Dan memang benar seperti dugaanku, Nia memang orang yang supel dan enak di ajak bicara. Mulai dari pembahasan tentang Dante sampai pada pembahasan tentang dirinya yang awalnya tidak mau menjadi pengawal, karena dia juga merupakan seorang perempuan.
Kita berdua sudah selesai mandi, sudah memakai bathrobe juga, saatnya kita merias diri. Baru saja kita keluar dari ruangan mandi, Dante sudah menunggu di luar ruangan. Nia telah memberiku sebuah tips untuk melawan Dante, yaitu tidak terlalu peduli padanya, mengabaikannya.
" Kenapa lama sekali?. Kita ke sini untuk makan malam, bukan untuk ber-"
" Hiko, tolong beritahu bosmu untuk menunggu. Perempuan memang butuh banyak persiapan" Ucapku mengabaikan ekspresi yang sekarang ini keluar dari Dante. Sebenarnya aku juga kasihan dengannya yang menunggu kami sudah cukup lama, tapi tidak ada salahnya juga untuk menggunakan tips dari Nia, katanya ini demi masa depanku, demi kejelasan hubunganku yang sebenarnya.
" Apa maksudmu, Ana?"
" Aku belum melakukan apa-apa, kami berdua baru saja selesai mandi. Kamu mau melihatku makan malam dengan keadaan yang seperti ini? di depan semua pengawalmu?" Ku berikan pertanyaan beruntun kepada Dante. Ia terlihat frustasi, sepertinya sudah terpengaruh oleh ucapanku.
" Oke, kalau begitu cepat gunakan pakaianmu. Aku akan menunggu"
Kasihan sekali, dia selalu menungguku. Apakah aku sanggup melakukan tips dari Nia?. Semoga saja bisa, pelan-pelan.
" Tidak perlu. Kami, maksudku aku dan Nia akan membutuhkan banyak waktu. Mungkin kamu bisa berkeliling kota sambil menunggu kami selesai merias diri" Ucapku cukup tega.
" Astaga.."
" Ayo, Nia!" Aku mengajak Nia untuk masuk ke ruangan tempat semua perlengakapan kecantikan berada. Sesampai di dalam, aku menutup pintu erat, bahkan menguncinya. Bersandar di benda persegi panjang itu, dan menetralkan perasaanku yang masih saja terpikirkan oleh ekspresi yang di tampakkan oleh Dante.
" Ada apa Cinta?"
" Tidak. Aku hanya merasa tidak tega dengannya. Gila! ide yang kamu berikan sangat gila!" Ujarku, dan mulai memilih pakaian yang akan aku gunakan malam ini.
" Ini bukan ide yang gila, Cinta. Tapi realistis!. Kamu harus melakukannya dan jangan pernah lupa karena aku tidak bisa menjagamu di setiap waktu dan tempat, aku memiliki batasan apabila kamu sudah bersama Dante. Begini, aku memang adalah bagian dari keluarga Dante, tapi pada dasarnya aku juga perempuan yang mengerti dengan perasaanmu sekarang yang dijadikan sebagai perempuan seperti itu. Aku mengerti, karena itu kamu harus punya pawang untuk dirimu sendiri untuk jangan terlalu jatuh pada pesona Dante" Nia memberiku nasihat sama seperti ibu. Oh ibu, semoga engkau cepat siuman. Aku ingin menceritakan banyak hal kepadamu.
" Aku tahu aku salah, Nia. Tidak ada perempuan di dunia ini yang mau dijadikan sebagai perempuan yang rahimnya di sewa, tidak ada. Tapi aku butuh uang, saat itu. Ibuku sedang sakit dan sangat membutuhkan uang untuk melanjutkan pengobatannya" Aku mulai melow dengan keadaan ini. Jika sudah bersangkutan dengan ibu, rasanya aku menjadi pribadi yang berbeda.
" Maka dari itu, kamu harus mengendalikan Dante, Cinta!. Dia sudah memiliki seorang istri yang sewaktu-waktu akan sangat tidak menyukaimu. Kamu tentu tahu betul kalau seorang istri tidak ingin suaminya menjadi miliki perempuan lain. Ini belum telat bagimu, Cinta. Istrinya sama sekali tidak peduli dengan Dante, maka kamu harus miliki ia seutuhnya. Aku akan mendukungmu!"
Aku memeluk Nia. Baru saja mengenalnya sudah membuatku sangat nyaman di dekatnya. Dia sangat baik dan sangat perhatian, membuatku selalu ingin di dekatnya.
" Terima kasih sudah mau menjadi temanku, Nia. Terima kasih sudah sangat perduli denganku. Aku berjanji tidak akan membuatmu kecewa. Tapi aku juga mohon sama kamu, kalau suatu hari nanti aku sudah melakukan hal yang sudah di luar batas, tolong ingatkan aku" Aku menangis di pelukannya.
" Tentu saja, Cinta. Sudah sudah, sekarang waktunya kita merias diri atau nanti Dante akan mengamuk dan menghancurkan tempat ini" Ucapan Nia membuatku tertawa. Aku jadi penasaran, bagaimana ekspresi Dante ketika murka?. Semoga saja dia tidak seperti itu selama setahun aku di sampingnya.
" Hahaha,. ayo Nia!"
***
Aku memang tidak mempunyai bakat dalam hal merias diri, bahkan selera pakaian yang aku pilih pun sangat buruk hingga Nia menertawakan pilihanku. Alhasil sekarang aku tidak bisa menjadi seseorang yang berguna, setidaknya untk merias diri pun aku tidak bisa. Nia lah yang melakukannya, mulai dari memilih pakaian yang bagus untukku sampai dengan merias wajahku. Nia memang berbakat, sayangnya dia tidak mengenal banyak warna. Dia hanya memakai pakaian yang hitam, warna yang elegan namun cukup aku benci karena mengingatkanku akan kematian.
" Kamu tidak mau memakai pakaian yang lain, Nia?" Tanyaku, kali aja Nia mau menggantinya.
" Tidak. Ini pakaian yang paling cocok untukku. Kamu tahu? Aku terihat keren kalau sedang memakai pakaian ini" Nia tertawa menceritakan seleranya yang sangat aku tidak sukai.
" Sebenarnya kalau aku di minta untuk menilai, pakaian ini sangat tidak cocok untukmu, Nia. Kamu yang cantik dan memiliki pemikiran yang sangat bagus, seharusnya kamu memakai pakaian yang elegan yang bisa mencerminkan seorang perempuan seutuhnya. Aku sangat berharap suatu hari nanti kamu memiliki seseorang yang dapat menerimamu apa adanya, dengan pekerjaanmu sekarang. Oh iya, nanti kalau kamu menikah, kamu akan berhenti menjadi pengawal seperti ini?" Tanyaku. Mungkin aku sedikit melenceng hingga membuatnya terdiam dan tidak bisa menjawab pertanyaanku.
" Maafkan aku kalau kelewatan"
" Tidak. Aku hanya memikirkan saja tentang masa depanku. Apakah ada orang yang mau menerimaku dan benar-benar menyukaiku?" Pertanyaan Nia membuatku tertawa.
" Hahaha... pasti ada!. Aku sangat yakin akan hal itu" Ucapku.
Nia memang sangat pandai dalam segala hal. Dia membuatku menjadi seperti orang yang berkelas dengan beberapa riasan yang ia aplikasikan padaku. Aku sangat tidak setuju sekali dengan ucapannya yang mengatakan kalau tidak ada yang menyukainya. Kalau saja aku laki-laki, mungkin aku akan mempersunting Nia untuk ku jadikan seorang istri.
" Kamu sangat terlihat cantik, Cinta. Aku sangat yakin kalau Dante akan jatuh cint berulang kali kepadamu" Ucap Nia yang membuatku melayang. Benarkah seperti itu?.
" Ah ini semua juga berkat tangan ajaibmu. Aku tidak mungkin akan seperti ini kalau bukan tanpamu"
" Hmm.. lebih baik kita keluar sekarang dan menemui Dante. Pasti tanduk sudah muncul di kepalanya. Dia sangat tidak suka menunggu terlalu lama" Bisik Nia.
Kami keluar dari ruangan perlengkapan kecantikan itu dan menuju meja dinner tadi. Dan memang benar, Dante menunggu dengan raut muka yang sangat tidak enak di pandang. Ingin sekali rasanya tertawa melihat ekspresi itu, tapi rasanya ini bukanlah waktu yang tepat untuk itu.
" Dante" Ia tidak merespon.
Tiba-tiba ia menepuk tangannya, sontak beberapa makanan yang di bawa oleh beberapa orang menghampiri kami. Setelah itu, aku begitu takjub. Aku kira kayu yang di tancapkan sebanyak 4 itu hanya sebagai hiasan saja, akan tetapi sebagai penyangga kain yang akan menutupi makan malam kami. Sangat romantis. Makan malam berdua dengannya, dengan pakaian yang sangat bagus, dengan lilin di tengah-tengah meja, kain penutup sehingga memberikan privasi bagi kami berdua, dan yang paling aku sukai adalah alunan musik yang mulai mengiringi makan malam kami.
" Kamu masih marah ya?" Tanyaku pelan. Ia hanya menatapku, membuat nyaliku sedikit menciut. Aku menunduk, hanya memainkan kuku ku.
" Maafkan aku kalau aku salah" Ujarku. Astaga, ini bukanlah tips yang di sarankan oleh Nia.
Dante berdiri, membuatku semakin khawatir.
" Kalian tinggalkan kami berdua!" Aku terkejut dengan ucapan Dante, sangat terdengar nyaring.
" Kamu kenapa tadi bersikap seperti itu kepadaku?" Tanya Dante tiba-tiba bersimpuh di depanku, memegang tanganku yang sedang bergetar.
" Kamu ketakutan?" Tanya Dante lagi. Anehnya aku tidak bisa mengatakan apapun, aku membungkam.
Tiba-tiba Dante memelukku. " Maafkan aku karena sudah membuatmu ketakutan. Sekarang aku lah yang ketakutan karena kamu tiba-tiba saja berubah kepadaku. Aku khawatir kamu meninggalkanku, Ana" Bisik Dante saat memelukku.
Apakah aku bisa mengabaikannya jika dia saja takut kehilanganku?.