Bab 11

1156 Words
Wisnu menatap Bram dan menunggu jawaban dari sahabatnya itu. “Kau tahu dari awal kalian di jodoh-jodohkan dengan Padma oleh istriku dan Ana, aku sebenarnya sudah tidak setuju,” Wisnu menarik napas berat. “Karena kalian berdua bukan pasangan yang cocok, apalagi pernikahan itu bukan berdasarkan cinta, “ ujar Wisnu lanjut, “Tapi berdasarkan atas nama kebutuhan.” Bram diam tak bersuara, pandangannya beralih ke kaca besar ruang kantornya. “Kau butuh istri untuk melayanimu dan anak-anakmu butuh sosok ibu untuk menjaga mereka, sementara Padma dia hanya menuruti keinginan serta desakan Lisa dan Ana untuk segera melepas status lajangnya sebelum benar-benar menjadi perawan tua,” Wisnu menggelengkan kepalanya mengingat betapa keras usaha istrinya dan Ana tentang perjodohan waktu itu. “Tapi pada akhirnya mereka berdua menyesal, saat mereka tahu kau memperlakukan Padma seperti ini, maka mereka tak akan memaksakan perjodohan waktu itu,” Wisnu terus bicara, “Mereka mungkin akan mencarikan pria lain yang di anggap tepat untuk di jodohkan pada Padma.” “Tapi aku tidak menyesal menikahi Padma,” Bram akhirnya bersuara. “Tentu saja kau tidak menyesal, karena dia wanita yang telah melayanimu dengan baik walaupun kau memperlakukannya dengan tidak baik, walaupun seperti itu dia begitu sangat sayang pada anak-anakmu di balik sikapnya yang terkadang sangat kaku,” tukas Wisnu panjang lebar, “Sementara kau ...” Bram menunggu Wisnu melanjutkan bicaranya, tapi temannya itu hanya terlihat menggelengkan kepalanya dan mendesah panjang. “Padma dan kalian hanya salah paham atas semua situasi yang terjadi, apalagi antara aku dan Puspa,” ujar Bram. “Tak ada yang salah paham dengan semua situasi yang terjadi Bram, apalagi soal hubungan perselingkuhanmu dengan Puspa,” ucap Wisnu. “Aku sudah katakan tak ada perselingkuhan,” jawab Bram dengan tegas. “Lalu bagaimana dengan foto-foto di hotel Batam itu? Apa kau bisa menjelaskannya?” Wisnu memandang Bram dengan tajam, “Apa itu tidak benar? Atau itu memang benar?” Mendengar pertanyaan Wisnu yang seperti itu terdiam dan terdengar tarikan napas panjang dari Bram, Aku tidak bisa mengatakan tentang kejadian itu karena aku sudah berjanji pada Puspa untuk tidak menceritakan pada siapa pun apa yang terjadi di sana. “Baiklah kalau kau tidak mau menceritakan apa yang sebenarnya terjadi, teruslah bersikap seperti itu dan aku yakin Padma tak akan pernah berubah pikiran tentang perceraian kalian dan aku akan membantunya mengurus semuanya agar cepat selesai,” Wisnu berdiri dan ingin melangkah pergi. “Kau tidak bisa melakukan itu, apalagi ikut campur soal perceraianku dan Padma!” Bram terlihat marah tidak terima. “Aku tidak akan ikut campur kalau bukan Padma yang menginginkan bantuan dariku,” Wisnu kembali memandang pada Bram, “ Mungkin ini yang terbaik, dan setelahnya ..” Klek! Pintu terbuka dan Puspa yang datang dengan membawa beberapa tumpukan berkas di tangannya, dan wanita itu terkejut saat melihat keberadaan Wisnu di dalam kantor Bram. “Mas Wisnu,” sapa Puspa tersenyum ke arah Wisnu. Wisnu memandang sejenak pada Puspa dan kembali memandang pada Bram, “Kau bisa dengan segera menikah dengan Puspa, dan kalian berdua bisa hidup bahagia selamanya.” Wisnu melangkah pergi dan tidak mempedulikan keberadaan Puspa dengan berjalan melewati begitu saja wanita berhijab itu. “Mas Wisnu ..” panggil Puspa dan hatinya sedih dengan perlakuan Wisnu yang tak bisa membalas sapaannya. ***Otw*** Padma memandang rumah Bram, ada rasa sesak saat melihat kembali rumah itu setelah beberapa minggu saja dia