Waktu telah menunjukan pukul 10 malam saat Dru tampak merapikan kemejanya dan segera mengambil dompet dan kunci mobil. Setelah sekian lama, akhirnya ia memutuskan untuk mengambil nafas dengan mencoba bersenang senang dengan menghabiskan waktu bersama teman-teman prianya tanpa Edna.
Empat bulan pernikahannya dengan Edna bukanlah pernikahan yang tenang dan mudah. Pertengkaran dan perdebatan seolah menjadi bagian dari kegiatan mereka sehari hari. Dru tak pernah lelah dan menyerah untuk meyakinkan Edna bahwa perdebatan ini bertujuan untuk mendekatkan mereka satu sama lain, agar semakin saling mengenal dan memahami.
Hubungan mereka yang bukan berawal dari cinta dan tiba-tiba menikah membuat keduanya beradaptasi dengan cukup berat. Mulai dari membahas soal keuangan, keterbukaan antara satu sama lain sampai urusan s*x, bisa menjadi pembahasan panjang dan berujung perdebatan.
Saat ini ia merasa sangat lelah. Malam ini untuk Dru, sikap dan pemikiran Edna menunjukan bahwa istrinya belum bisa menerima status Dru sebagai suaminya. Ego Edna yang begitu tinggi dan juga rasa gengsinya membuat Dru butuh jarak untuk bisa menenangkan hatinya. Kali ini ia hanya ingin bernafas dengan bersenang-senang bersama teman-temannya.
Edna baru saja hendak masuk kedalam selimut saat melihat Dru begitu rapi dan wangi menatapnya sekilas, mengambil jam tangan dan dompetnya seraya berkata.
"Malam ini aku mau hangout bareng beberapa teman. Sudah lama aku gak ketemu mereka. Kamu tidur saja duluan."
Edna hanya diam sesaat lalu menyisir rambutnya dengan jari. Matanya terlihat sembab seperti habis menangis.
Tak hanya Dru yang terluka akibat pertengkaran mereka, Edna juga.Tanpa bicara Edna hanya mengambil bantal dan selimut dan membawanya ke depan ruang keluarga didepan kamar. Menyalakan tivi dan mencari posisi enak untuk tidur sambil menonton di sofa bed. Dru hanya mendengus sambil tersenyum sinis, saat melihat sikap Edna. Ia pikir hal itu hanya bagian dari rajukan yg ingin Edna tampilkan karena protes ia keluar malam ini.
"Ngapain kamu?" tanya Dru sambil mengenakan sepatu.
"Aku tidur disini malam ini,” jawab Edna tanpa emosi, polos.
"Kenapa? Marah aku pergi bergaul?!" pancing Dru yang masih merasa marah pada Edna.
Edna hanya menggelengkan kepalanya perlahan lalu mencoba berbaring dan menutup matanya di antara suara tivi yang dipasang keras.
"Nggak mas, aku hanya takut diatas sendirian. Terlalu sepi, sedangkan disini ada tivi, aku bisa menyalakannya dan membuat rumah terasa ramai."
"Oh wow, seorang Edna punya rasa takut dan sepi juga!" sindir Dru yang tak puas dengan jawaban Edna yang seolah tak terpancing untuk kembali berdebat.
Edna hanya diam dan membalikan tubuhnya menghadap sandaran sofa. Ia hanya ingin tidur, hati dan tubuhnya terasa sangat lelah dan sedih.
"Aku tunggu kamu disini saja, mas Dru hati hati dijalan. Jangan pulang dalam keadaan mabuk," pesan Edna dengan suara pelan lalu mencoba untuk tidur.
Sebenarnya ia tak ingin Dru pergi, ia ingin Dru berbaring di sampingnya dan kembali melembut seperti biasanya. Tapi ia juga sadar, mereka berdua butuh jeda diantara perdebatan yang terlalu intens beberapa hari ini.
Dru berdiri mematung sesaat, ia sudah siap untuk pergi tapi respon Edna yang seolah mengijinkannya pergi tanpa perlawanan membuatnya tak nyaman dan semakin sedih, merasa ia tak diinginkan Edna.Dengan rasa jengkel ia menghampiri Edna yang mencoba tidur. Rasanya ia masih ingin berteriak marah tapi saat melihat mata Edna yang sembab mengurungkan niatnya.
"Ayo bangun Ed, tidur di kamar!” suruh Dru tiba tiba sambil menarik selimut Edna.
"Aku takut di kamar sendirian."
"Halah, dulu juga kamu tinggal sendirian gak apa apakan?!"
"Aku disini saja, sampai kamu pulang," ucap Edna lagi dengan suara pelan.
Berada didalam kamar bukan membuatnya takut, tapi ia akan sedih mengingat Dru dan pertengkaran mereka. Dru berdiri gelisah dan uring-uringan sesaat.
"Mas,”
"Hmmm?!"
"Aku boleh minta tolong elus rambut aku seperti biasa? Aku lelah.”
Permintaan Edna membuat Dru terhenyak. Ia menatap Edna yang meringkuk kedinginan kena ac karena selimutnya ia tarik dan membuat tubuh Edna terbuka. Kebiasaan mengelus rambut Edna adalah kebiasaan Dru sejak mereka menikah. Edna yang terbiasa tidur tengah malam kini jadi bisa tidur lebih awal sejak Dru melatihnya untuk itu.
Salah satu caranya adalah, selalu menenangkan Edna dengan mengusap rambutnya dengan belaian sayang setiap malam sampai Edna tertidur pulas. Sekacau apapun hari mereka berdua, semarah apapun mereka, ritual itu selalu ada.
Malam ini Dru enggan melakukannya, tapi akhirnya duduk disamping Edna yang berbaring memunggungi lalu mengusap rambut Edna perlahan. Lama-lama Dru jadi ingin menyentuh Edna lebih dalam. Tanpa melepas sepatu yang dipakainya ia ikut berbaring disofa bersebelahan dengan Edna sambil merapikan selimut yang tadi ia tarik.
Merasakan seseorang berbaring disisinya, Edna membalikan tubuhnya dan tidur menghadap Dru. Melihat Edna yang berbalik, spontan Dru menarik Edna kedalam pelukannya dan kembali membelai rambut Edna pelan. Tak ada kata yang terucap. Yang ada hanya dua orang yang saling berpelukan erat, penuh maaf.
Buat Dru, menyentuh Edna adalah candu. Walau Edna selalu bersikap seolah menolaknya, tapi ia tak pernah menolak atau merasa jijik jika Dru menunjukan kasih sayangnya pada Edna. Dru yakin suatu hari nanti Edna pasti akan berbalik jatuh cinta dan mencintainya, seperti perasaannya pada Edna saat ini. Malam makin larut, pelukan itu makin erat dan sepasang suami istri itu pun tertidur dengan lelap di sofa yang sempit dengan perasaan yang hangat.
***
Dru menutup bagasi mobil dengan semangat. Ia memanggil Edna dengan tak sabar tapi sumringah. Kejutan kecilnya benar benar membuat Edna senang. Tadi malam Dru memberitahu bahwa mereka akan menghabiskan weekend berdua di cottage yg sudah Dru sewa di kepulauan seribu. Dru tak ingin Edna merasa tertekan dan merasa perkawinan mereka yang baru beberapa bulan ini seperti neraka.
Berlibur berdua mungkin bisa semakin mengakrabkan hati mereka.
"Harusnya kita ajak Aida ya mas atau ajak Mama Rita, biar rame,” celetuk Edna yang membuat Dru tersedak.
Untung saja mereka sudah berada di atas kapal menuju pulau. Kalau tidak, bisa jadi Edna akan merengek membawa orang lain dalam acara mereka. Dru merangkul pinggang Edna perlahan. Perempuan dalam pelukannya sibuk memegangi topi jeraminya yg besar. Samar aroma parfum lembut dari tubuh Edna semilir menggoda penciuman Dru. Perempuan ini tak hanya menggoda indranya, tapi juga hati dan hasrat kelaki-lakian. Tanpa sadar Dru perlahan menciumi leher dan bahu Edna lembut
"Mas ah! Diliatin orang!" tegur Edna berbisik sambil mengalihkan wajah Dru dari lehernya, wajahnya terlihat malu.
"Loh, kenapa? Sama istriku sendiri," jawab Dru tak peduli, ia semakin merasa gemas pada Edna.
"Nggak ah! Malu diliatin orang!" Edna kembali berbisik dengan suara tertahan lalu menarik Dru untuk duduk di pinggir kapal.
Dru membiarkan Edna menarik tangannya dan menggenggam jemari tangannya erat dan menatap wajah Edna dalam-dalam. Ada getaran yang berbeda yang ia rasa saat ini. Dulu, saat pertama kali bertemu, ia memang langsung menyukai Edna yang manis dan menggemaskan. Tapi kali ini perasaan itu terasa berbeda. Walau Dru tahu, akan ada saja keributan di antara mereka, tapi setiap hari ia selalu tak sabar untuk segera menyelesaikan pekerjaannya dan menjemput Edna, agar dapat pulang dan menghabiskan malam bersama. Ia merasa telah jatuh cinta pada istrinya sendiri.
Satu jam kemudian kapal itu pun berlabuh. Sampai di cottage, Edna segera membuka jendela kamar mereka lebar-lebar. Semilir aroma laut tercium lembut.
"Ayo kita pesan makan. Aku ingin ikan bakar,” pinta Edna sambil membuka menu.
"Mas Dru mau makan apa?" Edna berjalan menghampiri Dru yang tengah berbaring diranjang.
"Aku mau makan kamu aja," goda Dru sambil menarik Edna membuatnya terhempas diranjang dan berbaring disisinya.
"Mas, aku serius! aku lapar!”
"Aku juga serius!"
"Mas, ganjen ah!” ucap Edna menghindari Dru yang mulai mencumbu dirinya.
"Kamu gak suka aku sentuh ya Ed?"
Dru merajuk saat melihat Edna menghindarinya.
"Bukan gitu …”
"Kamu jijik sama aku?!"
"Idih, apa sih mas?!"
"Trus?"
"Aku hanya takut nanti kita menjurus 'kesana'," ucap Edna pelan dan seolah memberi tanda jika ia tak ingin lebih intim.
"Terus kenapa? Sudah 4 bulan kita belum pernah tidur bersama dan mencoba kembali sejak malam pertama kita yang gagal!" ucap Dru tak bisa menyembunyikan keinginan dan hasratnya lagi dan mulai meremas rambut Edna dan mendekatkan wajah istrinya dengan wajahnya.
"Belum bisa mas … aku lagi mens," jawab Edna cepat saat Dru mulai kembali menciumi wajahnya.
Ciuman Dru pun terhenti lalu Dru menghempaskan tubuhnya kembali di sebelah Edna. Ada rasa kecewa terlihat jelas di wajahnya.
"Kamu bukan ingin menghindari aku kan Ed?" tanya Dru masih mencari tau.
"Ya ampun mas, gak percayaan amat. Mau lihat?" tantang Edna. Dru hanya memalingkan muka. Sedangkan Edna segera bangkit dari tidurnya dan masuk kedalam kamar mandi. Didalam, ia segera mengeluarkan pembalut dan memasangnya. Perlahan, Edna menghela nafas panjang. Ada rasa bersalah didalam hatinya karena membohongi Dru. Tapi ia masih belum siap menyerahkan tubuhnya pada suaminya sendiri.
***
Edna menatap jam tangannya dengan gelisah. Tanpa sadar ia melangkah bolak balik di lobby kantor dengan tidak sabar. Malam ini rencananya Dru akan mengajaknya makan malam dan Dru membebaskan Edna untuk memilih restoran apapun yang Edna ia inginkan.
Hanya ada satu restoran yang ingin ia datangi. Restoran itu adalah restoran mewah yang pernah ia kunjungi bersama Ghe dulu sebelum Edna dan Dru menikah. Mereka harus booking terlebih dahulu untuk bisa memasuki restoran tersebut. Bukanya pun hanya sampai jam 9 malam untuk last order. Sedangkan waktu telah menunjukan pukul 7 malam tapi Dru belum juga tiba. 15 menit kemudian Dru pun sampai. Mobil belum berhenti dengan sempurna, tapi Edna telah membuka pintu dan melompat ke dalamnya.
"Ayo cepat mas, nanti keburu tutup!” suruh Edna tak sabar.
Dru menatap Edna sesaat. Malam itu Edna tampak cantik dengan riasan tipis di wajahnya.
"Kamu cantik banget, senangnya lihat kamu dandan buat kencan sama aku," goda Dru gemas sambil berbisik di telinga Edna.
Edna tampak tak peduli dengan rayuan Dru. Perempuan itu malah sibuk berdandan agar tampak cantik saat berfoto bersama Dru untuk diposting di sosial medianya. Perjalanan yang seharusnya menyenangkan menjadi muram saat Dru salah jalan.
Edna merasa khawatir jika ketika mereka sampai sudah restoran itu sudah tutup. Tepat seperti dugaan Edna, saat sampai sang resepsionis menyampaikan sudah tak bisa memesan untuk makan ditempat dan itu pun sudah last order.
"Tuhh kann, mas Dru sih pake salah jalan segala!” rengek Edna tertahan agar tak terlalu diperhatikan oleh sang resepsionis kalau ia sedang kesal pada suaminya.
"Tapi kami masih bisa take away kan?" tanya Dru, sang resepsionis pun mengangguk dan memberikan menu pada mereka.
"Kita bawa pulang aja, kamu mau steak apa?" bujuk Dru santai sambil membuka menu.
"Mas aja yg pesan. Aku mau ke mobil!" jawab Edna geram dengan suara pelan lalu menyambar kunci mobil. Ia benar-benar kecewa, setelah seharian berharap bisa makan enak dan menikmati suasana restoran, kini impiannya pupus sudah.
"Ed, Kamu mau pesan apa?" tanya Dru memanggil Edna yang melangkah pergi. Tapi Edna terus melangkah tak peduli. Hatinya benar benar kesal.
15 menit kemudian Dru kembali dengan membawa satu jinjingan berisi makanan. Sampai dimobil ia melihat Edna yg sedang melamun dengan wajah kesal.
"Jangan marah gitu dong sayang, nih aku bawain steaknya," bujuk Dru santai seolah tak terjadi apa-apa.
"Sebenarnya kamu niat gak sih ngajakin aku makan malam?!" tanya Edna kesal.
"Loh kalau gak niat, gak mungkin kita sampai disini."
"Aku gak percaya, kamu beda mas?!"
"Beda apanya?"
"Gesture nya!"
"Gesture gimana?"
"Iya kaya sengaja memperlama agar kita gak jadi makan!"
"Apaan sih?" Dru balik bertanya sambil melengos kan wajahnya menatap kearah lain.
"Aku salah apa lagi sih mas?" tanya Edna curiga dengan sikap Dru.
"Kamu kok keukeuh banget sih pengen makan ditempat ini?" Dru balik bertanya.
"Soalnya disini steaknya enak banget!"
"Bener gak ada alasan lain?"
"Alasan lain apa?"
"Reminiscing maksudnya?"
"Hah?"
"Mengenang saat makan makan dengan orang kantor, bukan orang kantor sih, tapi Ghe!"
"Ohhh, jadi mas Dru pikir aku pengen banget kesini karena aku pernah diajakin makan sama mas Ghe, gitu?!"
"Iyalah, aku pernah lihat di i********: kamu aku lihat banyak sekali foto kalian berdua disini."
"Jadi mas sengaja ya, bikin kita telat?!"
"Kamu kan cuma mau steak, nih udah aku beliin. Tapi kita gak perlu masuk ke dalam dan berlama-lama kan?"
Buk! Edna memukul Dru dengan tasnya.
"Mas kalau cemburu konyol ya. Aku bawa kamu kesini, karena aku emang suka tempat dan makanannya. Aku beneran kesel sama kamu! Aku tuh udah berharap makan steak, foto-foto dan tidur dengan hati bahagia!" ucap Edna terlihat sangat gusar .
"Ya, tapi aku gak suka makan disini dan aku gak mau kita ke tempat ini karena kamu pernah pergi dengan orang lain." jawab Dru juga dengan muka sebal.
"Kan mas Dru bisa bilang?!"
"Aku gak mau kamu kecewa!”
Edna merengut sebal lalu mengambil tasnya lalu turun dari mobil.
"Ed, kamu mau kemana?!"
"Gak usah susul aku! Aku mau pulang?!"
"Ed, ayo kembali kesini!"
Tapi Edna terus melangkah maju meninggalkan Dru dan segera menaiki taxi yg melintas. Dru mencoba menyusul Edna, tapi taxi itu sudah bergerak cepat menjauh dan akhirnya Dru memutuskan untuk menyusul Edna kerumah orangtuanya, jika ia sedang marah pasti ia mencari Aida sebagai tempat curahan hatinya.
Aida terlihat heran saat melihat Dru masuk terburu-buru dan menemuinya di ruang makan.
"Edna mana?" tanya Dru saat melihat Aida yang sedang makan malam sendirian.
"Berantem lagi?" tanya Aida sambil menghela nafas panjang pada Dru yang tampaknya kembali bertengkar dengan Edna.
Sejak mereka menikah, Edna dan Dru seperti Tom and Jerry. Sekali bertengkar ada saja yang terjadi dan Aida akan menjadi tempat cerita untuk Edna. Dru hanya mengangguk pelan.
"Eet gak dateng kesini, kenapa lagi sih?"
Aida membawakan Dru segelas air dingin dan menyajikannya diatas meja.
Dru mulai menceritakan pertengkaran antara dirinya dan Edna.
"Tadi Edna kabur karena kesal, jadi aku pikir dia pasti kesini." ucap Dru sambil menghempaskan tubuhnya ke sofa.
Aida menatap Dru dalam-dalam. Pria itu begitu penuh pesona, jika ia menjadi Edna, mungkin dirinya sudah tergila-gila pada Dru.
Melihat hubungan Edna dan Dru yang seperti anjing dan kucing membuat Aida menyadari bahwa kedua orang ini sedang jatuh cinta satu dan lainnya tapi mereka tak saling menyadari.
"Kamu juga kok jadi cemburuan gitu sih mas Dru, dulu kayaknya waktu sama Grace dan yang lain kamu gak secemburu ini, apalagi cemburuin masa lalu."
Aida memberikan komentar sambil menopang dagu. Dru pun terdiam.
Tiba-tiba handphone Dru bergetar keras. Spontan Dru segera menyambar handphone dan segera mengangkatnya.
"Ed,” panggil Dru sumringah.
"Mas dimana?"
"Aku dirumah papi."
"Ngapain di situ?"
"Aku nyari kamu Ed,aku pikir kamu kabur kesini."
"Duhh uh mas Dru, tadikan aku bilang aku pulang! Aku dirumah sekarang! Kamu ngapain juga sih nyusulin aku kesana kemari?!"
"Kamu…dirumah kita?"
"Iyalah! Malam-malam begini aku mau kabur kemana?!"
"Oke, aku pulang sekarang, tunggu aku.”
Dru segera menyambar kunci mobilnya dan berpamitan pada Aida.
"Aku pulang ya, Edna nunggu aku dirumah."
Aida hanya mengangguk dan membukakan pintu perlahan. Kali ini ia benar-benar iri pada Edna sambil melihat Dru pergi menjauh.
Edna membukakan pintu untuk Dru sesampainya di rumah. Tanpa rasa bersalah Dru memamerkan bungkusan berisi steak yg sudah dingin sambil tersenyum lebar. Sedangkan Edna masih merengut kesal.
"Jangan merengut terus dong sayang, maafkan aku ya, aku cemburu soalnya kalau lihat kamu deket-deket dengan Ghe."
"Siapa juga ingat yang mau deket deket ama mas Ghe, dia tuh atasan aku dikantor! Kamu tuh halusinasi aja! Makanya kan aku udah bilang, gak usah lihat sosial media aku!" jawab Edna sebal.
Perlahan Dru menarik Edna dalam pelukannya dan memeluknya sayang.
"Maaf ya, ayo kita makan, aku lapar dan pengen makan bareng kamu," ucapnya pelan sambil menenangkan Edna dengan mengusap usap punggungnya lalu mengecup keningnya lembut.
Perlahan kemarahan Edna pun surut, ia pun menuruti langkah Dru menuju ruang makan dan duduk tenang sambil menikmati dipotongkan daging oleh suaminya. Melihat Edna makan dengan lahap, hati Dru terasa hangat. Perempuan itu berhasil mencuri hatinya dengan sempurna.
Bersambung.