Tragedi Berdarah

1003 Words
Akane memperhatikan dirinya di depan cermin, mengarahkan fokus pada perut buncitnya. Gadis itu berputar-putar di depan cermin bak seorang model, tepatnya model peragaan busana wanita hamil. Ia tak sabar untuk segera menjadi istri Takashi dan ibu untuk bayi yang tengah dikandungnya. Gadis itu semakin semangat saat membayangkan dirinya dan Takashi akan hidup bersama bersama buah cinta mereka. Entah setan apa yang sedang merasukinya, lagi-lagi ia tiba-tiba teringat dengan foto yang ditemukan di laci meja. Padahal baru saja perasaannya dipenuhi rasa suka cita. Akane menjadi panik sendiri saat menduga bahwa foto itu masih berada di tempat ia menemukannya. Ia kembali mencari foto tersebut dan sesuai dugaan, benda itu masih ada di sana. Air mata kembali berlinang. Tadinya ia mengira bahwa Takashi sudah menyingkirkan benda penyebab masalah itu. Namun, ternyata pacarnya itu sama sekali tak melakukan hal tersebut. Berbagai dugaan menghampiri pikirannya. Akane, dia sama sekali tidak mencintaimu. Dia terpaksa menikahimu karena kamu hamil. Lihat saja, dia masih saja menyimpan foto perempuan itu, ‘kan? Jangan bodoh! Kamu akan diceraikannya setelah melahirkan. Ia akan membawa anakmu pergi dan menikahi perempuan itu, bisik hatinya. Ungkapan-ungkapan kecurigaan itu terngiang-ngiang di telinganya. Gadis itu sangat emosi. Refleks Akane mengepalkan tangan dan meninju perutnya berkali-kali. Air mata terus luruh bercucuran dari mata sipitnya. Dengan hati yang terluka dan kalut, ia mencari sesuatu dari laci dan menemukan sebuah gunting. Diraihnya baju pengantin itu dan dirobek-robeknya. "Aku benci kamu, Taka-kun! Aku benci kamu Fitri-san! Aku benci kaliaan!" Akane berteriak sekuat tenaga sambil terus memukul diri sendiri. Setelah puas memukuli diri, Akane bergeming sejenak. Kemudian kedua matanya menerawang. Air kesedihan tak berhenti mengalir dari sana. "Taka kamu tidak mencintaiku. Lebih baik aku mati bersama bayi ini,” ujarnya sambil mengelus perutnya pelan, sementara air matanya masih terus mengalir. “Maafkan aku harus membawamu mati bersamaku,” Akane masih mengelus perut dan terisak, kemudian memejamkan mata dan menusukkan gunting kecil itu. Tubuh gadis itu ambruk dan cairan berwarna merah terus mengalir dari perut yang telah cabik itu. Darah segar mengubah sobekan gaun pengantin berwarna putih itu menjadi merah tragis. *** Takashi berhenti di depan pintu. Ia bergeming sejenak, kemudian tersenyum-senyum dan mengembuskan nafas dengan lega."Akane pasti sangat senang menerima cincin ini. Ah, aku benar-benar tidak sabar melihat senyum di bibirnya." Ia benar-benar bahagia saat itu. Wajahnya berseri-seri saat membayangkan Akane tersenyum senang saat menerima cincin yang diberikannya. Perlahan dibukanya pintu kamar. Namun, ia tak melihat sang kekasih. Ia menduga bahwa gadis itu sedang di kamar mandi. Ia berjalan ke arah tempat tidur dengan mengendap-endap. Ia tak ingin Akane mengetahui kedatangannya. Takashi ingin memberi kejutan. Belum sempat ia duduk. Tiba-tiba, kedua matanya menangkap sebuah pemandangan yang sangat mengagetkannya, mendapati sosok bergelimang darah di samping tempat tidur. Sontak, kotak kecil di tangannya terjatuh, tubuh pemuda itu gemetar dan air mata berduyun-duyun jatuh. Gadis yang akan diberi cincin itu tergeletak dengan gunting kecil yang menancap di perut. Dengan perasaan sangat gusar, pemuda itu mendekati tubuh berlumuran darah tersebut. “Akane! Akane! Akane!” Ia menggoncang-goncang tubuh Akane dan dengan refleks ia mencabut gunting kecil itu dari dari perut sang kekasih. Takashi bingung dengan apa yang harus dilakukannya saat itu, yang ada di pikirannya hanyalah bagaimana supaya Akane bisa kembali sadar. “Akane! Please! Akane!” Ia masih berusaha menggoncang-goncang tubuh tak berdaya itu. Namun, usahanya sia-sia karena gadis tersebut sudah tak bernyawa. Seyogyanya Takashi menyadari hal itu, tetapi hatinya masih belum bisa menerima kenyataan tersebut. Air mata semakin menderas. Sirna sudah kebahagiaannya untuk segera menjadi seorang suami dan juga ayah. Di samping jasad gadis itu ia menemukan sebuah benda yang terlihat seperti kertas yang remuk. Ia membuka remukan itu. Sebuah foto. Foto yang sangat dikenalnya. Bertambah terpukul dirinya setelah itu. Ada sesal yang menyesakkan hati. Betapa pun ia belum bisa sepenuhnya mencintai Akane, tetapi gadis itu tengah mengandung anaknya dan penyesalan terasa sangat menyiksa karena sebab dirinyalah peristiwa berdarah itu terjadi. Andai saja ia tak menyimpan foto gadis lain, mungkin peristiwa itu tak akan pernah terjadi. Sesal selalu datang belakangan. “Semua gara-gara kamu,” ujarnya sambil menunjuk gadis berjilbab di foto yang sudah remuk itu. Dengan emosi ia merobek foto tersebut hingga terbagi dua. Kemudian ia meremuknya kembali dan melempar foto itu."Suada-chan seandainya kita tak pernah bertemu. Aku tak akan melihat ini. Aku dan Akane bisa bahagia bersama. Aku benci kamu Suada-chan." Takashi terisak saat mengatakan kalimatnya. Pemuda itu kembali menggoncang-goncang tubuh sang kekasih, masih berharap gadis itu tak benar-benar meninggal. “Akane! Maafkan aku, Sayang! Akane bukankah kita akan menikah? Akane aku ingin kita bahagia bersama. Akane bangun! Akanee! Akanee!” Pemuda itu berteriak keras sambil memeluk jasad berlumuran darah itu. Teriakan pemuda itu didengar oleh penghuni apartemen yang lain. Tidak butuh waktu lama, kamar yang awalnya hanya terdengar teriakan Takashi, kini sudah dipenuhi oleh ingar-bingar suara para tetangga yang kaget dengan tragedi itu. “Apakah ini pembunuhan?” tanya gadis ramping yang masih mengenakan handuk itu. “Sepertinya bunuh diri.” Wanita yang sedikit gemuk yang berdiri di sebelahnya ikut menduga. “Jangan-jangan Umehara-san yang membunuh pacarnya.” Gadis ramping yang masih mengenakan handuk itu kembali berargumen. “Jangan menduga-duga! Tidak baik menuduh sembarangan. Harus ada bukti jika ingin membuat kesaksian. Aku akan telepon ambulans dan polisi dulu,” ujar laki-laki berkumis tebal yang berdiri tak jauh dari wanita-wanita penggosip itu. Beberapa menit berselang, suara ambulans berpacu dengan suara sirine mobil polisi mendekati apartemen tersebut. Awalnya Takashi diperiksa sebagai tersangka karena ada sidik jarinya di gunting yang menusuk perut Akane. Namun, setelah diperiksa keakuratan alasan Takashi dan hasil rekaman CCTV yang memperlihatkan Takashi keluar dan masuk lagi ke kamarnya dengan waktu yang sangat berbeda. Di mana Akane diperkirakan meninggal dua jam sebelum Takashi datang dan Takashi keluar dari kamarnya sudah lima jam yang lalu, sehingga akhirnya ia hanya diminta polisi untuk memberi keterangan sebagai saksi. Kepada polisi ia menceritakan bahwa ia sangat sedih dan menyesal karena gadis yang akan dinikahinya itu bunuh diri dilatarbelakangi rasa cemburu padanya. Polisi yang menginterogasi mengangguk-angguk paham. Sementara para polisi wanita yang duduk di belakang polisi yang menginterogasi tersebut terlihat sedang berbisik-bisik. Wanita memang rentan dengan aktivitas bergosip.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD