Sore itu, Ziva pulang ke rumah menemui ibunya. Semenjak ia tinggal di rumah orang lain, Ziva kerap kali merasakan rindu. Perasaan itu muncul tanpa jeda. Berbanding jauh dengan perasaannya dulu yang tidak memiliki ruang rindu karena setiap hari bertemu ibunya. “Ma, Ziva capek banget kerja di sana. Ziva mesti nyetrika baju, nyuci baju. Itu kan nggak pernah Ziva kerjain selama ini.” Ziva menjatuhkan kepalanya di d**a sang ibu. “Mungkin ini cara Tuhan mendewasakanmu, memperbaiki akhlakmu, juga menguji imanmu.” Maryam, ibu Ziva mengelus rambut panjang putrinya. Iman? Memangnya selama ini ia punya iman? Owalaaah… Kemana imannya pergi selama ini? Bola mata Ziva menatap sisi dinding yang catnya sduah mengelupas, juga plafon yang tripleknya sudah menganga, handle pintu rusak dan tidak bisa dikun