1

809 Words
"Oh, bagus. Kita baru menikah beberapa hari yang lalu, belum melakukan malam pertama dan saat ini kau sudah mulai bekerja, padahal aku mengosongkan jadwal satu minggu ini!" Adrian mengomel saat hari itu dia tidak menemukan Maria di mana pun. Mereka sudah tinggal di sebuah penthouse hadiah dari keluarga Adrian atas pernikahan mereka. Maria berdecak menatap pria itu. Mereka sudah menjadi pasangan suami-istri terhitung dua hari. Dua hari itu mereka masih di sibukkan dengan acara keluarga, pengenalan kerabat dan berbagai perjanjian lainnya. Dan di saat semua sudah selesai, Adrian ingin mengenal gadis itu lebih lanjut, karena bagaimana pun mereka sudah menikah, namun saat pagi hari, dia sudah mendapati Maria menghilang dan seorang pekerja yang membersihkan penthouse mereka mengatakan bahwa gadis itu pergi bekerja. Astaga! Adrian meliburkan dirinya satu minggu, memikirkan beberapa hari berkenalan dan bersenang-senang dengan wanita itu. Tapi dengan hati dinginnya Maria malah pergi bekerja. "Jangan berlebihan, aku harus segera bekerja, pekerjaanku seorang dokter, aku tidak bisa meminta cuti sebanyak itu." ucap gadis cuek, sembari berjalan menuju dapur, membuka kulkas untuk mengambil air dingin. "Kau gila? Rumah sakit itu rumah sakit keluargamu, dan bukan kau satu-satunya dokter di sana!" Adrian mengekori gadis itu. "Kau pikir aku bisa seenaknya? Jangan kekanak-kanakan!" ucap Maria dingin. Adrian berwajah masam. "Bisa kita melakukan malam pertama sekarang? Aku ingin menidurimu." ucap pria itu langsung. Maria terbatuk, lalu menghela nafas. "Aku sedang datang bulan." ucapnya berlalu, meninggalkan Adrian yang melemas. Kenapa interaksi mereka tidak terlalu kaku? Karena sebenarnya mereka pernah saling mengenal. Tidak sepertinya itu bukan kalimat yang tepat. Hidup di jalan yang sama, mereka memiliki kehidupan yang hampir sama. Bersekolah di sekolah terbaik, membuat mereka berada di zona yang sama. Maria bukan orang yang mudah bergaul, dia dingin, ketus dan ambisius. Sedangkan Adrian tipe pria yang akan di sukai semua orang karena tingkahnya yang manja, blak-blakan dan selalu membuat orang tertawa. Walaupun dulu selalu berada di sekolah yang sama, mereka tidak pernah benar-benar menjadi teman dekat. Maria terlalu dingin dan tidak bisa menerima orang baru dan Adrian juga dulu enggan untuk mengenal gadis itu lebih jauh. Hingga satu kejadian mengubah segalanya. Mereka berdua menjadi lebih dekat setelah Maria berpacaran dengan sahabat Adrian. Berbicara mengenai masa lalu, sebenarnya Adrian sedikit enggan membahasnya. "Kau lihat apa? Dasar m***m!" ucap Maria melotot pada Adrian yang terus saja menatapnya. Saat ini gadis itu tengah membuka pakaiannya, bersiap membersihkan diri. Adrian tersenyum menatap gadis itu. "Aku suka melihatmu, apalagi kalau kau telanjang." pria itu terkikik. "Kau tidak malu membuka pakaian di depanku?" Maria menghela nafas. "Ini bukan sesuatu yang aneh bagiku, dulu saat aku magang aku bahkan satu kamar dengan teman priaku, jadi tidak masalah bagiku." ucap gadis itu santai. Ucap gadis itu berhasil membuat Adrian tersedak. "KAU GILA?!" pekiknya. "Kau tidak seharusnya melakukan itu! Hei! Aku peringatkan mulai hari ini jangan pernah membuka pakaian selain di depanku! Maria! Kau dengar aku?!" teriakan Adrian tidak di gubris Maria, gadis itu sudah masuk ke dalam kamar mandi. Adrian mengelus dadanya, sejak dulu hingga sekarang, dia selalu di buat terkejut oleh gadis itu. *** Pernikahan juga membuat dua manusia itu mau tak mau harus mengerti sifat satu sama lain. Adrian seorang pria humble, mudah berkomunikasi dengan siapapun dan dia banyak bicara, sedangkan Maria kebalikan dari pria itu. "Kau tau? Aku pikir setidaknya kita akan canggung dalam beberapa bulan, lalu mulai saling menyentuh dengan pelan, baru mulai saling mengenal." ucap Maria pelan, menatap lampu tidur yang terletak di sampingnya. "Tapi ternyata tidak bukan? Kau tau aku bukan orang yang sekaku itu, kita juga pernah saling mengenal." balas Adrian yang berada di balik punggung Maria, memeluk gadis itu. Malam hari semakin larut, membuat perasaan menjadi lebih sentimental. "Tapi menurutku masa lalu kita tidak terlalu baik." ucap Maria, menunduk menatap lengan pria itu. Adrian mengerang. "Berhentilah membicarakan masa lalu, aku tidak suka." ucapnya. Maria terdiam. Sejujurnya ada banyak pertanyaan di kepalanya malam ini. Namun dia hentikan karena Adrian sepertinya tidak ingin membahasnya. "Seandainya. Seandainya kita benar-benar tidak cocok dalam pernikahan ini. Kita bercerai?" "Maria, kalau malam kau terlalu banyak bicara." ucap Adrian. "Aku hanya ingin merancang masa depan." "Dan kenapa perceraian yang kau sebutkan? Ada banyak yang lain, kita bisa memiliki anak atau bisa jadi kedepannya kau menyukaiku, kenapa malah perceraian?" dengkus Adrian. "Hmm entahlah, sejujurnya aku pesimis. Aku bahkan masih belum sadar aku sudah menikah." Adrian merapatkan tubuh mereka. "Buktinya adalah aku, Maria." bisik Adrian. "Aku memang pria serampangan, tapi untuk masalah serius apalagi pernikahan aku tak pernah main-main. Pernikahan kita serius dan kau harusnya optimis mengenai hal ini." "Tapi aku—," Adrian menaiki tubuh gadis itu, mencium bibir Maria begitu dalam, membuat gadis itu terkejut. Adrian menarik tangan Maria, melingkarkan tangannya ke leher. "Berhenti mengucapkan kalimat pengacau suasana, Maria." ucap Adrian di sela ciuman mereka. "Kau istriku, Aku suamimu. Itu status kita, seharusnya kita sama-sama optimis mengenai hubungan ini." Maria hanya diam, namun gadis itu kini membalas ciuman pria itu. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD