Rangga hanya terpaku melihat kepergian ayahnya, dia tidak menyangka jika ayahnya mengetahui perselingkuhannya. Rangga mengepalkan tangannya, dia mulai diselimuti amarah, dia yakin jika yang mengadukan perselingkuhan ini tidak lain adalah Anggi.
"Kurang ajar, aku yakin perempuan itu yang mengadukan kepada Papa bahwa aku selingkuh dengan Dina. Awas kamu, aku akan buat perhitungan dengan kamu, Anggi," geram Rangga yang menahan amarahnya.
Rangga tidak terima jika Anggi mengadu ke Pak Sarwono. Dia akan membuat perhitungan dengan Anggi, saat dia kembali ke rumah. Waktu terus bergulir Rangga menyelesaikan pekerjaannya setelah selesai dia bersiap untuk pulang waktu menuju pukul 05.00 sore, dia ingin segera bertemu dengan Anggi tentu saja dia ingin menanyakan masalah yang hari ini terjadi.
Rangga keluar dari ruang kerjanya. Dia berjalan cukup cepat rasa amarah kembali menyeruak di hatinya, dia ingin bertemu dengan Anggi secepatnya, sesampainya di depan lift, Rangga segera menekan tombol menuju lantai bawah tanpa diduga Rangga bertemu dengan sang ayah Pak Sarwono, tidak ada pembicaraan di antara keduanya.
Pintu lift terbuka, Sarwono segera keluar meninggalkan Rangga sendiri, dia tidak peduli dengan anaknya itu, sudah terlalu kecewa dengan kelakuan anaknya.
"Awas kamu Anggi, ini semua karena kamu, aku akan benar-benar membuat perhitungan denganmu dan aku akan segera menceraikanmu, kamu wanita yang tidak tahu diri!" geram Rangga yang segera melangkahkan kaki menuju ke arah parkiran mobil dia ingin segera menemui Anggi.
Anggi yang selesai berkemas segera mandi, hari ini Anggi bener-bener lelah, bukan hanya fisiknya tapi juga pikirannya. Anggi melangkahkan kaki menuju ruang tamu, dia duduk sambil menyalakan televisi dan melihat siaran sinetron yang biasa dia tonton. Tidak berapa lama, terdengar suara deru mobil. Anggi menyengitkan keningnya, dia heran kenapa Rangga pulangnya lebih cepat dari biasanya.
'Tumben, Mas Rangga cepat pulang, biasanya pulangnya tengah malam, apa sekarang dia sudah berubah atau jangan-jangan Papa sudah menegurnya, kalau memang benar baguslah. Mas Rangga, akhirnya bisa menyadari semua kesalahannya!?' gumam Anggi dalam hati.
Anggi senang karena mertuanya bisa menasehati Rangga dengan begitu dia bisa menjauhi Rangga dengan Dina. Namun, apa yang dipikirkan oleh Anggi berbeda dengan apa yang terjadi. Rangga masuk ke dalam rumah terburu-buru dan membuka pintu dengan kasar. Anggi yang terkejut seketika berdiri dan menetap Rangga yang sudah terlihat penuh amarah.
"A-apa yang terjadi, Mas. Kenapa kamu seperti ini apa kamu mendapatkan masalah?" tanya Anggi dengan suara yang terbata-bata.
Rangga yang mendengar suara Anggi semakin kesal, terlebih lagi mendengar Anggi mengatakan dirinya mempunyai masalah, dia langsung naik pitam. Rangga mendekati Anggi dengan langkah kaki lebar. Dia tidak menyia-nyiakan kesempatan ini untuk melampiaskan kekesalan dan kemarahannya karena ayahnya mengetahui dirinya selingkuh. Tamparan yang cukup keras mendarat di pipinya hingga kepala Anggi mengikuti gerakkan tamparan tersebut dan membuat pipinya merah dan darah keluar dari pipinya.
"Itu hukuman untuk wanita yang sudah bermulut tajam. Berani-beraninya kamu mengatakan ke Papa jika aku selingkuh. KENAPA, ANGGI! Kamu tega mengatakan itu padaku, sejak kapan aku selingkuh, sejak kapan, ANGGI!" teriak Rangga dengan suara menggelegar.
Mendapatkan tamparan dan mendengar pengakuan dari Rangga membuat Anggi menangis dia tidak percaya, jika apa yang Rangga lakukan kepadanya sungguh keterlaluan. Anggi mengusap sudut bibirnya yang berdarah, dia menoleh dan memandang ke arah Rangga dan tersenyum walaupun perih, tapi Anggi masih bisa menunjukkan jika dia masih kuat tidak lemah.
"Kamu tanya sejak kapan kamu selingkuh? Kamu lupa, Mas, kapan kamu melakukan itu? Apa perlu aku ingatkan lagi. Atau jangan-jangan kamu sudah amnesia sampai kamu melupakan selingkuhan kamu yang juga sahabatku?" tanya Anggi dengan sorot mata tajam.
Rangga diam, dia tidak menyangka Anggi berani mengatakan hal itu terlebih lagi Anggi berani memandangnya seperti ini. Rangga mengepalkan tangannya dan menahan gejolak emosinya.
"Tidak bisa jawab. JAWAB, MAS RANGGA!" teriak Anggi dengan kencang hingga membuat Rangga terjengkit dan membolakan matanya mendengar teriakkan dari Anggi.
"Dasar istri tidak berguna. Istri mandul kamu itu! Berani-beraninya kamu berteriak di depanku. Ingat, aku masih suamimu, jangan besar kepala karena sudah mendapatkan pembelaan dari Papaku. Tidak tahu diri kamu!" bentak Rangga.
Anggi sedikit terkejut mendengar bentakkan Rangga. Dia tidak menyangka suaminya mengatakan dirinya mandul. Sebagai suami tidak pantas mengatakan hal itu. Air mata Anggi menetes hatinya seperti ditusuk belati tajam sakit tapi tidak berdarah.
"Tega kamu, Mas Rangga mengatakan hal itu. Aku tidak mengerti kenapa kamu mengatakan aku mandul. Apa buktinya aku mandul? Aku sudah berusaha mengajakmu ke dokter bukan, tapi kamu selalu menolaknya dan mengatakan tidak perlu. Sekarang, kamu malah mengatakan hal itu padaku, Mas Rangga!" tutur Anggi dengan suara bergetar.
Rangga diam, karena perkataan Anggi benar. Dia selalu saja tidak percaya diri jika ke dokter dan juga dia tidak mau ke dokter karena menurutnya dia sehat istrinya lah yang sakit tidak bisa memberikan keturunan padanya bukan dia.
"Terlalu banyak ngomong kamu. Istri kurang ajar, kamu mau jadi istri pembangkang ya, ikut aku sekarang!" bentak Rangga dengan kencang.
Rangga menarik rambut Anggi dan menyeretnya ke dalam kamar. Anggi yang rambutnya ditarik Rangga berusaha memberontak dan memukul tangan Rangga.
"Sakit, Mas Rangga. Lepaskan tanganmu dari rambutku. Kamu kejam, Mas Rangga. Apa salahku padamu. Lepaskan!" pekik Anggi mencoba memberontak tapi kekuatannya tidak bisa menandingi Rangga yang kuat.
"Ini hukuman untuk kamu. Aku tidak akan membiarkan mulut manismu menuduhku selingkuh apa lagi di depan keluargaku, Anggi. Keterlaluan kamu. Karena kamu Papa tadi marah padaku dan mengatakan wanita baik-baik itu sampah. Yang sampah itu kamu, Anggi, bukan dia!" ucap Rangga dengan nafas yang menderu.
"Jahat kamu, Mas Rangga. Kamu membela dia bukan aku. Aku masih terhormat, Mas Rangga. Aku istri sah kamu, Mas. Ingat itu, di agama dan negara. Bukan dia yang sudah merebutmu dariku. Dia pelakor dia wanita jalang yang tidak tahu diri. Dia yang sampah bukan aku!" pekik Anggi yang sudah tidak tahan diperlakukan sewenang-wenang oleh suaminya.
Rangga makin emosi mendengar perkataan dari Anggi. Rangga yang tidak terima semakin gelap mata. Dia menyeret Anggi dengan kasar, sampai di kamar Rangga segera melempar Anggi ke ranjang. Dengan cepat membuka sabuk pinggang dan melucuti Anggi. Anggi hanya bisa menjerit dan meminta tolong ke Rangga dengan teriakkan.
"Akhhh, ampun Mas Rangga. Jangan cambuk aku, istighfar, Mas Rangga. Aku istrimu, Mas bukan hewan yang kamu cambuk seperti ini. Ampun, sakit Mas Rangga!" jerit Anggi dengan kencang memohon ke suaminya untuk tidak menghentikannya.
"Ini hukum, istri yang durhaka wajib dihukum agar tidak kurang ajar. Aku sudah katakan, jangan pernah menjadi istri durhaka dan menurut padaku. Jika bukan aku yang menikahi kamu siapa lagi, wanita mandul sepertimu tidak akan ada yang mau menikahi kamu. Paham itu, Anggi!" teriak Rangga sambil terus melayangkan sabuk ke punggung, kaki Anggi.
Anggi hanya menangis, dia benar-benar tidak bisa berkata-kata, suami yang dia banggakan di depan teman-temannya, keluarganya dan dia bela di depan kedua orang tuanya memperlakukan dia seperti ini. Tidak ada timbal balik untuknya. Anggi terus menangis dan menjerit. Hari ini untuk pertama kali dia membenci Rangga suaminya. Perlahan cintanya mulai terkikis karena perlakuan Rangga padanya saat ini.
"Dengar baik-baik, aku akan menjadi kejam jika kamu ikut campur urusanku. Mulai sekarang jangan keluar dan jangan pernah sedikitpun kamu menghubungi keluargaku. Paham, wanita mandul!" teriak Rangga dengan kencang tepat di telinga Anggi.
Rangga menarik rambut Anggi hingga kepala wanita malang tersebut terangkat dan kedua mata mereka saling bertemu. Anggi bisa melihat dari kedua bola mata Rangga sudah tidak ada cinta lagi untuknya.
"PAHAM TIDAK!" bentak Rangga.
Anggi hanya menganggukkan kepalanya pelan. Tangan Rangga segera melepaskan rambut Anggi dan segera meninggalkan rumah. Dia sudah muak tinggal dengan Anggi. Anggi yang melihat kepergian Rangga hanya bisa diam.
'Ternyata memperjuangkan cinta itu tidak semudah yang aku bayangkan!?' gumam Anggi yang langsung menangis histeris.
Rangga yang di dalam mobil mendengar suara tangisan Anggi dan dia hanya bisa diam. Rangga tidak peduli, dirinya sudah tidak mencintai Anggi lagi. Rangga mengambipy ponselnya dan mencari nomor kontak seseorang. Setelah ketemu barulah dia menghubungi seseorang tersebut.
"Halo, di mana? Aku ingin bertemu, di tempat biasa saja ya. Aku segera ke sana dan menunggumu," ucap Rangga meminta seseorang tersebut untuk menemuinya sekarang.