Kedua orang tua dari Anggi tidak sabar untuk memberitahukan kepada Anggi. Mereka berpikir jika Anggi tidak mengetahui kelakuan Rangga di luar rumah.
"Ma, nanti Mama tenang ya. Jangan buat kegaduhan. Dan kita harus dukung anak kita. Jangan salahkan Anggi karena pernikahan ini. Semua sudah takdir Tuhan." Pak Abimanyu meminta istrinya untuk tenang dan tidak bersikap arogan di depan anaknya.
"Pa, bagaimana Mama bisa tenang. Papa tidak lihat, Rangga bersama perempuan lain dan itu Dina. Sahabat Anggi, Pa. Mama tidak tega melihat Anggi dipermainkan seperti ini. Apa kurangnya anak kita, baik dan dia juga wanita karir. Rela berhenti demi pria terkutuk itu. Dia harus meninggalkan Rangga, Mama tidak mau Anggi terluka," ucap Ibu Kirania dengan tegas.
"Tapi, tidak seenaknya saja kita mengatakan cerai Ma, bisa saja itu semua tidak benar. Kita harus tanyakan lebih dulu ke Anggi sabar ya. Jika benar baru kita datangi keluarganya. Papa baru dapat pesan, jika Pak Sarwono mengundang kita untuk silaturahmi. Kita bahas nanti di sana ya jika semua ini benar, Mama tenang saja. Papa tidak akan membiarkan anak kita menderita," jawab Pak Abimanyu.
Pak Abimanyu dan Ibu Kirania menghentikan perdebatan mereka. Mobil melaju menuju komplek tempat tinggal Anggi dan Rangga. Mereka akhirnya sampai di rumah mewah Anggi. Sepi seperti tidak berpenghuni.
"Pa, rumahnya sepi. Apa Anggi pergi?" tanya Ibu Kirania.
"Entahlah, ayo kita masuk saja. Jika benar Anggi tidak ada di rumah baru kita telpon dan minta dia ke rumah kita," jawab Pak Abimanyu.
Keduanya melangkahkan kakinya menuju pintu pagar. Mobi sengaja di parkir di luar rumah. Pak Abimanyu dan Ibu Kirania masuk mendekati pintu rumah Anggi.
Pintu rumah Anggi di ketuk tiga kali oleh Pak Abimanyu. Tidak lupa Pak Abimanyu mengucapkan salam.
"Assalamu'alaikum, Anggi. Ini Papa dan Mama, Nak, Anggi buka pintunya!" Pak Abimanyu memanggil Anggi tapi belum dijawab sama sekali.
Anggi yang berada di ruang keluarga tersentak. Anggi tertidur pulas di lantai. Dia menghapus air matanya yang sudah mengering.
"Itu bukannya suara Papa. Ada apa Papa ke sini, ya? Aku harus mencuci wajahku, takutnya Mama dan Papa mengetahui jika aku menangis," gumam Anggi.
Anggi bergegas ke dapur. Dia mencuci wajahnya di wastafel. Setelah itu, Anggi mengambil tisu untuk mengusap sisa air di wajahnya dan menyalakan TV yang ada sinetron rumah tangga.
'Ini saja, pas dengan kondisiku. Jika mereka tanya kenapa, aku bisa menjawabnya!?' bathin Anggi.
Anggi berlari ke arah pintu dan membukanya. Saat pintu terbuka, terlihat Pak Abimanyu dan Ibu Kirania menatap tajam bak pisau belati.
"Mama, Papa, tumben ke sini. Ada apa ini?" tanya Anggi dengan suara parau.
Anggi merasa bersalah dengan kedua orang tuanya. Larangan menikah dengan Rangga dia langgar dan akibatnya dia harus mendapatkan pengkhianatan yang menyakitkan dari Rangga.
"Kamu kenapa lama sekali membuka pintu. Dan kenapa matamu bengkak?" tanya Ibu Kirania yang memperhatikan Anggi dengan intens.
"Oh itu, Anggi sedang nonton sinetron ikan terbang. Seru, Ma. Mama dan Papa ayo masuk dulu. Kenapa berdiri saja di luar. Anggi kangen dan rindu dengan Mama," ucap Anggi langsung memeluk Ibu Kirania.
Ibu Kirania juga rindu kepada anaknya. Sudah lama anaknya ini tidak ke rumah. Kalau ke rumah pun harus bersama Rangga dan izin Rangga. Jika tidak, Anggi tidak ke rumahnya.
"Mama juga kangen kamu, kenapa tidak pernah ke rumah Mama. Mama tidak bisa jauh dari kamu, Sayang. Ikut pulang yuk, tinggal sama Mama, mau ya?" tanya Ibu Kirania meminta Anggi ikut dengan dirinya pulang.
Naluri Ibu tidak pernah salah. Anggi pasti ada masalah. Terlihat sorot matanya kosong dan memendam perasaan hancur dan sakit hati mendalam tapi anaknya sedari dulu hanya bisa memendamnya sendiri.
"Ma, kenapa berkata seperti itu. Dia punya suami. Dia bukan anak kita lagi yang masih bisa kita kontrol kemana-mana. Jika mau ke rumah dia harus izin dengan suaminya," ucap Pak Abimanyu dengan suara tegas melarang Ibu Kirania mengajak Anggi pulang ke rumahnya tanpa sepengetahuan Rangga.
Ibu Kirania melepaskan pelukkan dan menatap ke arah Pak Abimanyu. Dia kesal, suaminya membela Rangga yang sudah jelas-jelas selingkuh di belakang Anggi anaknya.
"Pa, buat apa Papa bela, Rangga. Dia itu pria jahat. Dia sudah berkhianat di belakang anak kita. Apa Papa tidak kasihan dengan Anggi. Dia di rumah layaknya pembantu, dulu jangankan mencuci piring, pekerjaan rumah saja tidak dia kerjakan. Tapi, sekarang lihatlah. Anggi lusuh, tidak terawat. Anggi, lihat Mama. Kamu sudah mengetahui jika Rangga selingkuh dengan Dina? Jawab, Anggi, jangan diam saja. Pandang Mama, Anggi!" teriak Ibu Kirania yang menguncang tubuh Anggi hingga Anggi luruh dan bersipuh di kaki ibunya.
Melihat anaknya bersimpuh di kakinya. Membuat Ibu Kirania terdiam. Tubuhnya lemes dan hampir roboh. Beruntung Pak Abimanyu meraih tubuh istrinya.
"Ma, sabar, Ma. Istighfar jangan seperti ini. Kasihan Anggi, dia butuh dukungan dari kita. Jika bukan kita siapa lagi. Ayo duduk di sana. Anggi, Papa minta minum untuk Mama, cepat ambilkan." Pak Abimanyu meminta Anggi mengambil minum untuk Ibu Kirania.
Anggi segera bangun dan berlari ke dapur. Ibu Kirania menangis di dalam pelukkan sang suami. Pak Abimanyu hanya bisa mengusap pelan punggung sang istri. Geram dan marah sudah menumpuk di dadanya. Tapi, dia tidak boleh emosi kasihan Anggi.
"Anggi, Pa ... Dia mengkhianati Anggi. Apa salah anakku, dia melarang Anggi bekerja, tapi setelah itu dia sia-siakan anak kita. Jahat dia, Pa!" tangis Ibu Kirania sambil memeluk suaminya.
Anggi yang tiba di ruang tamu mendengar apa yang dikatakan oleh ibunya hanya bisa diam. Anggi ikut menangis melihat ibunya terpukul mendengar perselingkuhan Rangga dan Dina sahabatnya.
"Ma, minum dulu," ucap Anggi menyerahkan air ke Ibu Kirania.
Ibu Kirania melepaskan pelukkannya dan mengambil gelas yang di suguhkan Anggi. Pak Abimanyu, menepuk sofa di sebelahnya. Anggi duduk di sebelah Pak Abimanyu dan menundukkan kepalanya.
"Anggi, sudah berapa lama?" tanya Pak Abimanyu dengan suara datar.
"Anggi tidak tahu, Pa." Anggi jawab jujur jika dia tidak tahu sejak kapan Rangga selingkuh.
Suara hentakkan gelas terdengar cukup nyaring hingga membuat Anggi dan Pak Abimanyu tersentak mendengar suara yang cukup nyaring dan itu adalah perbuatan istrinya Ibu Kirania.
"Ma, kamu ini apa-apaan sih, kalau pecah dan melukai tangan kamu bagaimana!" kesal Pak Abimanyu.
"Tinggalkan dia, Anggi!" seru Ibu Kirania meminta Anggi meninggalkan Rangga.
Anggi yang tertunduk terkejut dan dia mengangkat kepalanya dan menoleh ke arah Ibu Kirania. Pak Abimanyu memijit keningnya, istrinya jika sudah berhubungan dengan anak semata wayangnya pasti seperti ini. Dia pun sama, tapi dia tidak seperti istrinya itu.
"Ma, kita bisa bicarakan baik-baik. Jangan seperti ini. Kita harus dengarkan dari pihak Rangga. Siapa tahu anak kita salah dan kita bisa perbaiki, mereka menikah saling mencintai, Ma. Jadi, pikirkan lagi," ucap Pak Abimanyu lagi.
"Tidak, ceraikan dia atau kamu tidak akan melihat Mama lagi!" Ibu Kirania tegas meminta Anggi menceraikan Rangga.
"Tidak bisa," jawab seseorang yang berdiri di depan pintu sambil menatap tajam ke arah Anggi, Pak Abimanyu dan Ibu Kirania.