pergi. “Maaf ibu siapa ya?” wanita paruh baya itu terlihat heran saat membuka pintu rumah Bram. “Saya Padma, ibu siapa?” tanya Padma balik. “Oh ibu Padma, maaf saya tidak tahu, saya bik Pur yang mengurus rumah ini,” bik Pur membuka pintu dengan lebar dan membiarkan Padma masuk. Padma masuk dan berdiri terpaku saat melihat sekeliling ruangan rumah itu, matanya langsung berkabut, dia langsung menggigit bibirnya untuk menahan sedih yang melanda mengingat semua yang pernah dia alami dalam rumah ini. “Bu,” panggilan bik Pur membuat Padma yang masih berdiri dengan terdiam, langsung menoleh dan melihat ke arah wanita itu. “Iya bik Pur,” sahut Padma. “Ibu mau apa ya ke sini?” tanya bik Pur terlihat ragu. “Mau apa saya kesini? Memangnya kenapa kalau saya kesini? Apa ada yang melarang saya kesini?” tanya Padma heran dengan pertanyaan bik Pur. “Bukan begitu, hanya saja pesan ibu Ratmi dan ibu Puspa, kalau ada ibu Padma datang ..” kembali Padma melihat keraguan pada bicara bik Pur. “Tidak boleh masuk begitu? Tenang saja bik, saya kesini hanya untuk mengambil perlengkapan sekolah dan baju ganti Hanum dan Hafiz,” terang Padma dan bik Pur terlihat menggelengkan kepalanya. “Bukan begitu Bu Padma, ..” “Atau biar bik Pur saja yang menyiapkan semua keperluan Hanum dan Hafiz?” Mendengar nama Hanum dan Hafiz, segera ekspresi wajah bik Pur berubah khawatir, “Bagaimana keadaan nak Hafiz, Bu?” “Masih sakit dan harus di rawat di rumah sakit,” ujar Padma sambil berjalan menuju arah kamar Hanum yang di ikuti oleh bik Pur. Padma masuk ke kamar Hanum dan mulai membuka lemari baju dan mengumpulkan beberapa barang yang memang di butuh kan gadis kecil itu. “Maaf Bu, waktu nak Hafiz sakit sebenarnya saya sudah meminta ibu Ratmi untuk di bawa ke rumah sakit, tapi katanya tidak perlu karena nak Hafiz itu cuman demam biasa saja,” terdengar nada takut dan ragu bik Pur sambil memperhatikan Padma yang mengambil beberapa barang Hanum. “Bik Pur tak perlu menjelaskannya, saya sudah tahu dari Hanum,” ujar Padma melihat sekilas pada Bik Pur dan kemudian berjalan keluar kamar Hanum dan berjalan ke arah kamar tidur Hafiz. “Sakit apa nak Hafiz ya Bu?” bik Pur masih mengikuti langkah Padma dari arah belakang. “Tyupus dan ada gejala magh karena tidak makan beberapa hari,” Padma kembali mengumpulkan beberapa barang Hafiz. “Ya ampun, kasihan sekali nak Hafiz,” terdengar suara lirih bik Pur dan tampak wajahnya terlihat sedih. “Ya kasihan sekali, karena tak ada yang peduli padanya selama dia sakit,” Padma berjalan keluar kamar Hafiz dan menuju ke arah kamarnya untuk mengambil beberapa barang miliknya yang tersisa. Saat Padma ingin membuka pintu kamarnya, dia langsung terhenti saat merasa kalau pintunya tak bisa di buka. “Pintunya di kunci sama ibu Puspa, katanya tidak boleh ada yang masuk kecuali ibu Puspa dan pak Bram,” terang bik Pur dengan suara pelan. Padma terpaku mendengar perkataan bik Pur dan genggam tangannya pada handle pintu itu mengeras, air matanya tak bisa tertahan lagi untuk tumpah, ternyata dugaanku benar, mereka sudah benar-benar bertindak sangat jauh. Dengan cepat Padma berbalik dan langsung bergegas pergi tanpa mempedulikan panggilan dari bik Pur. Bruk! "Mbak Padma!" Padma melihat ke arah wanita yang baru saja bertabrakan dengannya di depan pintu masuk rumah. "Selamat, akhirnya kau benar-benar jadi nyonya rumah ini, sesuai apa yang kau inginkan," Padma dengan berurai air mata menatap Puspa dengan senyum yang sinis dan kemudian berlalu pergi meninggalkan wanita itu dalam keadaan terpaku.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD