Anggi dan kedua orang tuanya melihat ke arah suara seseorang yang melarang dirinya untuk tidak boleh keluar dari rumah ini. Ibu Anggi memicingkan matanya dia tidak suka jika ada yang ikut campur urusan dia dan Anggi.
"Jangan ikut campur Anda. Ini urusan keluarga saya, Anggi anak saya. Dia harus nurut dengan saya!" Ibu Kirania menekankan siapa dia.
Seseorang tersebut masuk ke dalam dan mendekati Anggi. Dia menepuk pundak Anggi dan tersenyum.
"Kamu kuat, Nak. Papa sangat bangga dengan kamu." Seseorang yang datang menemui Anggi adalah orang tua dari Rangga.
Tuan Sarwono Wiyata, pria yang datang ke rumah Anggi. Pria itu juga yang melihat Rangga bermesraan dengan seorang wanita. Dan dia juga melihat kedua orang tua Anggi di sana. Kedua besannya juga melihat anaknya selingkuh dengan wanita lain yang dia ketahui adalah sahabat menantunya. Tuan Sarwono mengetahui saat dia mengikuti kedua besannya dan mendengar pembicaraan keduanya saat keduanya maksa Anggi untuk meninggalkan anaknya.
"Tuan Sarwono Wiyata, kami kecewa dengan anak Anda. Dulu saat meminta Anggi, mulutnya sungguh manis, tapi sekarang malah menyia-nyiakan anak saya. Saya ibu kandungnya sangar kecewa melihat anak saya dikhinati. Jika sudah tidak inginkan anak saya, tinggalkan Anggi, jangan jadikan dia istri dan babu anak Anda. Anak saya masih punya masa depan. Jadi, jangan mencoba membodohi anak saya. Ayo Anggi, ikut Mama dan Papa pulang, jangan membantah Anggi." Ibu Kirania menarik tangan Anggi untuk ikut dengan dirinya tapi Tuan Sarwono menahannya.
"Jangan bawa menantu saya. Dia keluar dari sini harus izin suaminya. Dan Ibu tahu jika kita sebagai orang tua tidak boleh memaksa anak kita. Dia sudah punya suami, apapun itu kita selesai semuanya secara baik-baik. Jangan seperti ini," jawab Tuan Sarwono mencoba meredam kemarahan besannya.
"Pak Sarwono, saya tahu anak saya menantu Anda. Tapi, anak Anda sudah membuat anak saya terluka dan dia juga tersiksa. Saya tahu benar Anggi itu seperti saya. Benar kata istri saya, kami akan bawa Anggi pulang. Anda bisa urus anak Anda, jika memang dia mau dengan Dina, silahkan. Tapi, lepaskan anak saya. Dia wajib bahagia dan menentukan kebahagiaannya. Anak saya bisa bekerja kembali mewujudkan impiannya yang tertunda itu," ucap Pak Abimanyu dengan tegas.
Pak Sarwono mengepalkan tangannya erat. Dia tidak pernah merasa terhina seperti ini oleh kelakuan anaknya. Kali ini dia merasakan itu, karena perbuatan anaknya dirinya harus mendapatkan hal seperti ini.
"Maafkan kelakuan anak saya, Pak, Ibu. Saya janji akan menasehati anak saya, mohon kepada Bapak dan Ibu jangan bawa menantu saya. Kita bicara baik-baik," jawab Pak Sarwono meminta kepada kedua orang tua Anggi untuk tidak membawa sangat menantu kembali ke rumahnya.
Anggi menatap ke arah ibunya. Dia ingin memperjuangkan rumah tangganya. Dia yakin, jika dirinya bisa merebut Rangga suaminya dari sahabatnya itu.
"Ma, Pa, Anggi mohon berikan kesempatan satu kali ini saja, Anggi yakin Mas Rangga itu khilaf dia tidak akan berbuat seperti itu lagi. Jika pun dia masih mengulangi kesalahannya, maka Anggi akan pergi dari rumah ini." Anggi memohon kepada kedua orang tuanya untuk memberikan dia satu kesempatan agar bisa mempertahankan rumah tangganya.
Ibu Kirania tidak bisa berkata-kata, dia sedih anaknya harus berjuang demi rumah tangganya. Bagaimana dengan suaminya, apakah berjuang atau tidak. Ibu Kirania memeluk Anggi, kesedihan dia rasakan saat ini.
"Sayang, jika kamu tidak kuat kembalilah kepada Mama. Mama tidak akan mengusirmu, Mama akan memelukmu nak, jangan lupakan itu. Mama berdoa, agar kelak kamu bisa mendapatkan kebahagiaan lebih, Sayang," ucap Ibu Kirania dengan suara bergetar.
Anggi menangis dia tidak tahan dengan semua yang dia hadapi. Berharap Rangga bisa membuat dia bahagia, tapi pada kenyataannya malah sebaliknya. Rangga menghianati dirinya begitu juga dengan sahabatnya.
"Anggi akan berusaha, seperti yang Anggi katakan tadi. Akan memperbaiki semuanya. Jika tidak bisa maka Anggi akan meninggalkan semuanya. Doakan Anggi," sahut Anggi mencoba menahan air matanya.
Keduanya melepaskan pelukan, Ibu Kirania mengusap wajah Anggi. Anak semata wayangnya, anak yang dia banggakan, pekerja keras harus menerima nasib yang menyedihkan. Dia tahu, takdir seseorang tidak ada yang tahu, Tuhan saja yang tahu takdir seseorang.
"Ya sudah, Mama dan Papa pulang dulu. Kamu sering kabari Mama. Katakan semuanya, jangan kamu tutupi, jadilah wanita yang kuat. Mama mau Anggi yang dulu bangkit kembali, tidak semua memakai perasaan, kamu harus pakai akal sehatmu, kamu mengerti, Sayang?" tanya Ibu Kirania.
Anggi menganggukkan kepala dan tersenyum. Sekali lagi, Anggi memeluk Ibu Kirania. Ada rasa sedih saat Ibu Kirania meninggalkan rumahnya. Tapi, Anggi harus tetap tegar dan tidak akan menangis. Karena dia harus berjuang untuk mendapatkan suaminya kembali.
"Anggi, Papa pulang. Jaga diri, jika kamu perlu sesuatu kabari kami. Kami siap membantu dan kami akan menjemputmu jika kamu menginginkan pulang," jawab Pak Abimanyu mengusap surai rambut Anggi.
"Iya, Pa. Makasih banyak, jaga Mama," jawab Anggi.
"Tolong, jangan sakiti putri kecil kami, saya ibunya yang mengandungnya tidak terima jika anak saya di sakiti. Anda tentu tahu bagaimana rasanya jika putri Anda di sakiti oleh orang lain," jawab Ibu Kirania dengan suara tegas.
"Jangan khawatir, saya akan menjaga Anggi seperti menjaga putri saya sendiri. Maafkan kesalahan anak saya, Pak Abimanyu dan Ibu Kirania," tutur Pak Sarwono.
Anggi mengantar keduanya sampai depan. Anggi merasakan sedikit lega karena rasa rindu bisa terobati walaupun dirinya harus menerima kenyataan jika Rangga kembali ke Dina sang sahabat. Anggi melangkahkan kaki kembali masuk ke dalam rumah untuk bertemu mertuanya. Saat berada di dalam rumah, Anggi tersenyum ke arah Pak Sarwono.
"Duduklah, jangan berdiri saja, nak," kata Pak Sarwono meminta Anggi duduk.
Anggi duduk dengan tenang, tidak ada beban di hatinya karena orang tua dari Rangga sudah mengetahuinya.
"Maafkan Rangga, mungkin selama ini dia banyak menyakiti kamu, membuat kamu menangis. Papa tidak tahu jika Rangga berani selingkuh di belakang kamu. Kamu jangan khawatir ya, Papa akan membela kamu dan Papa akan menasehati Rangga. Papa tidak akan membela siapapun. Yang salah tetap salah, walaupun itu anak Papa sekalipun," jawab Pak Sarwono.
"Anggi tahu jika selama menjadi istri Anggi tidak bisa membahagiakan Rangga. Anggi belum bisa memberikan keturunan untuk Papa dan Mama juga Mas Rangga. Tapi, Anggi sudah berusaha menjadi istri yang patuh, Pa. Dan pada kenyataannya, Anggi kalah dengan sahabat Anggi yang menjadi duri dalam rumah tangga kami," ucap Anggi dengan suara lirih.
Pak Sarwono menghela nafas, dia tidak tahu harus berbuat apa saat ini. Dia benar-benar malu dengan tingkah Rangga. Dulu dia yang bersemangat untuk menikah dengan Anggi tapi nyatanya, dia menyia-nyiakan Anggi. Wanita yang solehah dan patuh dengan suaminya.
"Jangan memikirkan mengenai keturunan, Anggi. Tuhan pasti punya rencana untuk kalian. Papa tidak mempermasalahkan itu. Papa yakin kamu pasti akan menjadi Ibu. Banyak yang tidak punya turunan, tapi mereka bisa menerimanya. Jangan memikirkan itu ya," jawab Pak Sarwono.
"Terima kasih ya, Pa. Oh ya, acara Papa nanti Anggi belum tentu bisa datang, karena Anggi tidak tahu apakah Mas Rangga mengajak Anggi apa tidak. Karena jujur, jika ada acara di rumah Mas Rangga tidak pernah mengajak Anggi. Jadi, sekali lagi Anggi minta maaf ya," ucap Anggi.
Sekali lagi, pengakuan Anggi membuat tamparan yang cukup besar di wajah Pak Sarwono. Beliau tidak pernah menyangka jika anaknya sendiri lah yang melarang menantunya ke rumah jika ada acara.
"Tidak apa, kalau dia tidak ajak kamu, Papa akan minta supir menjemput kamu. Ya sudah, Papa pulang dulu. Kamu kabari Papa jika ada apapun ya nak, jangan pendam sendiri," ujar Pak Sarwono.
"Iya, Pa," jawab Anggi singkat.
Pak Sarwono beranjak dari tempat duduk. Beliau keluar dengan raut wajah yang emosi dan entah kenapa dirinya kecewa dengan anaknya itu. Anak yang dia banggakan menjadi pewaris perusahaannya harus melakukan tindakan tidak terpuji.
Saat di dalam mobil, panggilan telpon berdering. Pak Sarwono segera mengambil telpon dari sakunya dan menyerngitkan keningnya melihat id penelpon.
'Ada apa mereka menghubungiku!?' bathin Pak Sarwono.