Daya Seorang Suami

1386 Words
Dior mulai merasa beruntung dengan kecantikan yang dimilikinya, karena ternyata kecantikannya justru memudahkan jalan untuknya membalaskan dendam untuk orang-orang yang telah merusak hidupnya selama ini. “Jangan harap kamu bisa menyentuhku walau hanya sejengkal saja, apalagi sampai meminta malam pertama denganku. Bermimpilah!” Ucap Dior, kasar. Lalu, dia menutup kembali pintu kamar mandi itu dengan cukup kencang. Alaska langsung bergeming dan merapatkan kedua matanya demi bisa menahan kesabarannya menghadapi sikap kasar Dior. Tanpa Alaska tahu kalau sebenarnya Dior sedang menangis dibalik pintu yang ada di depannya saat ini. “Maafkan aku, karena aku tidak akan bisa menjadi istri yang kamu inginkan sampai kapanpun. Hiks...” Akhirnya, Alaska memutuskan keluar sebentar untuk sekedar mencari angin segar. Dia pergi ke rooftop sebuah Kafe yang tidak jauh dari kediaman Van. Di sana, Alaska mengisap rokok elektrik sambil memandangi langit untuk menenangkan dirinya. “Ibu, aku sudah dekat dengan putrimu. Kamu bisa menghukumku nanti tapi tidak untuk sekarang, karena aku benar-benar membutuhkan uang itu untuk mengeluarkan Bapakku dari penjara, jadi tolong menahannya untuk tidak menghukum aku sekarang.” Malam itu juga, sesuai dengan janji seseorang padanya. Sejumah uang yang sudah disepakati di awal akhirnya masuk ke rekening Alaska tanpa kurang ataupun lebih sedikit pun. Alaska cukup senang menerima uang itu karena dengan uang itu, akhirnya dia bisa menebus Bapaknya sebentar lagi meski dia tidak akan bisa berkumpul seperti dulu lagi dengan Bapaknya setelah keluar dari penjara nanti. ** “Mama serius telah memberikan 500 juta pada Alaska secara cuma-cuma?” “Secara cuma-cuma apa maksud kamu!? Alaska sudah berhasil menang taruhan dengan Mama.” “Taruhan?” “Mama mengajaknya taruhan. Kalau dia bisa menaklukan hati Dior dalam kurun waktu 3 bulan, maka 500 juta itu akan bertambah menjadi dua kali lipat nantinya. Tapi sebaliknya, jika dia tidak berhasil membuat Dior jatuh cinta padanya maka dia harus membayar kekalahannya sebanyak dua kali lipat dari uang yang seharusnya Mama berikan padanya.” “Wah. Mama nekat juga sampai berani mengajak Alaska taruhan. Kalau sampai Dior dan Papa mengetahui soal hal ini, bisa-bisa Mama berada dalam bahaya.” “Makanya, kamu harus menutup rapat-rapat mulut kamu jangan sampai rahasia ini diketahui oleh Dior dan Papamu.” “Tentu saja aku akan menjaga rahasia itu, karena memang itu yang aku harapkan. Aku senang Mama sudah bertindak duluan, karena aku tidak ingin kalau Dior sampai melakukan sesuatu yang di luar kemampuan kita.” Sandy mengepal erat kedua tangannya setelah dia mengetahui kebusukan yang calon mertua dan calon istrinya lakukan pada Dior. Dia sama sekali tidak menyangka kalau Dior telah diperdaya seperti itu. Keesokan harinya, Sandy pun datang menemui Dior di sebuah Kafe kopi tempat Dior bekerja sebagai supervisor di sana. Kedatangan Sandy diterima baik oleh Dior, bahkan Dior bersedia bicara dengan Sandy dan memberikan minuman untuk Sandy. “Apa benar kalau posisi CEO yang kini dijabat oleh Callia dulunya adalah posisi kamu?” “Urusannya dengan kamu apa?” “Jawab saja pertanyaanku.” “Kalau aku mengatakan iya, memangnya kamu bisa membantuku mengembalikan posisi aku itu?” Sandy tidak langsung menjawabnya. Dia tampak berpikir sejenak lalu, “Entahlah, aku tidak bisa menjanjikan apapun padamu.” “Apa menjadi supervisor di sebuah Kafe kopi adalah posisi yang lebih baik daripada menjadi WO untuk pernikahanku?” “Setidaknya posisiku sekarang membuatku tidak harus terlibat lagi dengan kalian berdua. Memuakkan sekali harus menghadapi segala keinginan kamu dan juga Callia.” Sandy tersenyum menyudut. “Kecantikanmu ternyata tidak singkron dengan cara bicaramu yang terlalu blak-blakan.” “Katakan saja dengan cepat, apa tujuan kedatanganmu menemui aku sekarang?” “Aku ingin membatalkan pernikahanku dengan Callia dan aku ingin kamu bercerai dengan Alaska.” “Apa kamu sedang mempermainkan aku?” “Sama sekali tidak. Justru aku ingin menolong kamu.” “Menolong apa?” “Kamu itu sedang dimanfaatkan oleh Mama, adik perempuan kamu, dan juga suami kamu. Mereka bertiga bersekongkol ingin menghancurkan hidup kamu.” “Sekalipun yang kamu katakan memang benar, aku tetap tidak peduli dan aku akan tetap menjalani pernikahanku bersama Alaska seperti pernikahan pada umumnya.” “Kenapa kamu harus hidup seperti ini? Apa kamu tidak kasihan pada dirimu sendiri?” “Tidak ada yang salah dengan hidupku. Aku yang menginginkannya dan aku yang akan menanggung resikonya.” “Sungguh kamu tidak lelah dengan cara hidupmu yang sekarang kamu jalani?” “Iya, sama sekali tidak melelahkan. Sebaliknya, aku sangat menikmatinya.” Jawab Dior, tanpa ragu. Dia pun menorehkan senyuman di sepanjang jawaban dari setiap pertanyaan Sandy. Sandy terdiam sesaat sambil menatap teduh Dior. Tatapan Sandy tersebut malah menyesatkan Dior yang membuatnya kesulitan untuk sekedar mengangkat wajahnya sedikit. Dia pun mengalihkannya dengan menyedot minuman dingin miliknya sedikit demi sedikit. “Jika sudah tidak ada lagi yang ingin kamu bicarakan denganku, maka aku akan kembali bekerja. Karena cctv terus memantauku dan aku tidak ingin kerja kerasku sia-sia hanya karena meladenimu.” “Kembalilah bekerja. Aku akan berada di sini beberapa menit lagi.” “Ya, silahkan.” Dior segera undur diri dari hadapan Sandy, lalu berjalan masuk ke dalam ruang staf only. “Ckkk! Kenapa aku harus berurusan dengan Sandy? Kenapa aku jadi lemah seperti ini di depannya? Menghadapinya seperti menghadapi malaikat maut yang menenangkan. Padahal, dia salah satu orang yang ingin aku hancurkan hidupnya, tapi, kenapa malah perasaanku jadi seperti ini padanya?” Dior kesal pada dirinya sendiri yang mulai tidak bisa tegas. ** Saat jam pulang kerja, Dior mendapatkan kejutan dari Alaska yang datang menjemputnya. Melihat keberadaan Alaska tanpa dia minta membuat Dior merasa terganggu. Langkah kakinya pun segera berjalan menghampiri Alaska sambil menatap tegas pria itu yang tengah menunggunya sambil memberikan senyuman dari kejauhan. “Apa yang kamu lakukan di sini?” Tanya Dior. “Menjemputmu.” “Menjemputku? Aku bahkan tidak meminta padamu untuk memanjakan aku. Ingat ya Alaska, tujuan dari pernikahan kita tidak lebih hanya sekedar pernikahan drama saja. Aku akan berhutang budi padamu atas pernikahan ini, tapi bukan berarti aku ingin kamu mengubah pernikahan kita menjadi pernikahan yang memakai perasaan.” “Aku sama sekali tidak berniat ke arah sana. Kedatanganku ke sini karena hanya kebetulan aku lewat sini, jadi aku pikir tidak ada salahnya kalau kita pulang bareng, karena tujuan kepulangan kita sama.” Dior tidak terlalu mempercayai ucapan Alaska, tapi dia tetap menerima niat baik suaminya itu. “Baiklah. Ayo, kita pulang bersama.” Ucap Dior, seraya berjalan menuju mobil sedan yang terparkir di halaman Kafe. Senyuman bahagia langsung mengukir luas di wajah Alaska. Dia segera berjalan cepat menyusul Dior yang sudah berjalan jauh darinya. “Kita mau ke mana? Aku sudah sangat lelah, jadi jangan mengajakku ke tempat lain selain pulang ke rumah.” Dior mencegah cepat ketika Alaska mengendarai mobil ke arah yang berlawanan dengan arah jalan pulang mereka. “Ada sesuatu yang ingin aku perlihatkan padamu terlebih dahulu.” “Alaska? Jangan membuat keributan denganku. Sungguh, aku sama sekali tidak membutuhkan perhatianmu, aku juga tidak meminta apapun padamu selain hanya sekedar menikahiku untuk membantu melancarkan rencanaku.” “Aku tahu kamu memanfaatkanku melalui pernikahan ini, tapi tidak ada salahnya kalau aku juga ingin menjadi suami yang baik selama kamu menjadi istriku.” “Sepertinya kamu mulai melewati batas dari aturan yang aku buat. Aku mulai tidak menyukai dengan cara kamu yang seperti ini.” “Tolong. Kali ini saja kamu mau menurutiku.” Dior yang sedang merasa kesal pada Alaska pun akhirnya terpaksa menuruti permintaan pria itu. Tak berapa lama setelah perdebatan di antara mereka berhenti, mobil yang Alaska kendarai memasuki kawasan perumahan elite cluster dan berhenti di depan sebuah rumah yang cukup besar serta mewah. “Kita sudah sampai. Ayo, kita turun.” “Rumah siapa ini?” “Rumah kita.” “Rumah kita?” “Selama kita menikah sampai batas waktu yang tidak ditentukan, maka kita akan tinggal di sini.” “Apa kamu bercanda?” “Tentu tidak. Aku serius ingin mengajak kamu tinggal di sini bersamaku.” “Lagi-lagi kamu mencari masalah denganku. Apa kamu tidak bisa membuat hidupku lebih tenang?” “Bisa. Yaitu dengan kita tinggal di sini. Bukankah setelah menikah akan jauh lebih baik kalau kita bisa hidup terpisah dari orang tua kita?” “Tapi, hal itu tidak berlaku untukku!” “Dior, sekali pun aku adalah suami kamu yang hanya sebatas suami palsu, tapi aku ini tetap suami kamu dan aku tidak bisa toleransi padamu untuk urusan tempat tinggal kita.” ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD