---

1381 Words
Ale tengah menatap makanannya dengan tidak selera, dirinya hanya mengaduk aduk nasi goreng di depannya dengan tatapan yang sulit di artikan. Setelah kejadian di tempat kerjanya tadi ia selalu kepikiran dengan sosok yang mencoba masuk kedalam hidupnya. Dan semua itu membuatnya jadi tak selera untuk makan, ia terus saja merutuki kebodohannya. Dan salahkan pula pada bos sialannya tadi. Sekenaknya saja menyuruh aku untuk menemaninya makan. Dan karna kajadian itulah, membuat Ale terlibat dengan orang asing. Bukannya ia tak suka ataupun benci dengan orang yang yang baru di kenalnya. Namun Ale lebih membenci dirinya sendiri. Lebih tepatnya membenci keadaannya sekarang. Karna dengan keadaan seperti ini, ia tak ingin jika sampai membuat orang lain tersakiti karna dirinya. Ia masih saja melamun, memikirkan sosok yang baru saja meminta izin untuk masik kedalam dunianya. Sosok tampan dan rupawan yang seolah tertarik akan dirinya. Jujur ada perasaan aneh yang bergejolak saat dirinya menatap mata biru teduh itu. Tatapan mata yang mampu menenangkan dan menuntut untuk selalu menatapnya. Tatapan yang mampu menggetarkan sebagian dari tubuhnya. Namun lagi lagi ia mendesah pelan. Karna semua yang ia alami sekarang hanyalah sebuah harapan hampa. Perasaan yang akan lenyap di malam hari nanti. Atau mungkin ia tak usah tidur sekalian, supaya perasaan hari ini tak akan pupus?? Sepertinya itu tak mungkin. Karna sampai itu terjadi, tak menuntut kemungkinan jika dirinya tak terlelap di siang hari. Dan itu bahkan lebih mengerihkan di banding kehilangan perasaan aneh yang ia alami sekarang. "Al... Apa ada masalah?" bisik Billa lembut, ia penasaran dengan sahabatnya. Kenapa hari ini terasa aneh baginya. Tak seperti hari sebelumnya, hari ini Ale terlihat begitu murung, atau mungkin ia tengah merutuki nasibnya. Sepertinya tidak mungkin. Karna Bila tau Ale sosok gadis yang tangguh. "Hey..." tangan Billa terulur mengelus lengan Ale. Membuat ia tersentak karna terkejut. "Lo kenapa hm...?, Coba cerita sama gua?" Ale hanya mengeleng pelan seraya menggigit bibir bawahnya. "Apa lo pernah jatuh cinta?" suara yang begitu pelan seperti berbisik namun masih bisa terdengar di telinga Billa. "Knapa?, apa lo ngerasain hal itu sekarang ini?" tanya Bills lembut. "Gua gak tau bil, rasanya begitu aneh dan asing. Selama ini, ingatan yang masih tersisah di otak gua, gak pernah ngerasa hal kayak gini. Perasaan yang begitu baru gua rasain." bisik Ale, memejamkan matanya. Entahlah apa perasaan ini nyata atau semu. Ia hanya merasa berdebar dan bergejolak saat bertemu dengan pria itu. Sesak seolah oksigen di sekitarnya telah menipis saat menatap mata biru teduhnya. Dan senang saat melihat senyum manisnya. Semua itu begitu baru, dan anehnya ia merasa tak asing jika bertemu dan berkenalan dengan Rafael. "Apa lo selalu berdebar saat di dekat pria itu?" Ale mengangguk sebagai jawaban. Billa tersenyum manis kemudian melanjutkan pertanyaanya. "Apa lo ngara sesak jika menatap matanya?" lagi-lagi Ale hanya mengangguk. "Apa itu semua karna pria yang bernama Rafael?" Deg... Ale langsung mengerutkankan keningnya saat mendengar pertanyaan Billa. Kenapa Billa bisa tau siapa pria itu? Apa mungkin ada kenangan dengan pria itu di hari yang lalu. "Kalo iya. Berarti emang lagi jatuh cinta sama itu cowok" lanjut Billa kemudian menyuapkan nasi yang ada di sendoknya kemulut Ale. Ale yang terbengong karna ucapan Bila, terpekik kaget saat sesendok nasi masuk kedalam mulutnya, mau tak mau mengunyah makan itu. "Udah gak usah di bengongin. Nanti gua ceritain plus gua bantuin lo. Tapi..." ada jeda sedikit dengan ucapan Billa. Kemudian tersenyum dengan manisnya. "Lo harus selesain makan lo, gua gak mau sahabat gua jadi kurus cuma gara-gara cowok" lanjutnya lagi dengan menyuapkan nasi kedalam mulut Ale lagi. "Iss apaan sih bil. Malu ah di liatin orang. Gua bisa sendiri" ketus Ale kemudian langsung merebut sendok di tangan Billa. Sedangkan Billa hanya tertawa pelan melihat ekpresi Ale. "Udah jangan ngambek. Selesain makannya, karna kita masih banyak kerjaan. Lebih tepatnya si elo bukan gua" "Iss... Emang gak bisa lo aja apa bil?, Ribet bener perasaan. Harus baca begitu banyaknya berkas" ucap Ale malas. "Yaelah, timbang nandatanganin berkas kerja sama doang ribet. Lah gua, tiap hari harus urus semua masalah yang ada di perusahan. Lebih ribet tau gak." cibir Billa sinis. "Ck. Iya iya" "Gak usah bawel, buru makan!. Awas aja sampek lo kurusan" "Gimana mau bisa kurus kalo lo aja bawel gini. Palingan juga tiap hari lo selalu maksa gua buat makan kan?" "Haha ya iya lah. Gua gak mau ya sahabat gua sendiri sampek kurus, lo itu yang terpenting bagi gua" "Iya Billa... iya. Kapan selesainya coba kalo lo kultum terus." perotes Ale kemudian melanjutkan makannya sembari mendengarkan celoteh sahabatnya itu. Setelah selesai dengan makannannya Billa langsung membayar di kasir kemudian mengajak Ale ke kantor untuk menandatangani berkas kerja sama yang hanya bisa ditandatangani oleh Ale. Langkah Ale tehenti di lobi perusahaan yang begitu megas. Matanya seolah tak percaya dengan apa yang di lihatnya. Inikah kantor perusahaannya? Kenapa begitu megah dan asing? Baginya. "Serius Bil ini kantornya?" Billa memutar bola matanya malas. Astaga harus berapa kali ia menjelaskan dan memberi tahu bawha kantor ini adalah hasil jerih payahnya, dan lagi-lagi Billa terkagum dengan Ale. Bayangkan saja dengan kondisi yang di alami Ale, ia bisa mendirikan semua ini. Bahkan awalnya bila tak percaya dengan ini semua. Tapi nyatanya inilah perusahaan yang di bangun Ale dari nol dengan kondisi ingatan yang menurut orang tak mungkin. "Iya Ale. Ini perusahaan lo, perusahaan yang lo bangun dari nol, dan ini lah hasil jeri payah elo." Bila mendekati Ale kemudian menarik lengannya untuk masuk. "Udah deh gak usah bawel. Buruan kerjaan kita banyak" Ale hanya menurut dan mengikuti Billa. Selama kakinya melangkah banyak pegawai yang memberi salam bahkan tak jarang banyak yang membungkuk. Ale yang merasa aneh hanya membalas dengan senyuman dan anggukan pelan. "Apa pak Adam sudah datang?" tanya Billa pada seorang resepsionis. "Sudah bu. Mereka sudah menunggu di ruangan meating" "Baiklah, trimakasih" ucap Billa kemudian melangkah kembali dan berjalan menuju lift. "See... Mereka semua hormat sama lo. Ya iyalah karna mereka tau lo itu bigbos di prusahaan ini" cibir Billa setelah mereka masuk lift khusus anggota direksi. "Halah, bisa aja mereka hormatnya sama lo kan buka sama gua" "Astaga Ale" geram Billa yang melihat tingkah Ale. "Jangan bilang lo tadi pagi gak baca diary warna merah yang ada di lemari lo?" cecar Billa dengan tubuh yang sudah menghadap ke arah Ale, dan menatapnya kesal. Ale hanya menggigit bibir bawahnya menahan tawa. Kalo boleh jujur Ale memang sudah membaca diary warna merah. Diary yang menjelaskan semua tentang perusahaannya serja perjanjian yang akan ia tandatangani hari ini. Bahkan ia juga sudah mempelajari semua berkas dalam waktu 3 jam. Hebat bukan? Itulah kelebihan yang dimiliki Ale, namun sepadan dengan kekurangan dan kehampaan yang ia dapat. Jika bisa memilih, Ale lebih memilih bisa mengingat semua dengan baik dan tak memiliki kepintaran sama sekali. Dari pada harus pintar dan jenius tapi untuk apa jika di pagi hari ketika kamu bangun kamu akan melupakan semuanya. Dan di diary itu juga ada sebuah tulisan yang menyuruhnya untuk berlaku seolah tak mengerti dan tak percaya. Tujuannya hanya satu, membuat Billa kesal. Ale juga heran dengan dirinya sendiri. Mengapa ia begitu usil dan hoby dalam mengerjai Billa. Dan ternyata ini lah jawabannya. Billa terlihat begitu lucu dengan raut wajah menggemaskannya jika tengah marah dan kesal. Billa menatap tajam Ale, sebelah alisnya terangkat. Ia curiga dengan ekspresi Ale. "Damn...!! Jangan bilang lo lagi ngerjain gua?" tebak Billa yang langsung membuat tawa Ale pecah. Ia tak nampu menahan tawanya lebih lama lagi. Bersamaan dengan itu pintu lift terbuka. Setelah itu ale melangkah meninggalkan Billa yang masih tak percaya dengan keusilan sahabatnya. "ALEE...!! Ngeselin banget si lo" teriak Bila kemudian dengan langkah lebarnya ia menyusul Ale. Ale masih saja tertawa dengan memegang perutnya hingga sampai di deoan sebuah pintu yang bertuliskan ruangan meating. Perlahan Ale menetralkan tawanya, membenahi rambut dan pakaiannya, kemudian dengan gerakan anggun nya ia membuka pintu itu. Hingga menampakan lima orang yang akan mengajukan kerja sama di perusahaanya. Dan kelima orang ini lah yang menurut Ale mampu dan layak untuk bekerjasama dengan perusahaanya. Setelah membicarakan tentang perjanjian dan kerja sama bisnis yang akan mereka jalankan. Ale mulai menandatangi semua berkas yang di ajukan oleh kelima orang itu. Di bantu oleh Billa merekapun telah selesai rapat. Ale merenggangkan tangannya kemudian memijat tengkuknya. Ternyata duduk dan berbicara dengan nada tegas selama 4 jam mambuatnya begitu lelah. Lalu bagaimana dengan Billa yang setiap hari harus menghendle semua ini. Lagi-lagi ia begitu bersyukur memiliki sahabat seperti Billa.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD