pesan ke gue. Gue ada di kantin, ntar gue bawain sebiji donat buat lu." Celotehnya. Benar-benar kurang kerjaan. Yang benar saja, Naira harus mengirim pesan pada orang seaneh dia demi sebiji donat. "Terserah lu, Boy! Sana enyah! Kagak usah nongol lagi bila perlu!" Naira menggelengkan kepala berulang dengan tingkah Boy. Deg, deg, deg. Duh, jantung Naira berdetak kencang, di depannya ada senior idolanya, Ardan. Anak band, ketua BEM dan beberapa organisasi di kampus.Setiap dia datang, reaksi para cewek sudah seperti melihat aktor korea. Sayangnya, dia tidak memusingkan itu. Selain itu Ardan orangnya dingin, dia juga tidak ada ramah-ramahnya. Hanya tersenyum di saat-saat tertentu, juga pada orang-orang terdekatnya dan itu sukses menyedot perhatian hampir sembilan puluh persen siswi di kampus Naira. Bagaimana kalau Darian yang mereka lihat? Ck, mendadak Naira teringat manusia kucing itu. Saat jadi kucing ataupun manusia, dia sempurna. Ganteng maksimal, di bandingkan dengan Ardan sih, jauh. Kalau saja Darian itu manusia, pasti sudah Naira jadikan pacar. Duh, Naira, sadar! Darian itu bukan manusia dan selamanya dia setengah kucing. Pacaran dengannya jelaslah tidak mungkin ‘Kira-kira, Darian sudah makan belum ya? Dia sudah pakai baju kakak atau masih bertelanjang memamerkan perut kotak-kotaknya? Astaga Naira, otakmu mulai kotor! lupakan.’ Naira memukul kepalanya sendiri. Tanpa terasa ia sampai juga di kampusnya. Naira memarkirkan motornya segera. Gara-gara memikirkan Darian, Naira jadi melewatkan kesempatan menyapa Ardan. Meskipun dingin, dia masih mau menjawab kalau di sapa. "Naira!" Sahabat Naira, Dita, memanggilnya dari dekat mobil Pak Umar, dosen mereka. Naira membalas senyum dan menghampirinya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD