Dengan jantung tak nyaman, Ziva memegang handle pintu. Kalau saja benar Prity yang muncul, Ziva sudah menyiapkan kata-kata yang akan ia lontarkan. Ia juga sudah tahu sikap seperti apa yang harus ia tunjukkan. Ziva terkejut melihat tamu yang datang, bukan Prity. Dugaannya salah. Lehernya serasa tercekat menatap Ammar yang kini berdiri tegak di hadapannya. Baru saja Prity mengatakan supaya Ziva menjauhi Ammar, eh lha sekarang malah Ammar yang mendatanginya. Berarti bukan salah Ziva bukan? Ziva membatin penuh kemenangan. “Tuan Muda?” mata Ziva membulat lebar saat menyebut nama itu. Tatapan mata Ammar tampak nanar dan berapi-api. “Ziva, aku minta maaf. Aku sudah menjadi penyebab atas masalahmu. Seharusnya aku tidak mencium kamu, sampai akhirnya malah kamu yang disalahkan.” Ammar menatap Ziv