Part 8

1269 Words
Semakin malam, keadaan Azela bukannya membaik justru semakin buruk. Demam gadis itu tidak juga turun, kini disertai igauan yang terdengar begitu menyakitkan, tubuhnya meringkuk memeluk dirinya sendiri seperti bayi dalam kandungan. Zelline yang baru saja pulang seperti biasa langsung menuju kamar Azela untuk mengecek kondisi kembarannya itu. Mengernyit saat melihat tidur Azela yang tidak biasa, juga gumaman gadis itu yang membuatnya seketika khawatir. Dengan langkah tergesa dia mendekati ranjang Azela. ”Ya Tuhan, Azela. Apa yang terjadi? Apa yang kau lakukan pada tubuhmu hingga seperti ini? Inilah akibatnya jika kau terlalu keras bekerja.” Zelline keluar dari kamar Azela, tidak lama kemudain kembali dengan membawa kotak P3K, mengecek suhu tubuh Azela dan mendecak kesal saat melihat termometer itu menunjukkan angka 38. "Ck. Payah. Kau selalu seperti ini. Lihat akibatnya.” Zelline masih menggerutu, beranjak dari sana dan menempelkan plester fever dan membenarkan posisi tidur Azele sebelum beranjak keluar untuk mengganti pakaiannya. Jika sudah begini dia akan tidur bersama Azela untuk memastikan keadaan gadis itu baik-baik saja sepanjang malam. Beruntung keadaan Azela tidak semakin parah semalam, namun tetap saja demam gadis itu belum benar-benar pulih. Saat membuka mata hanya pening yang ia rasakan juga tubuhnya yang berbeda. Dia melirik jam yang sudah menunjukkan pukul setengah tujuh, membuatnya langsung reflek beranjak mengingat dia memiliki jadwal penting hari ini. Namun, kepalanya semakin pusing dan sangat mual. ”Ah. Kenapa harus sakit di saat penting seperti ini.” Azela menggumam kesal. Memijat kepalanya dan menemukan plester di sana. Tepat saat itu Zelline masuk ke kamar dengan nampan berisi semangkuk bubur, air putih juga parasetamol untuknya. ”Apa yang ingin kau lakukan dengan beranjak dari ranjang? Lupakan pekerjaanmu dulu. Tidak ada yang bisa kau lakukan dengan tubuh lemah itu.” Zelline duduk di tepi ranjang, membantu Azela untuk kembali berbaring. Namun Azela menggeleng dan menatap kesal pada Zelline. ”Tidak bisa. Aku ada agenda penting hari ini. Tidak mungkin aku tidak masuk.” Azela mendecak kesal, memejamkan matanya lelah. Kepalanya semakin berdenyut saat dia banyak bergerak. Tapi memikirkan hari ini Leonid memiliki jadwal penting dia tidak mungkin meninggalkannya. ”Sangat penting? Tidak bisa ditinggal?” Tanya Zelline dengan kening mengernyit membuat Azela mengangguk lemah. Zelline kembali mendecak dan menyentil kening kembarannya itu. ”Ya sudah. Kita lakukan seperti biasa saja. Apa yang kau khawatirkan. Aku bisa libur hari ini. Aku akan mengatakan sakit saja, aku akan memanggil dokter untukmu dan membuat surat keterangan dokter atas namaku. Right? Problem solved.” Zelline tersenyum bangga, sedangkan Azela langsung mendelik kesal. Tidak suka ide Zelline yang telah beberapa kali mereka lakukan. ”No. Aku tidak ingin membuat kesalahan hari ini.” ”Kau cukup mengatakan apa agendamu hari ini dan apa yang harus aku lakukan. Kita selalu berhasil sebelumnya. Apa yang kau khawatirkan? Dan aku tidak akan membiarkanmu turun dari ranjang. Jadi tentukan pilihanmu.” Zelline sudah menatapnya tajam, membuat Azela menghela napasnya panjang. Dia tau Zelline sangat mengkhawatirkannya, tapi rasanya setiap mereka melakukan misi itu, Azela tidak pernah tenang. ”Baiklah. Kau diam berarti kau setuju dengan ideku. Aku akan mandi, dan kau siapkan hal-hal yang perlu kulakukan hari ini. Oke, sister?” Zelline lalu beranjak dari sana, meninggalkan Azela yang mendecak kesal namun juga menuju meja kerjanya untuk menyiapkan apa yang diperlukan Zelline hari ini. Zelline kembali ke kamar Azela tiga puluh menit kemudian. Dengan tampilan yang sama persis seperti Azela. Hanya rambut mereka yang berbeda. ”Di mana rambut palsu kita. Aku lupa menyimpannya di mana.” Zelline sudah beranjak menuju walk in closet Azela dan kembali tidak lama kemudian dengan membawa barang yang dia cari. Dia mematut dirinya di ranjang, menggunakan rambut palsu yang sama persis warna dan modelnya seperti Azela. Azela yang melihat itu hanya memijit pelipisnya yang terasa semakin pening. Hatinya selalu gelisah setiap melakukan misi menjengkelkan yang kadang memang dibutuhkan seperti saat ini. ”Jadi, apa agendamu hari ini? Aku sudah siap bertemu dengan para pria tampan idaman semua perempuan hari ini. Pasti sangat menyenangkan.” Zelline sudah kembali mendekat pada Azela, memutar tubuhnya dan bangga dengan penampilannya yang sempurna. Tanpa cacat sama seperti dia adalah Azela. ”Ck. Kau hanya ingin memanfaatkan keadaan ini kan? Bukan membantuku.” Azela mendecak kesal, membuat Zelline tertawa kesal. ”Tentu tidak, sayangku. Aku membantumu, tapi aku juga bisa menikmati pekerjaanku hari ini. Kapan lagi aku bekerja bersama para pria tampan kebanggan negeri ini dengan segudang bakat. Ah, aku jadi membayangkan bagaimana membahagiakannya hari-harimu selama ini.” Zelline menerawang jauh dengan wajah yang semakin berbinar, membuat kesal di wajah Azela semakin terlihat jelas. Dia melempar bantal tepat ke wajah Zelline. ”Ayo katakan apa saja yang harus kulakukan hari ini. Kita bisa mempersingkat waktu berhubung aku sudah mengenali semua member Leonid.” Zelline kembali bersuara, membuat Azela menghembuskan napas panjang untuk ke sekian kalinya. ”Hari ini sebenarnya Geza tidak memiliki jadwal yang padat. Hanya saja mereka memiliki agenda untuk konsep comeback mereka dan mungkin meeting ini akan berlangsung hingga sore. Pegang ini, tulis semua konsep itu di buku agendaku. Ini recorder, aku ingin kau merekamnya juga selama meeting. Aku tidak ingin membuat kesalahan di kemudian hari.” Azela menyerahkan tab dan recordernya, membuat Zelline mendecak dengan suadaranya yang selalu perfeksionis. ”Ck. Kau ini, benar-benar tidak bisa mempercayaiku ya? Aku akan menulis ulang semua di sini. Tidak perlu recorder.” Zelline kembali melempar recorder itu pada Azela. Membuat Azela mendecak dan mendelik kesal. ”Ayolah, Azela. Ini hal yang biasa kita lakukan dan kita tidak pernah bertemu kegagalan selama ini. Kita selalu melakukannya dengan sempurna. Jadi hari ini jangan khawatirkan apapun. Cukup pikirkan kau harus sembuh besok, karena besok aku juga memiliki meeting penting yang tidak bisa aku tinggalkan. Jadi aku tidak bisa membantumu. Oke?” Zelline menepuk bahunya dua kali lalu beranjak dari sana. ”Baiklah. Aku percaya padamu. Awas saja jika kau membuat kesalahan atau membuat mereka curiga. Kita akan berakhir dan tidak akan pernah memiliki kesempatan yang lain untuk saling bertukar posisi.” Azela memberikan peringatan kerasnya, membuat Zelline tertawa dan mengangguk hormat. ”Oke, sister. Percayakan padaku. Aku bisa menjadi pawang untuk Tuan Geza hari ini.” Setelah kepergian Zelline, Azela hanya menghela napasnya panjang, kembali membaringkan tubuhnya dan pelan-pelan tersenyum tipis mengingat berapa banyak dirinya dan Zelline selalu bertukar posisi. Semua itu bermula saat mereka lulus SMA. Ide gila itu muncul begitu saja. Mereka memilih merahasiakan jika mereka kembar dari teman-temannya. Keduanya juga memilih kuliah di tempat yang berbeda, memiliki kehidupan masing-masing yang tidak pernah saling bersinggungan hingga detik ini. Dan semuanya berjalan begitu saja, mereka akan saling membantu dengan bertukar posisi jika keadaan mendesak. Sejauh ini semuanya berjalan dengan baik, dan Azela juga berharap itu untuk hari ini. Lalu dia melirik ponselnya yang sejak semalam mati. Menyalakannya dan langsung mendapatkan begitu banyak pesan dari Geza. Hal itu membuat senyum terbit di wajahnya. Dia hanya singkat puluhan pesan itu. -Aku datang. Tenang saja, jangan merindukanku seperti itu.- Azela tersenyum dengan tulisan yang baru saja ia ketik. Berniat menggoda Geza namun tentu saja dia tidak berani mengirimkan pesan menggelikan seperti itu, dengan cepat dia menghapus pesan itu. Namun, yang terjadi justru dia menekan tombol send dan tanda itu langsung berubah menjadi terbaca. Membuatnya terbangun seketika dan panik, pening di kepalanya tidak lagi ia hiraukan. ”Astaga! Astaga! Bodoh! Bodoh! Apa yang kau lakukan Azela? Ya Tuhan.” Azela mengacak rambutnya frustasi, semakin panik saat membaca di room chat mereka kata typing. Dan tak lama dia bisa membaca balasan Geza yang membuat perutnya langsung bergejolak. -Aku lebih dari merindukanmu, sayang. Come to me and make my day, baby.- ”Apa yang dilakukan pria itu? Argghh! Membuatku semakin sakit kepala saja.” Azela memutuskan untuk tidak membalas lagi pesan itu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD