Padma berjalan bergegas menuju dan membuka pintu mobilnya memasukkan tas yang berisi pakaian Hanum dan Hafiz dengan cepat.
“Mbak Padma! Tunggu Mbak!” Puspa mengikuti Padma dan begitu berada di dekat dia langsung meraih bahu wanita itu.
Dengan kasar Padma menepis tangan Puspa dan langsung masuk walaupun dengan susah payah karena perutnya yang membesar.
“Mbak Padma, tolong Mbak tunggu sebentar, saya mau bicara!” Puspa kembali berusaha meraih tangan Padma, tapi sayangnya tangannya kembali di tepis kasar oleh Padma yang kemudian dengan cepat berusaha menutup pintu mobil dan tidak peduli kalau tangan Puspa hampir saja terjepit.
Padma segera menjalankan mobilnya dan tepat saat dia hampir keluar dari pagar rumah, dia melihat Bram yang datang dari arah rumah sebelah sedang mengendong Azzam dan menggandeng Fani sambil tertawa-tawa.
Bram segera menyadari keberadaan mobil Padma dan dia bergegas menghampirinya, tapi begitu melihat rona wajah marah penuh kebencian terpancar dari wajah istrinya segera langkahnya terhenti.
“Padma,” dengan segera Bram menurunkan Azzam dan melepaskan gandengan pada Fani, “Padma, tunggu ..”
Tapi dengan segera Padma kembali menjalankan mobilnya, tanpa mempedulikan panggilan dari Bram.
“Padma!”
“Mbak Padma !”
Puspa menghampiri Bram, “Mas Bram, sepertinya Mbak Padma salah paham lagi.”
Bram hanya terpaku melihat mobil Padma yang melaju dan menghilang di belokan.
“Maaf Ibu Puspa,” bik Pur sudah berdiri di belakang Puspa, “Tadi saya sudah lancang membiarkan ibu Padma masuk ke dalam rumah, padahal saya sudah ingin melarangnya.”
“Melarang Padma masuk ke dalam rumah?” Bram terkejut mendengar apa yang di katakan oleh bik Pur.
“Iya, sesuai pesan ibu Ratmi, kalau ada ibu Padma datang dan mau masuk dalam rumah ini harus izin dulu sama ibu Ratmi atau ibu Puspa,” terang bik Pur dengan nada sedikit takut.
Puspa membalikkan badannya dan melihat ke arah bik Pur dengan pandangan wajah yang terkejut.
“Tapi karena ibu Padma cuman ingin mengambil barang untuk keperluan nak Hanum dan Hafiz, saya biarkan saja,” ujar bik Pur lanjut, “Tapi waktu mau masuk ke kamar pak Bram, karena pintunya terkunci saya bilang kalau mau masuk ke situ harus izin karena kunci pintu kamar di pegang sama Pak Bram dan ibu Puspa saja.”
Bram langsung memandang Puspa, dan wanita itu terlihat pucat.
“Aku tidak pernah mengatakan hal seperti itu pada bik Pur, Mas Bram, aku hanya bilang kalau ada Mbak Padma datang ke rumah ini kunci kamarnya ada aku titipkan sama ibu,” terang Puspa dengan pelan.
Dan Bram hanya bisa terdiam mendengar penjelasan Puspa, dan dia hanya bisa menarik napas dalam-dalam, dan mulai berpikir akan semakin panjangnya kesalahpahaman ini terjadi.
***Otw***
Dengan enggan Padma memoles wajahnya dengan makeup, karena itu dia perlukan untuk menghadiri acara pernikahan temannya, semua atas desakan dan ajakan Lisa juga Ana.
Padma memandang pantulan wajahnya yang telah di rias di cermin kecil yang ada di kamar mandi rumah sakit.
ia menarik napas panjang, dengan sedikit riasan tapi tetap terlihat natural, wajah pucat lingkaran hitam di sekitar matanya tersamarkan.
“Bunda, kelihatan cantik banget,” puji Hanum saat melihat Padma keluar dari kamar mandi dan langsung memeluk pinggang ibu sambungnya dengan manja.
“Terima kasih kak,” Padma membalas memeluk dan mencium pucuk kepala Hanum.
“Bunda,” panggil Hafiz.
“Ya, dek,” sahut Padma dan berjalan menghampiri Hafiz.
“Bunda mau ke mana?” Hafiz terlihat memperhatikan penampilan Padma, “Mau jalan-jalan ya?”
“Ngak jalan-jalan dek, cuman mau pergi ke pesta nikahan Tante Andin,” terang Padma sambil mengelus rambut Hafiz.
“Lama?” tanya Hafiz kembali.
“Ngak lama cuman sebentar, jadi nanti Hafiz sama kak Hanum sama Om Avin dulu sebentar ya,” Padma melirik sekilas pada Avin yang duduk di samping Hafiz yang terlihat sibuk merakit robot-robotan untuk anak laki-laki itu.
“Iya,” Hafiz menganggukkan kepalanya dan kembali memperhatikan Avin yang sedang merakit mainan untuknya.
“Bang, titip anak-anak ya,” ucapan Padma hanya di balas dengan anggukkan kepala oleh Avin yang terlihat sangat serius dengan apa yang dia kerjakan.
***Otw***
Di dalam gedung resepsi pernikahan temannya, Padma duduk bersama dengan Lisa, Wisnu, Ana dan juga pasangannya.
"Lihat ke sana," Ana menunjuk ke arah pintu masuk gedung resepsi itu
Mereka melihat ke arah yang di tunjuk Ana, Bram terlihat berjalan beriringan bersama Puspa masuk , dan mereka terlihat seperti pasangan suami dan istri.
Padma segera memalingkan dan menundukkan wajahnya berusaha untuk tidak melihat ke arah Bram dan Puspa, karena dadanya yang terasa sesak.
"Jangan pedulikan mereka, " Lisa menggenggam tangan Padma, sementara Ana mengusap punggungnya perlahan.
"Jangan biarkan membuat dirimu tersakiti dengan kehadiran mereka," bisik Ana.
Mendengar ucapan yang mendukung dari kedua temannya itu, membuat hati Padma yang sesak sedikit ringan.
*Tentu saja," Padma mengangguk dan mengangkat kepalanya yang tadi menunduk.
setelah beberapa saat, Padma duduk sendirian karena Ana serta Lisa harus menyapa beberapa teman dan relasi bisnis suami mereka yang juga datang ke acara pernikahan teman mereka.
"Padma," panggilan itu membuat tubuh padma menegang.
**Otw***
Sekarang Padma dan Bram duduk di tepi kolam renang hotel tempat acara pernikahan itu berlangsung.
"Ini," Bram mengeluarkan dan menyodorkan ke arah Padma.
Dengan melirik sekilas, Padma melihat kunci dengan gantungan yang wanita itu kenali.
"Untuk apa?" tanya Padma.
"Itu kunci kamar kita, kau yang berhak untuk memegangnya," ujar Bram.
"Aku tidak mau, berikan saja ini pada Puspa, bukankah itu sudah menjadi haknya?" Padma mendorong kunci itu ke arah Bram.
"Padma, kau salah paham dengan ucapan bik Pur .." Bram berusaha menerangkan pada Padma.
"Aku tidak salah paham, dengan jelas bik Pur bilang tidak ada yang boleh masuk ke bekas kamar tidur kita, tanpa seizin kamu atau Puspa," Padma menyela sambil menekan kata bekas.
"Itu bukan bekas kamar kita, itu masih jadi kamar kita," tukas Bram.
"Itu bukan lagi kamar kita, sejak kau menjadikan kamar itu tempat bermaksiat antara kau dan Puspa," tuding Padma.
"Aku tidak pernah melakukan maksiat dengan Puspa .." sangkal Bram.
"Aku tidak percaya, dengan bukti nyata kalau Puspa sudah berani keluar masuk kamar itu sesuka hatinya," sela Padma kembali.
"Dia tidak bermaksud keluar masuk kamar kita tanpa izin dia hanya membantu mengurus pakaianku .."
"Aku rasa dia tidak hanya mengurus pakaianmu saja, tapi dia juga sudah mengurusmu di ranjang," ucap Padma dengan menyindir tajam.
"Padma!" bentak Bram sambil berdiri sambil mengarahkan tangannya ke arah Padma.
Padma pun ikut berdiri, dan terlihat menantang Bram, "Kenapa? Kau ingin memukul aku seperti waktu itu?"
Bram terdiam memandang Padma dengan wajah yang tegang.
"Pukul! Ayo pukul seperti waktu itu!" Padma berjalan mendekati Bram dan meraih tangan pria itu, "Kalau perlu kau juga pukul perut ini!"
Padma mengarahkan tangan Bram ke arah perutnya dan berusaha menggerakkan tangan pria itu seperti memukul.
"Tidak Padma!" Bram menarik tangannya dengan cepat dan gerakan itu membuat Padma terdorong ke belakang dan hilang keseimbangan tubuhnya.
"Agkh!"
"Padma!"