SEASON 2|| BAB 3

1114 Words
Takashi terus mencoba menghubungi Fitri, tetapi nomor ponsel istrinya itu tak aktif-aktif sejak kemarin. “Kenapa ponsel, Suada-chan tidak aktif-aktif. Apa yang terjadi padamu, Sayang? Ya Allah lindungilah istri dan calon bayi kami.” Takashi menggumam sendiri dengan bahasa ibunya. Ia benar-benar tak tenang apalagi Fitri sempat membahas tentang Suzuki Satomi yang tak lain adalah nama mantan pacarnya. Hal yang membuat Takashi sangat bingung adalah bagaimana Fitri bisa mengenal Satomi, padahal hubungan dengan Satomi sudah berakhir bahkan jauh sebelum ia berpacaran dengan Hamasaki Akane. Satu-satunya mantan kekasih Takashi yang dikenal Fitri hanya Akane. Sudah dua bulan Takashi berada di Jepang. Kepulangan ke kampung halamannya itu karena ia mendapat telepon dari Umehara Yuka istri dari Umehara Saburo yang mengabari bahwa paman Takashi yang tinggal di Hoshigaya itu sedang sakit parah. Adik dari ayah Takashi tersebut sudah tak pernah terdengar lagi kabarnya semenjak Takashi dirawat oleh sang nenek setelah kedua orang tuanya meninggal. Namun, entah mendapat nomor ponsel Takashi dari mana, tiba-tiba Bibi Yuka meminta Takashi untuk segera kembali ke Jepang. Awalnya Takashi ragu untuk meninggalkan Fitri yang tengah hamil besar, tetapi atas izin Fitri, Takashi pun meyakinkan diri untuk berangkat. Entah apa yang direncanakan oleh Paman Saburo. Saat Takashi sampai di Hoshigaya, ia mendapati pamannya itu dalam keadaan sangat sehat. Takashi benar-benar merasa di permainkan, dirinya ingin langsung kembali ke Indonesia, tetapi saat mendengar alasan Paman Saburo yang cukup membuatnya luluh, akhirnya Takashi membatalkan niat tersebut. Paman Saburo mengatakan bahwa dirinya sangat merindukan Takashi. “Paman sudah mencarimu ke mana-mana, tapi tidak pernah berhasil. Paman tidak tahu rumah Obaasan-mu dan saat menemukannya ternyata Obaasan sudah meninggal dan kamu sudah pergi ke Indonesia dengan istrimu.” Paman Saburo mengatakan kalimat dengan bersungguh-sungguh, meyakinkan keponakannya itu. “Paman tahu dari mana jika aku pergi ke Indonesia dan mempunyai istri?” Kedua alis Takashi terangkat. Ia menatap Paman Saburo penuh selidik. “Dari detektif yang paman sewa, Takashi-kun. Dari detektif itu juga paman mendapat kontakmu di Indonesia.” Takashi menggangguk-angguk, ia bisa memaklumi usaha sang paman untuk mencari tahu tentangnya. Apalagi dengan kondisi finansial yang bisa dikatakan lebih dari cukup, Paman Saburo bisa dengan mudah membayar orang untuk melancarkan keinginannya. *** Seperti janjinya pada Fitri, bahwa ia akan segera menemui istrinya itu, Takashi sudah memesan tiket untuk kembali ke Indonesia. Sebenarnya ia sudah berencana akan berangkat sejak dua minggu yang lalu, tetapi karena masih dilarang Paman Saburo dengan berbagai alasan, Takashi mengundur keinginan tersebut. Sehingga hari itu ia sengaja membeli tiket terlebih dahulu sebelum meminta ijin agar Paman Saburo tidak memiliki alasan untuk melarangnya. Dengan langkah yakin, Takashi menemui Paman Saburo untuk memperlihatkan tiket dan memberitahukan rencana keberangkatannya yang dijadwalkan tiga hari lagi. Namun, tak sesuai harapannya, Paman Saburo kembali melarang Takashi dan bahkan tanpa disangka-sangka pria itu langsung merobek tiket Takashi. Tentu saja Takashi sangat bingung dengan semua itu. Apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa Paman Saburo tiba-tiba bertingkah aneh seperti itu? “Sepertinya Paman beritahu saja sekarang, Takashi-kun. Paman tidak mengizinkan kau untuk kembali lagi ke Indonesia. Tinggal saja di sini. Di negaramu.” Paman Saburo mengatakan kalimatnya dengan tegas. Kedua alis Takashi terangkat, keningnya mengernyit.“Ada apa ini, Paman? Kenapa Paman tiba-tiba melarangku? Aku punya istri di sana. Bagaimana mungkin aku tak kembali ke sana?” Ia masih belum bisa memahami apa yang terjadi. “Kau bisa menikah dengan orang Jepang. Atau kau bisa menjalin hubungan dengan wanita mana saja di sini tanpa perlu menikah. Paman tahu kebiasaanmu, Takashi-kun. Kau suka bersenang-senang dengan banyak wanita bukan. Paman tidak yakin kau benar-benar serius dengan perempuan Indonesia itu. Lagi pula, menurut informasi dari detektif paman, sejak menikah dengan perempuan yang memakai syal di kepalanya itu, kau menjadi penganut aliran sesat, ya?” “Aliran sesat?” Takashi mencoba menelaah apa yang dimaksud Paman Saburo. “Apa yang paman maksud adalah Agama Islam? Itu bukan aliran sesat, Paman! Itu agama yang paling kupercaya kebenarannya. Aku sangat mencintai Islam. Jangan hina agamaku, Paman!” Takashi mengatakan kalimatnya dengan keras, tetapi kedua matanya berkaca-kaca. Ia benar-benar tak terima mendengar agama yang sangat dicintainya dilecehkan oleh Paman Saburo. “Itulah alasan kenapa paman tak mengijinkanmu kembali. Paman tidak suka kau mempercayai agama yang aneh itu.” Sekali lagi kalimat Paman Saburo memancing amarah Takashi. “Apa-apaan ini, Paman? Berhenti melecehkan agamaku! Agamaku tak pernah mengajarkan penganutnya melecehkan agama lain! Jadi tolong hargai agamaku! Agamaku adalah pilihanku! Apa hak paman mengaturku? Jangan bersikap bodoh seperti ini, Paman. Aku bukan anak kecil! Aku bisa ke mana saja sesuka hatiku! Aku bisa memilih agama apa saja juga sesuka hatiku! Paman bukan orang tua kandungku! Jangan mengaturku!” Takashi mengatakan semua kalimatnya dengan penuh penekanan, menegaskan bahwa dirinya benar-benar mencintai Islam sebagai agama yang ia yakini kebenarannya. “Paspormu sudah paman tahan. Lagi pula kalau kau bersikeras untuk kembali ke Indonesia. Sesuatu yang buruk bisa saja terjadi pada istrimu dan calon anakmu. Dia sedang hamil, ‘kan?” Kalimat ancaman mulai dikeluarkan Paman Saburo. Secepat itu dirinya memperlihatkan kelicikannya. Kedua mata Takashi membeliak saking kagetnya. Ia tak mengerti apa yang sedang terjadi. Bukannya kemarin semua terlihat normal-normal saja, tetapi kenapa sekarang Paman Saburo tiba-tiba terlihat seperti seorang penjahat begini? “Ada apa sebenarnya, Paman? Tolong jelaskan padaku? Apa tujuan Paman memintaku kembali ke Jepang karena ini? Paman tak suka aku masuk Islam? Kenapa Paman?” Lagi-lagi Takashi menilik pria setengah baya yang berdiri di depannya itu. “Bukan itu saja, paman tidak suka kau menikah dengan orang asing.” Paman Saburo mengatakan kalimatnya dengan serius. “Excuse me, Paman. Apa hak paman melarangku menikahi orang asing hanya karena paman tak menyukainya? Sekali lagi aku tegaskan pada Paman, aku bukan anakmu. Lagi pula kita sudah lama tak bertemu. Kenapa tiba-tiba Paman menjadi sok mengaturku?!” Takashi meninggikan suaranya. “Apa pun alasanmu, kau bisa saja membahayakan istrimu jika tak patuh dengan keinginan paman, Takashi-kun. Jadi, jika ingin istri dan calon anakmu baik-baik saja, lakukan saja perintah paman. Jangan pernah kembali ke Indonesia! Lebih tepatnya, jangan pernah kembali pada perempuan Indonesia itu!” Paman Saburo berteriak. Ia seakan sangat membenci wanita Indonesia yang sudah dinikahi Takashi, padahal bia sama sekali tak mengenal Fitri. Takashi tercenung. Ia benar-benar bingung harus berbuat apa. Bagaimana mungkin dirinya tak kembali ke Indonesia, sementara di sana ia meninggalkan perempuan yang sangat dicintainya. Bagaimana mungkin ia tak kembali ke Indonesia, sementara Fitri tengah mengandung anaknya. Ya Allah, berikan hamba petunjuk-Mu. *** Footnote : Kun/san/Chan : Biasanya disisipkan di belakang nama orang. Bisa diartikan sebagai 'saudara'. Biasanya 'chan' untuk panggilan akrab untuk anak perempuan dan 'kun' untuk anak laki-laki. Mohon koreksinya jika salah :) Untuk pembaca tersayang, aku sangat berterima kasih karena sudah mau mampir di ceritaku. Silakan aja kirim kritik dan saran di kolom komentar, ya. Arigatogozaimashita :)

Read on the App

Download by scanning the QR code to get countless free stories and daily updated books

Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD