Chapter 4 [Nasihat dan Saran]

1701 Words
Happy Reading! - - - "Nona?" Aku mengangkat wajahku dan menatap nya. 'Tunggu, jangan berpikir buruk dulu, sebelumnya dia orang yang mendoakan ku menjelang hukuman mati ku di laksanakan, walaupun dia anggota kekaisaran, pasti dia orang yang berbeda. Lagi pula sorot matanya hangat dan menenangkan, jadi dia pasti berbeda...' "Apa kau sakit nona? kalau memang sakit biar aku menyembuhkan mu dengan sihir risilv ku." ujarnya kembali khawatir, aku mendengus pelan. "Aku tidak apa-apa pendeta Mathias, hanya saja, aku teringat kembali dengan memori buruk, hal ini membuat perasaan ku jadi tidak enak." ucapku sembari menggosok tengkuk ku. "Kau memiliki banyak memori buruk, apa kau tidak apa-apa?" tanya pria itu, aku menyunggingkan senyum kecil. "Kita akan membicarakan nya nanti kok, pendeta Mathias akan memahaminya, karena aku percaya padamu." ujarku, ia mengangkat kedua alisnya terkejut, kemudian tersenyum. "Aku harap begitu, baiklah ayo masuk nona." ajaknya, aku mengangguk dan pendeta berambut hitam kemerahan itu bergerak membuka pintunya, ku pikir tidak ada seorang pun, tapi aku melihat seorang anak laki-laki, usianya tampak cukup jauh lebih muda dari ku. "Selamat datang kembali pendeta agung Mathias dan...." Kalimat nya berhenti ketika melihat ku. Dengan sopan aku memperkenalkan diriku padanya, aku menarik kaki kiri ku kebelakang dan melebarkan rok gaunku dan sedikit membungkuk. "Perkenalkan nama ku Eloise Somnivera." Ujar ku. "Nama ku Peter...salam kenal." balasnya sembari membungkuk sedikit dengan kaku, aku bisa melihat tangannya bergerak memeluk buku yang ia pegang lebih erat, ia tampak bingung harus bersikap seperti apa. 'Ah...aku harusnya lebih santai, ini kan bukan pertemuan bangsawan...' "Tidak apa-apa santai saja! maaf aku terlalu... intinya salam kenal ya! semoga kita bisa lebih akrab!" seruku dengan ceria untuk mencairkan suasana, tetapi tidak ada tanggapan apapun. "Maaf Peter memang sangat pemalu, dia juga jarang bertemu gadis makanya dia salah tingkah." ujar pendeta Mathias sembari tertawa hangat. "Bu-bukan seperti itu Master! bukan begitu....A-aku akan buatkan teh!" serunya sembari segera pergi keluar ruangan. "Sepertinya aku memberi kesan buruk ya..." gumam ku. "Ah tidak apa-apa, Peter hanya tidak terbiasa saja, ia lebih sering berinteraksi dengan ku dan teman-teman nya orang kuil, jarang dengan orang luar jadi dia merasa bingung bagaimana bersosialisasi." jelas pendeta Mathias sembari bergerak menyusun bantal-bantal yang berada di sofa. "Silahkan duduk nona." tawarnya, aku mengangguk kemudian bergerak duduk di sofa itu, sedangkan pendeta Mathias berjalan menuju meja nya untuk menaruh buku yang ia bawa sebelumnya. Aku melihat sekitar ruangan nya, sebenarnya dari aku masuk ke kuil ini aku terpesona dengan setiap sudut kuil ini, semuanya memiliki makna, setiap ruangan dinding nya selalu di ukir dengan seni geometris dan naturalis, juga ada beberapa kaca jendela yang di buat gambar tertentu seakan mengandung kisah di dalamnya. "Kuil ini sangat indah, aku sangat menyukai nya dan terpesona dengan setiap sudut kuil ini." Ucapku untuk memulai percakapan ringan. "Aku lega nona menyukai tempat ini, sering-sering lah nona kemari." balas pendeta Mathias kemudian duduk di sofa depan ku, aku mengangguk dengan senyum. Tidak lama, Peter datang dengan membawa nampan berisi teko dan dua cangkir teh. "Terima kasih peter." Ucapku setelah ia selesai, ia mengangguk dengan kaku, lalu berjalan pergi meninggalkan ruangan. "Silahkan di minum nona." Aku mengangguk dan mengambil secangkir teh begitu juga dengan pendeta mathias, aku mencium aroma menenangkan dari cangkir teh itu. 'chamomile.' Kemudian meminum sedikit teh itu, sangat enak, dan menenangkan, aku menyukai teh ini. Kemudian aku menaruh cangkir teh ku, sedangkan pendeta mathias masih memegang cangkirnya, dan menatapku. 'mungkin lebih baik langsung saja, basa-basi tadi sudah cukup.' "Pertama-tama aku ingin mengucapkan terima kasih pendeta agung Mathias." Pendeta itu menatap tanya padaku, tapi tidak menghilangkan senyum di bibirnya. "Aku akan menceritakan sesuatu pada pendeta Mathias, mungkin rasanya aneh karena kita baru pertama kali bertemu, tapi aku yakin bisa mempercayai pendeta Mathias, dan aku rasa aku butuh bantuan pendeta Mathias mengenai kondisi ini." Pendeta mathias terdiam sebentar, kemudian menaruh cangkir tehnya. "Tentu saja nona, aku akan berusaha membantu nona semampu ku." Ujarnya sambil tersenyum, aku membalas nya dengan ekspresi lega. "Baiklah, pertama, pendeta Mathias, sebenarnya aku adalah orang yang kembali dari masa depan." Aku memberhentikan kalimatku di situ untuk melihat reaksinya, tapi pendeta Mathias tetap diam dan menyimak ku. Aku mendengus pelan dan menarik nafas lalu kembali bicara. "Di masa depan, aku akan di hukum mati atas tuduhan pembunuhan berencana pada tuan putri Charol yang saat ini bertunangan dengan pangeran mahkota Gionard, tetapi sebenarnya bukan aku pelakunya. Aku tidak dapat menjelaskan secara spesifik, yang pasti itu bukan aku." ucapku sembari meremas gaun ku berusaha menahan sesak mengingat kembali penderitaan waktu itu. "Semua orang mencerca ku dan menyalahkan ku, karena tuduhan itu, hanya dengan bukti kebetulan putri charol keracunan teh ketika aku berdua di ruangan yang sama dengannya. Tidak ada yang menyelidiki kasus itu secara lebih dalam, aku pikir tidak ada lagi yang bersimpati padaku. Tapi saat hukuman mati ku di laksanakan, pendeta Mathias datang ke tempat ku dan mendoakan ku, walaupun pendeta Mathias tidak menghentikan benar-benar hukuman mati itu tapi aku senang masih ada yang bersimpati pada ku." Pendeta mathias menatapku dengan alis menurun, aku hanya tersenyum lembut. "Tapi kemudian, sebuah keajaiban datang padaku, di sebuah tempat yang tidak aku ketahui, seseorang menemui ku, dan mengatakan ia dapat mengembalikan aku ke masa lalu, awal nya aku sempat berpikir itu adalah tipuan dan kalaupun benar pasti akan membutuhkan sebuah pengorbanan besar, mengingat ini bukanlah sesuatu yang dapat di lakukan dengan mudah. Tetapi orang itu melakukan tanpa meminta imbalan dari ku sedikitpun, dan akhirnya kembalilah aku disini, 5 tahun sebelumnya." Aku mengakhiri kisah ku, "bagaimana menurut pendeta Mathias?" Aku bertanya dengan raut canggung, aku pikir dia tidak akan percaya pada cerita ku dan menganggap ini hanyalah sebuah karangan. "Rasanya sangat tidak mungkin itu terjadi tapi itu jika dipikirkan baik-baik, menurut ku hal ini ada kaitannya dengan sihir." Ujar nya, aku terkejut dia bicara seakan benar-benar mempercayai ku. "Pendeta Mathias mempercayai ku?" Tanyaku terkejut, pendeta mathias terdiam sebentar dan tertawa pelan. "Tentu saja nona, jika hal itu tidak pernah terjadi, nona tidak mungkin mendatangi ku, di tambah langsung menceritakan hal ini di pertemuan pertama, jadi aku percaya padamu, lagipula hal seperti ini tidak sekali dua kali terjadi, sesuatu yang kadang terdengar mustahil sering terjadi, di kuil ini kami menyebutnya dengan mukjizat dari dewa Omnia, tapi kasus seperti nona baru pertama kali aku mendengar nya." jelasnya. Aku mengangguk mengerti, "terima kasih telah mempercayai ku." Ujarku sedikit terharu ingin menangis. Pendeta mathias mengangguk dan tersenyum, "Aku tidak bisa memberikan pendapat banyak soal kasus nona, karena ini di luar kemampuan ku, tetapi aku bisa merekomendasikan seseorang untuk nona bisa tanyakan perihal ini." Aku menatap tanya, "seseorang?" "Jika nona ingin mengusut kasus ini lebih dalam sekaligus mengubah hidup nona, aku menyarankan nona meminta bantuan pada seorang penyihir yang menjaga perpustakaan besar umum Violet Fay, tuan Dominic Hartmann. Beliau adalah salah satu penyihir terhebat yang aku kenal, aku menyarankan beliau karena ia nona bisa temui di waktu dekat dan tempatnya pun tidak jauh sekali dari sini, di tambah beliau memiliki pengalaman berkaitan sihir lebih banyak, mungkin hal itu bisa membantu." Jelas pendeta Mathias. Aku tersenyum senang, dan menatap pendeta Mathias dengan mata berbinar-binar, "Terima kasih pendeta Mathias, saran pendeta Mathias sangat berguna bagiku, terima kasih banyak." Ucapku sangat syukur sembari membungkuk sedikit. Kemudian aku bangkit, "Kalau begitu pendeta agung mathias, aku pamit, sekali lagi terima kasih atas semuanya, aku akan kembali lagi nanti." Pendeta Mathias tersenyum mengangguk. "Tentu saja, silahkan datang sesukamu, aku menyambut baik nona." Ujarnya. Aku membungkuk hormat, ketika ingin mengangkat kepalaku pendeta Mathias menyentuh dahi ku dengan jarinya, aku melirik wajahnya. "Aku memberi berkah padamu." Cahaya kecil muncul dari tangannya, seketika tubuhku terasa sangat ringan dan nyaman. Setelah itu pendeta Mathias mengelus kepalaku, "Semoga di kesempatan kali ini kau bisa mengubah hidupmu menjadi lebih baik." Ujar nya tersenyum, aku membalas senyumnya. Kemudian berjalan pergi, sebelum benar-benar keluar dari ruangan, "Sampai jumpa pendeta agung." Ucapku dan pendeta mathias mengangguk. ⬛⚪⬛ Aku keluar dari ruangan, aku berpikir untuk langsung pergi ke perpustakaan besar umum Violetfay, itu berarti perpustakaan itu berada di akademi sihir besar Violetfay. Aku melihat ke atas langit dan matahari masih berada di atasnya, waktu belum menunjukkan sore, kupikir sepertinya sempat untuk kesana sebentar. 'Baiklah selanjutnya, perpustakaan Violetfay.' Aku berjalan keluar dari bangunan kuil, kemudian bergerak menuju keluar gerbang, mataku melihat Louis yang tengah memberi makan kuda nya. "Ah Louis, kau memberi makan kudamu dulu ya?" tanya ku, pria itu menggeleng. "Tidak juga, nona sudah selesai, kalau nona mau pulang bisa sekarang kok." ujarnya, aku menggeleng pelan. "Tidak, kita pergi ke perpustakaan Violetfay, mungkin kita akan pulang lebih malam, apa kau tidak apa?" tanya ku dengan alis menurun. "Kemanapun nona pergi aku bisa antar kok, tidak perlu khawatir." ujar Louis dengan senyum, aku membalas senyumnya dengan lega. "Terima kasih, baiklah ayo kita pergi." ajak ku, Louis bergerak membuka pintu kereta untukku, aku melangkahkan kaki ku masuk ke dalam. Setelah itu Louis berjalan menuju kursi kemudi lalu mulai menjalankan keretanya. Aku mendengus pelan, dan menatap jendela dengan diam. 'Aku mendapat petunjuk baru, semoga ini akan menjadi jalan baru hidupku yang baik.' ⬛⚪⬛ Di sisi lain. Seorang pria berambut hitam menghentikan langkahnya, badannya berputar mengikuti Eloise yang berjalan melewati koridor kuil. Mata langitnya menatap gadis itu, dan kedua alisnya menurun. "Ada apa duke Castillon?" tanya seorang bangsawan di belakangnya. "Tidak, hanya..." ia melihat Eloise hingga sosok gadis itu tidak tampak lagi. "Omong-omong duke Castillon, apa kau ingin mampir ke tempatku? aku punya anggur enak untuk di nikmati, jika bisa—" "Tidak, aku harus pergi." ucap pria itu dengan dingin kemudian melanjutkan langkahnya pergi. Pria itu sudah berada di luar kuil, matanya memutar menatap sekeliling kuil mencari Eloise tetapi tidak ada. "Apa ada masalah yang mulia?" Tanya Sebastian asisten pribadi Reithel, sekaligus kepala pelayan mansion Castillon. "Tidak, ayo kita pergi ke kediaman Garthside." ucapnya, Sebastian mengangkat kedua alisnya tanya. "Kalau boleh tahu kenapa yang mulia? nona Eloise pasti ada di mansion Castillon bukan?" tanya Sebastian, Reithel menggeleng. "Aku melihatnya tadi, tapi sepertinya dia sudah pergi, hanya saja, aku ingin tahu ada urusan apa dia disini." Reithel bicara, kemudian ia bergerak mendekati kereta kudanya, Sebastian membuka pintu untuk Reithel. "Baiklah yang mulia, kita akan pergi ke sana." Hormat Sebastian, Reithel mengangguk kemudian masuk kedalam kereta. Pria itu mendengus pelan kemudian memegang dadanya, ada timbul perasaan aneh yang membuat pria itu sedikit takut. "Apa maksudnya ini?" - - - To be continued
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD