Episode 14. Itu Gila

1076 Words
Rangga segera melajukan mobilnya meninggalkan rumah, dia benar-benar kesal dengan Anggi. Karena Anggi lah dirinya omelin dan sekarang Pak Sarwono tidak memperdulikannya. 'Aku ingin mengakhiri semuanya, tidak ada lagi tempat untuk wanita seperti dia, aku sudah muak dengan wanita itu. Kenapa dulu aku menikahi dirinya jika hidupku tidak bahagia!?' bathin Rangga. Rangga merutuki kebodohannya karena menikahi Anggi. Ada perasaan menyesal di hatinya Rangga sudah memilih Anggi menjadi istrinya. Tidak berapa lama, Rangga akhirnya sampai di sebuah cafe yang ada di daerah Jakarta Selatan. Rangga segera memarkirkan mobil. "Hahh, kali ini tidak ada yang bisa menahan keinginan aku untuk berpisah dari wanita itu. Aku harus memilih kebahagiaan aku, Dina adalah wanita yang cocok menjadi pendampingku dan ibu dari anak-anakku, bukan Anggi yang mandul itu," ujar Rangga dengan senyuman. Rangga yang sudah mantap segera turun dari mobil dan berjalan menuju ke cafe. Sesampainya di depan pintu masuk, Rangga mengedarkan pandangannya mencari seseorang yang sudah membuat janji dengan dirinya. Setelah menemukan seseorang tersebut, baru lah Rangga mendekatinya. "Apa kabar, bro. Maaf aku lama, biasalah macet," sapa Rangga kepada seseorang yang tidak lain adalah teman lama Rangga yang juga seorang pengacara. "Eh, Rangga seorang pengusaha terkenal dan sukses, kemana aja nih, sudah lama kamu nggak kontak, tibanya kontak malah aku yang penasaran ada apa ini. Ayo duduk, aku juga baru datang," sahut sahabat Rangga bernama Bimo. "Ck, pengusaha apanya. Itu perusahaan bokapku. Sudah pesan belum. Kita makan dulu sambil ngobrol. Ada hal penting yang ingin aku katakan kepadamu," ucap Rangga dengan serius. Bimo menatap lekat sahabatnya. Dia penasaran apa yang terjadi. "Ada apa? Apa perusahaanmu dalam masalah atau rekan kerja menipumu dan Om Sarwono?" tanya Bimo yang memandang Rangga dengan tatapan lekat. "Bukan, semua baik-baik saja. Hanya saja, ini masalah pribadi saja. Aku butuh bantuanmu. Apa bisa?" tanya Rangga. Bimo makin penasaran dan curiga dari kata-katanya membuat dirinya menduga jika rumah tangganya Rangga ada masalah. Tapi, setahu dirinya jika Rangga dan istrinya Anggi itu saling mencintai tidak mungkin mereka berdua bertengkar atau lebih dari itu pikir Bimo yang masih menebak masalah apa yang membuat temannya ini frustasi. "Jangan buat aku mati penasaran dunk, coba katakan ada apa. Apa kamu ketahuan selingkuh hingga Anggi meminta cerai?" tanya Bimo to the point. Mendengar pertanyaan dari Bimo yang telak membuat Rangga terdiam. Dia menatap Bimo yang saat ini memandangnya dengan serius. "Aku tidak selingkuh," jawab Rangga berusaha mengelak. "Terus, Anggi yang selingkuh begitu. Hingga kamu marah dan berniat menceraikannya, begitu? Apa tidak bisa diselesaikan secara kekeluargaan. Biasanya kalau istrinya selingkuh, ada salah dengan diri kita. Mungkin, kita kurang perhatian atau tidak punya banyak waktu untuk berdua. Dengar ya, kasus perceraian itu banyak sebab dan itu dari diri kita sendiri. Kenapa aku katakan seperti itu, karena kebanyakan klienku mengatakan jika pasangan kita itu kurang ini, kurang itu macem-macem lah, sampai aku mikir seperti ini, kenapa kalian menikah jika pada akhirnya tidak menerima kekurangan pasangan kalian. Bukannya setahu aku, agama mana pun mengajarkan kita untuk menerima pasangan itu dengan segala kekurangan bukannya malah melihat kekurangan pasangan. Itu tidak adil menurutku," jawab Bimo menjelaskan ke Rangga jika menikah itu menerima pasangan dari hati. "Hahhh, iya aku tahu. Tapi, aku menerima kekurangan dia, sangat menerimanya. Masalahnya di sini sudah tidak ada cinta lagi. Bagaimana dunk, apa harus aku paksakan? Agar semuanya baik, tidak bukan?" tanya Rangga. "Apa sudah dibicarakan, kenapa dan perbaiki jika bisa. Aku hanya menasehati saja, sebelum terlambat. Karena, apa yang kita punya sekarang belum tentu ada di diri orang lain nantinya. Bisa saja kita menyesal nantinya," jawab Bimo. Bimo sudah menduga jika Rangga lah yang salah, karena tidak mungkin Anggi yang lemah lembut dan perhatian ke Rangga membuat temannya ini tidak betah. Setahu dia dulu, Anggi selalu dibanggakan oleh Rangga, tapi kenapa sekarang Rangga seolah-olah melupakan hal itu. "Kalau sudah tidak cinta sulit. Karena cinta tidak boleh dipaksa. Dan lagi pula, kedua orang tuaku menginginkan anak, sedangkan dia tidak bisa kasih aku anak. Dia itu mandul, bagaimana mungkin aku bersama selamanya dengan perempuan mandul. Aku hanya mau keturunan, tidak lebih. Apa aku salah?" tanya Rangga dengan wajah memelas agar sahabatnya ini percaya. "Hhhhaaa. Apa kalian sudah periksa. Jika sudah kenapa tidak mencoba pengobatan saja. Aku sebagai pengacara bukan tidak suka atau ikut campur. Hanya saja, aku menasehati klienku untuk berpikir ulang. Pernikahan itu bukan untuk main-main. Jadi, jangan nantinya menyesal dikemudian hari, kamu mengerti tidak?" tanya Bimo lagi. Rangga menganggukkan kepala. Dia tidak akan menyesal sama sekali. Pilihan dia dan kebahagiaan dia saat ini hanya kepada Dina. Dina wanita sempurna dimatanya dan dia nyaman dengan Dina hanya Dina yang bisa mengerti dirinya saat ini. "Kapan kamu bisa ajukan surat ceraiku. Aku sudah tidak bisa berlama-lama. Takut jika ada yang terluka," jawab Rangga langsung ke intinya. "Ini saja sudah membuat hati wanita terluka. Tapi, jika sudah mantap dan yakin akan aku buatkan. Apa alasannya? Maksudnya, apa alasanya karena tidak punya anak atau ada alasan lainnya?" tanya Bimo meyakinkan Rangga dan menanyakan alasan lainnya untuk ajukan gugatan cerai ke Anggi. Rangga pun menjelaskan panjang lebar alasannya, dia tidak menyebutkan sama sekali alasan sebenarnya. Rangga merekayasa semuanya hingga Anggi buruk di mata sahabatnya ini. "Baiklah, aku akan buat dan masukkan langsung ke pengadilan Agama tempat di mana kalian tinggal. Aku harap kamu bisa memikirkan ulang. Jangan ada yang menyesal dan jika hal itu terjadi maka aku akan tertawa melihat kebodohanmu itu," jawab Bimo. Bimo berbicara seperti itu bukan tanpa alasan. Dia sudah bisa membaca setiap ucapan yang Rangga katakan ke dirinya. Dia tidak percaya jika Anggi wanita seperti itu, walaupun tidak kenal baik, tapi dia tahu betul bagaimana sosok Anggi seorang wanita pintar, pekerja keras kariernya juga bagus sebelum nenikahi Rangga, tapi jauh dari semua itu, dia berkorban meninggalkan semuanya demi menjadi ibu rumah tangga. Apa kurangnya dia sebagai seorang istri. "Tidak ada penyesalan, aku sudah mantap untuk berpisah. Nanti kabari aku ya, tolong secepatnya. Aku tidak bisa menunggu lama. Terlalu sakit hatiku," dusta Rangga dengan wajah memelas. Bimo pun hanya menganggukkan kepala dia merasakan jika ucapan Rangga dengan raut wajahnya berbeda. "Kalau begitu aku pulang dulu, kabari aku secepatnya," jawab Rangga yang pamitan dengan Bimo. Bimo hanya diam dan menganggukkan kepala. Keduanya berpisah, Rangga meninggalkan lebih dulu Bimo yang masih mencoba mencerna setiap apa yang Rangga katakan sebagai alasan dirinya menceraikan Anggi. 'Aku masih belum yakin dengan alasan itu. Mana mungkin Anggi wanita seperti yang Rangga katakan!?' bathin Bimo. Bimo segera meninggalkan Cafe, dia tidak ingin terlalu jauh ikut campur dalam urusan Rangga jika Rangga memintanya untuk membuat surat perceraian untuk Anggi maka dia akan membuatkannya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD