2

836 Words
Maria adalah gadis kaku dan sulit di dekati orang lain. Temannya hanya bisa dihitung dengan jari. Dan membicarakan seorang kekasih, dia hanya punya satu mantan, yaitu teman Adrian. Bersentuhan secara intim bukan hal yang sering Maria lakukan, jadi ketika malam itu Adrian mencium dan mulai menjalar menyentuhnya, gadis itu kebingungan dengan yang dia lakukan selanjutnya. Adrian tersenyum di dalam ciumannya, dia mengigit bibir bawah gadis itu. "Jangan tahan nafasmu, kau bisa mati, kan tidak lucu kau mati di malam pertama kita." bisik Adrian sambil menghisap bibir gadis itu. Wajah Maria memerah, anatara marah dan malu, wanita itu tidak bisa memprotes, Adrian sudah membungkam mulutnya. "Nghhh!!" gadis itu melotot saat tangan besar Adrian sudah menangkup dadanya, meremasnya pelan. Mata pria itu mulai berkabut akan gairah. Membuat Maria melihat pria itu asing. "A-Adrian nghhh," Maria membeku saat pria itu menciumi lehernya, menimbulkan sensasi geli menggelitik, ciuman pria itu turun menuju tulang selangka. Sekujur tubuh Maria merinding ketika bibir pria itu begitu dekat dengan dadanya. "Kau siap? Aku akan melanjutkannya saat kau mengangguk." mata Adrian yang biasanya jenaka kini tampak menajam serius. "Aku tidak ingin memaksa, walaupun rasanya aku hampir mati menahannya." ucap pria itu. Maria kebingungan. Untuk pertama kalinya dia merasa otaknya tak mampu untuk bekerja. Namun tubuhnya ternyata sudah menemukan jawaban lain, gadis itu mengangguk. Adrian mengerang, tak lagi menahan diri untuk membuka pakaian gadis itu, nafas Maria tersendat-sendat, yang dia lakukan saat ini terasa asing namun memabukkan. Dia takut namun juga penasaran. Dia seorang wanita normal. Gairah itu mulai muncul dalam dirinya. Hal yang sejak dulu sebenarnya tak. pernah Maria coba gali. Mari mengerang saat jemari Adrian menyentuh kulit telanjangnya. Rasanya benar-benar aneh. Mereka kembali berciuman, dengan tangan Adrian yang bergerak liar di tubuh indah gadis itu. Mata Maria melotot saat tangan pria itu mulai masuk ke dalam bra-nya. Dia segera mendorong Adrian menjauh. "Tungguu!!!" pekiknya. Adrian yang sudah di ujung gairah mengerang. "Ada apa?!" "Kau sudah mandi? Gosok gigi? Sudah mencuci tanganmu?" ucapnya yang langsung membuat Adrian ingin menangis. "Aku tau hal ini akan terjadi, aku bersumpah aku sudah mandi dan mencuci tanganku, Maria!" ucapnya frustasi. "Oh, baiklah—," Adrian kembali menyerangnya, kini dia melumat habis bibir gadis itu, tangannya melepaskan bra milik Maria. "Jangan melihatnya, sialan?!" Maria memerah saat tatapan Adrian terpaku pada d**a gadis itu yang terlihat indah untuk dia sentuh. "Bagaimana aku tidak melihatnya? ini cantik." Adrin mencium ujung d**a gadis itu, lidahnya mempermainkan Maria, lidahnta berputar tanpa menyentuh ujung d**a gadis itu, membuat Ameena frustasi. Tanpa gadis itu sadari, dia menarik kepala Adrian agar menyentuh bagian itu, membuat Adrian tersenyum. Dia pun memberikan apa yang gadis itu mau, dia menghisap ujung d**a Maria hingga gadis itu menggelinjang kegelian. Desahan malu-malunya keluar tanpa bisa dia tahan. "Ahhh.... Adrian...hhhh." Tangannya yang lain meremas d**a lain gadis itu. "Kau suka?" tanya Adrian di depan wajah gadis itu. Wajah Maria memerah. "Rasanya geli." ucap gadis itu. "Tapi kau menyukainya bukan?" "Y-ya," ucap Maria sebelum di bungkam oleh Adrian dengan ciuman. Maria adalah wanita paling bersih, dia selalu geli membayangkan ciuman, berapa banyaknya bakteri yang masuk, hanya saja, ciuman Adrian membuatnya lupa semua itu. Saat tangan Adrian mulai menjalar menuju celana gadis itu, Maria menahannya. "Kau lupa? Aku masih datang bulan." ucap Maria, memecahkan kesadaran Adrian. Pria itu memgusap kepalanya pening. "Astaga!!!" teriaknya frustasi, dia menjauh dari Maria, lalu berlari ke dalam kamar mandi. Meninggalkan Maria yang menatap punggung Adrian sedikit iba. *** "Dasar b******n tengik! Bisa-bisanya kau menikah dan tak mengundangku!" Leon menggerutu. "Kalau kau hanya berniat membuat keributan di ruanganku, aku akan memanggil satpam untukmu." ucap Adrian sibuk membaca dokumen-dokumen pentingnya. "Astaga! Kau sungguh berhati dingin dan jahat! Kupikir hubungan kita spesial Adrian! Tapi kau tidak mengundang sahabatmu sendiri ke acara pernikahanmu sendiri?!" ujar Leon dengan wajah super sedih. "Aku melupakanmu, maaf." jawab Adrian tak peduli. Leon beradegan tertembak. "Kau membuat jantungku sakit." ujarnya lebay. "Permisi, Pak, ini jadwal meeting hari ini." asisten Adrian memasuki ruangan, mendengar suara gadis itu, Leon yang tadinya banyak tingkah segera berubah jadi pria sok keren. Adrian hanya menggeleng-gelengkan melihatnya. Leon punya tujuan lain jika pergi ke kantornya, yaitu Anggun. Sekretarisnya yang menjadi incaran pria itu satu tahun ini. Sayangnya Anggun tampak tak tertarik dengan pria itu. Anggun hanya melirik sekilas sosok Leon yang berada di ruangan itu, dia memberikan jadwal Adrian. "Silahkan di lihat dulu, Pak, jika anda sudah menyetujuinya, saya akan segera menghubungi para klien." Adrian melihatnya. "Untuk jadwal malam, aku harap mulai hari ini kita tak melakukannya." ucap pria itu. "Ada apa, pak?" tanya Anggun bingung. "Istriku, aku ingin menemuinya segera mungkin." jawab Adrian. Anggun tersenyum, mengangguk. "Ah, begitu, baik pak, akan saya atur lagi." ujar gadis itu lalu keluar dari ruangan, kali ini tanpa melihat Leon sedikit pun. "Aku merinding mendengar ucapanmu." ucap Leon. "Bukankah istrimu Maria? Dia— ah lupakan. Selamat berbahagia b******n. Lain kali ingat aku!" omelnya. "Aku pergi dulu, aku ada urusan ke singapore sore ini." Adrian hanya mengangguk. Dia melirik jam. Gilanya dia menunggu jam pulang kali ini. Disaat dulu dia bahkan rela bergadang di kantor untuk menyelesaikan pekerjaan. ****
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD