7

1239 Words
"Ayo masuk.. ntar kalo adek gue nanya aneh-aneh lo tinggal pelototin dia aja," Ucap Adam sambil membuka pintu rumahnya.   "Gile aje gue berani melototin anak orang." Kecuali Adam baru Uci leluasa mempelototinya. Benar begitu kan Ci? Baru saja mereka masuk ke dalam rumah yang sangat rapi itu, seorang anak perempuan berbaju biru-putih langsung menyambutnya. Uci tampak canggung saat berkenalan dengan anak yang ternyata mempunyai nama belakang sama dengan adam, Ralin Abriana Chavali. Sebaliknya anak yang lebih suka menyebut dirinya Bian ketimbang Ralin itu tampak antusias karena selain tidak pernah mendapat kasih sayang ibunya, ia juga tidak punya saudara perempuan. Sebelum kembali berangkat ke kampus dengan terlebih dahulu menuju bengkel, Adam mengingatkan keduanya yang mulai akrab agar tidak lupa waktu. Terutama pada Bian, ia meminta adiknya untuk tidak mengganggu Uci dulu dan sebagai gantinya ia akan memberikan mereka waktu untuk bercerita lain kali. Lain kali? Tentu harus ada lain kali untuk Adam dan Uci. Adam akan pastikan Uci merasa berhutang padanya setelah ini. "Kakak satu kelas sama Abang?" tanya Bian yang masih penasaran kenapa Abang kesayangannya membawa pulang seorang kakak-kakak cantik. "Ga dek.. beda jurusan malah. Ini maaf kalo kakak jawab pertanyaan kamu ga noleh ke kamu ya." Bian mengangguk, asal Kak Uci menjawab pertanyaannya sih tidak masalah. "Ooh ya?? Kok bisa kenal Abang? Emang Kakak jurusannya apa?" "Fisika, ya bisalah kan kami satu kampus." "Oo.. kok bisa pelajarannya sama kayak Abang?" "Ga tau juga dek.. besok kakak tanya dosennya dulu ya," jawab Uci setengah geli. Ia tidak yakin mau bertanya pada dosennya demi menjawab rasa penasaran Ralin Abriana Chavali. >>>  "Halah.. banyak gaya lo sekarang, Dam," cibir teman Adam yang kesal karena tawaran futsalnya ditolak. "Bukan banyak gaya Yud.. ga mungkin gue ningalin Uci di rumah sama Ralin yang cerewetnya minta ampun, belum lagi kalo bokap pulang dan nemuin dia. Cewek itu ga terlalu mahir bermanis ria." "Seriusan lo?? Kalian udah sedekat itu? Kenapa ga lo bilang aja kalo lo suka? Tunggu apa lagi?" Tanya Yuda menggebu. Temannya ini pernah pacaran ga sih? Pernah dapat pelajaran soal mepet cewek ga sih? "Karena cewek itu pasti lari kalo digituin, biar dia yang sadar sendiri kalo dia butuh gue," jawabnya penuh maksud. Setelah mengucapkan salah satu kalimat penuh percaya diri dalam hidupnya Adam meninggalkan pelataran parkir jurusannya dan memacu motor cowok versinya. Ia sangat bersyukur dengan kebodohan gadis yang mungkin sedang menunggu bantuannya itu karena kalau tidak, mungkin butuh waktu yang cukup lama untuk bisa bertemu dengan gadis itu lagi. Ya hari ini, 17 september adalah hari pertama mereka bertemu semenjak insiden futsal bulan lalu. Adam tak menyangka dugaannya tentang betapa akwardnya suasana di antara dirinya dan Uci ternyata salah karena buktinya ia masih bisa kesal dan setengah meneriaki gadis itu. Uci juga masih bersikap sama seperti mereka chating ataupun saat melakukan video call. Adam sampai di rumahnya dan mendapati adiknya sedang menyirami bunga. Sementara bian yang melihat Abangnya pulang dengan kantong plastik yang sepertinya berisi makanan langsung mendekati sang Abang. "Bang.. pacar Abang ketiduran tuh.. Abangsih pulangnya kok udah jam segini." "Siapa bilang dia pacar Abang? Papa pulang ya? Kamu ngapain nyiram bunga? Ga liat langitnya udah mau hujan?" "Pertanyaan yang mana yang harus dijawab duluan Bang?" Tanya bian dengan tampang kesal. Abang selalu bertanya dan memberikan banyak perintah padanya dalam satu waktu. Kedua kakak beradik itu masuk ke dalam rumah, Adam berjalan lurus ke ruang belajar sedangkan Bian menuju dapur. Rumah ini memang punya ruangan khusus untuk belajar. Papa mereka lebih suka menggunakan ruangan di rumah ini untuk  hal-hal yang bermanfaat. Belajar misalnya. Adam mendapati Uci tidur dengan berbantalkan keyboard laptopnya ketika ia sampai di sana, langsung saja ia menyusul Bian ke dapur untuk meminta bantuan. "Dek.. bantuin Abang pindahin kepala Kak Uci dong." "Dih.. ‘kan pacar Abang? Ciee perhatian juga ya," ejek adiknya Adam tapi masih menuruti perintah Abang kesayangannya itu. "Masa abang kamu ini megang-megang anak orang yang lagi tidur?" ujar Adam beralasan. "Kalo lagi ga tidur baru boleh ya, Bang?" "Hush.. mau dikaduin Papa ya?" ancam Adam sambil mempelototi adiknya yang baru beranjak dewasa itu. Adam yang sudah selesai mandi kembali ke ruang belajar dan masih mendapati sepasang mata itu tertutup. Lalu ia mengambil alih laptop beserta apa yang sudah dikerjakan oleh gadis itu. Terntaya gadis itu sudah menyelesaikan semuanya, tidak sia-sia ia harus membalasi chatnya Uci selama kelas berlangsung agar tidak mendapat amukan gadis ini yang berakibat pada sulitnya Adam untuk bertemu dia lagi di masa depan. Selanjutnya Adam merapikan badan program itu karena menurutnya hasil ketikan Uci cukup berantakan. Ia juga sudah lama tidak memakai aplikasi yang sudah menjadi makanannya di semester satu itu, hitung-hitung nostalgia, begitu pikir Adam. Tidur Uci terusik mendengar suara keyboard yang tak jauh dari telinganya. Langsung saja ia menegakkan kepalanya dan mempelototi Adam. "Ngapain lo???" "Iya sama-sama," ucap Adam seolah barusan Uci mengucapkan terimakasih padanya. "Makasih Adam, tapi itu lo apain kerjaan gue seharian?" "Selow dong, yang," Adam memberikan laptop beserta cargerannya pada Uci. Mereka sudah membicarakan hal ini sebelumnya, tentang Uci yang akan memakai benda itu untuk seminggu ini. Tapi tentu dengan perdebatan karena Uci tak semudah itu meminjam barang dari Adam terlebih mereka baru saling mengenal. Oke coret kata baru, melihat bagaimana mereka berinteraksi . "Lo beraninya cuma di kandang ya?" "Di kira gue hewan. Ayo gue temenin pulang lo ga tau ini udah malam?" Akhirnya Uci pulang dengan pengawasan dari Adam. Mereka mengendarai motor masing-masing. Setelah mereka pamit pada Bian tadi, Adam sudah meminta gadis itu untuk tetap beriringan dengannya. Beberapa kali Adam sempat kehilangan Uci karena lampu merah dan macet. "Cewek... cewek..." goda Adam yang kembali bisa mengiringi Uci dari belakang. Sedang orang yang dipanggil hanya memperhatikan bagaimana tinggah penyelamatnya hari ini melalui spion kanan dengan tampang datar. Setelah melewati perempatan di daerah yang Uci sendiri pasti tidak tau namanya –Uci memang setidak pedulian itu orangnya, baru gadis itu mengeluarkan suaranya. Melihat tempat favoritnya yang tidak terlalu ramai, ia mengajak Adam makan. "Gue ga suka dibayarin cewek, Ci.. kecuali itu cewek gue dan itupun dia harus ngerayu gue dulu supaya gue mau dia yang bayarin makan kita." Itu jawaban Adam yang sudah mensejajarkan motor mereka. "Gue bukan cewek lo, Dam, dan gue ga bakal ngerayu lo supaya ntar makannya gue yang bayar." "Ya makanya.. ga usah ajak-ajak gue makan.. loh kok lo berenti?" Tanya Adam heran. "Udah nyampe gue." "Oke gue balik ya.." "k*****t lo... belum jug ague ijinin pulang," gerutu Uci pada angin yang ditinggalkan Adam. "Jatuh tau rasa lo!" tambahnya lagi setelah menyadari seberapa besar kelajuan motor cowok itu. Setelah menjelaskan kenapa ia pulang terlambat pada sang Mama dan minta maaf atas ucapannya kemaren, anak bungsu keluarga Pak Arifin itu dipaksa makan. Bahkan setelah menjelaskan kalau dia tidak terlalu lapar karena memakan makanan milik Bian tadi di rumah Adam, sang mama tetap datang ke kamarnya dengan sepiring nasi. Alhasil gadis yang sedang menggeledah laptop Adam, yang menemukan banyak video cover lagu-lagu barat dan juga sedang mendengarnya melalui earphone itu disuapi sang Mama. "Telinganya ga usah ditutup Ci.. Mama kan mau ngajak kamu ngomong," ucap Vivi pada anaknya yang langsung mematuhi permintaannya. Ibu dan anak itu kemudian larut dalam obrolan mereka ditemani suara Adam yang tidak bisa dikatakan biasa saja. Mereka membicarakan banyak hal mulai dari kenapa Uci bisa berakhir di rumah Adam, kenalan dengan Bian yang ternyata sangat disukai oleh anak bungsunya Dokter Vivi tersebut, mungkin karena dia tidak punya adik. Sampai pada Bima dan permintaan sang Mama untuk tidak menyulut emosi saat bersama Abang nya itu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD