Chapter 2 [Mencari Petunjuk]

1688 Words
Happy Reading! - - - Aku mengambil buku harian itu, gerakan ku terhenti, kala aku melihat beberapa barang yang terdapat di dalam kotak di bawah lantai marmer itu. Ada sebuah bingkai foto aku dan kakak ku, juga setangkai bunga kertas popi dan batu safir sedang yang di kunci dalam sebuah kotak kaca kecil. Ini merupakan benda kenangan ku bersama kakak ku. Benar, aku memiliki seorang kakak, lebih tepatnya saudara kembar, hanya saja aku di beritahu kalau aku lahir terakhir di banding kakak ku. Aku terdiam menatap foto itu. ⬛⚪⬛ "Ini buat Eloise, karena kau suka bunga popi jadi aku memberikan ini padamu." Aku tersenyum senang dengan pemberian kakak ku. "Wahh, terima kasih kak! ini sangat cantik! kalau begitu ini aku berikan pada kakak." tangan ku bergerak merogoh saku ku kemudian mengeluarkan batu safir kecil. "Cantik sekali! dimana kau menemukannya?" tanya anak itu. "Ketika aku bermain di taman belakang, ada batu kecil ini, karena cantik jadi ku ambil, dan melihat ini mengingatkan ku pada kakak." ujarku dengan ceria. "Wahh, kalau begitu aku terima ya, terima kasih Eloise." ucapnya dengan senyum, kemudian ia menggenggam tangan ku dan menyatukan batu itu dengan bunga popi kertas itu. "Ayo kita jadikan ini sebagai benda kenangan kita!" serunya dengan riang. ⬛⚪⬛ "Aku membenci mu kakak, tidak, maksud ku Shannon." aku mengucap kalimat itu dengan dingin. "Kau meninggalkanku begitu saja, maka bagiku hubungan kita sudah berakhir, selamat tinggal, Shannon Shafiria." ⬛⚪⬛ Itu adalah kalimat yang kukatakan pada kakakku di upacara Kedewasaan setelah 5 tahun ia meninggalkan ku tanpa alasan. Jika kupikir-pikir itu terlalu jahat. 'Aku ingat kakak saat itu ingin bicara, tapi aku malah tidak peduli dan pergi darinya.' Seharusnya aku tidak melakukan itu, mengingat juga kakak tidak pernah melakukan hal yang sangat buruk padaku, aku yakin ada sebuah alasan mengapa dia melakukannya. "Nona?" Rinni memanggil membuat tersadar dari lamunan ku. Aku menurunkan kembali lantai marmer itu seperti sedia kala. "Terima kasih Rinni." ucap ku lalu bangkit dan berjalan menuju sofa dimana aku sarapan tadi. Aku duduk dan langsung membuka buku harian itu, aku langsung membuka halaman terakhir aku menulis. {Hari ini, aku kembali ke mansion reithel, seperti biasa dia sangat sibuk dengan pekerjaan nya, terutama sebagai penyihir kekaisaran, walau begitu aku tetap berada di mansion nya untuk menyambutnya pulang, aku akan membuat teh hangat dan beberapa kudapan kesukaannya agar dia merasa nyaman, walau dia tidak terlalu banyak bicara dan hanya diam, tapi aku senang, aku merasa bahagia melakukan itu sebagai tunangannya, karena aku mencintainya} Aku mengatupkan gigiku kesal, dan merasa jijik membaca tulisan ku sendiri, dengan cepat membuka mundur halaman lain, tapi hampir semua catatan harian selalu tertulis. Bahwa aku mencintai pria b******n itu. BRAK! Aku melempar buku harian tersebut. "No-nona?" Rinni terkejut, ia terdiam sebentar lalu berjalan dan mengambil buku itu, dan menaruhnya di atas meja di depan ku. Aku menundukkan kepalaku, dan meremas tangan ku satu sama lain, nafas ku terasa sesak, memori dimana dia mengabaikan ku, bahkan mengkhianati ku dengan wanita lain kembali berputar cepat di kepalaku. membuat ku ingin muntah. Aku membaringkan tubuhku di sofa, lalu menutup mata dengan lenganku. "Rinni, rapihkan semua yang kau bawa tadi, lalu kau boleh pergi." Ujar ku dengan suara serak. "Ba-baiklah, ah nona, se-selain itu apa nona ingin mandi? Merendam tubuh di air hangat dapat merilekskan tubuh dan pikiran." Rinni menawarkan, aku terdiam sebentar kemudian mengangguk. "Tolong ya." Singkat ku. "Baiklah nona, mohon tunggu sebentar." Ucap nya, lalu Rinni segera merapihkan peralatan teh dan piring makanan tadi, lalu menaruh kembali ke kereta makanan yang di bawanya, Kemudian meninggalkan ruangan. Aku mengubah posisiku menjadi miring, kemudian melihat buku harian itu di atas meja, mataku menatap dengan sorot sendu. "Karena aku mencintainya....apa-apaan itu....omong kosong." Aku berbicara pelan, kemudian tertawa kecil dengan miris. "Bahkan di hari kematian ku, dia dengan santainya membawa wanita lain seakan aku tidak ada apa-apanya." Aku tersenyum nanar dengan alis bertautan. "Dulu aku dengan bodohnya, aku mencintai pria b******k itu..." Aku memutar posisiku kemudian memeluk diriku dengan erat. "Tidak boleh....aku ingin hidup..." "Jika aku ingin mengubah semuanya, maka aku harus meninggalkan semua yang ada kaitannya dengan kematian ku." "Dengan begitu aku bisa hidup." ⬛⚪⬛ Setelah selesai, aku keluar dari kamar mandi, aku terkejut melihat gaun yang di persiapkan Rinni, sangat mewah dengan desain yang rumit dan berwarna biru terang. "Tunggu, kenapa gaun itu?" Tanya ku dengan alis menurun. "Eh? Apakah gaunnya kurang bagus nona?" Tanya Rinni dengan sorot bingung, Aku menggeleng cepat. "Maksudku, kenapa gaun yang bagus seperti itu, aku kan hanya di rumah." Ujar ku memperjelas. "Ta-tapi bukankah seharusnya nona pergi ke rumah tuan duke Castillon?" Seketika aku membeku dan teringat apa yang tertulis di buku harian ku. Aku mengusap wajahku dan menghela nafas keras. 'Harus sekali ya aku pergi?' eh tunggu' Tiba-tiba aku teringat dengan wajah pendeta yang mendoakan ku ketika hukuman mati ku waktu itu. Pendeta mathias, aku sedikit penasaran dia orang seperti apa, karena aku sangat mengingat nya, dia adalah salah satu dari sedikit orang yang merasa sedih atas eksekusi ku, walau aku tidak begitu yakin pendeta mathias berpikir seperti itu. Tetapi, tidak ada salah nya aku menemuinya, mengingat ia adalah seorang pendeta, mungkin ada suatu petunjuk yang bisa aku temukan. Benar. 'Selain mengubah hidup, aku juga harus tahu kenapa orang itu membantuku untuk kembali ke masa lalu? siapa dia? dan bagaimana dia bisa melakukan nya?' Itu di luar logika, mungkin ini ada kaitannya dengan sihir. Dan kuil Roxane sangat kental dengan yang namanya sihir selain Organisasi penyihir menara, dan akademi sihir. "Apa nona tidak jadi pergi?" Tanya rinni memastikan. "Tidak, aku tetap pergi, tapi tolong ganti gaunnya yang menutup sampai leher." Ucap ku. "Eh tapi nona..." Rinni menatap gaun yang di bawa nya dengan ragu. "Ada apa? Apa gaun seperti itu tidak ada?" Tanya ku menaikkan sebelah alis. "A-ada nona, hanya saja, nona tidak pernah memakainya karena dulu nona bilang, tuan duke Castillon tidak menyukai warnanya." Jelas rinni, membuatku sedikit terkejut. Ah benar, dulu aku selalu mengikuti hal yang reithel sukai, walaupun itu sangat tidak cocok dengan ku, aku selalu memaksakan diriku untuk menjadi seperti yang ia sukai. Itu dulu. "Bawa saja gaunnya, aku akan tetap pakai." Tukas ku. "Baik nona." Rinni segera mengembalikan gaun yang di ambil sebelumnya, kemudian ia pergi ke lemari yang paling ujung terakhir, lalu membuka pintunya dan mengambil salah satu gaun. 'warnanya merah...' Gaun itu berwarna merah d******i hitam, dan menutupi seluruh tubuhku, banyak corak naturalis di gaun itu, jujur saja aku menyukai gaunnya. Reithel memang tidak menyukai warna merah, karena baginya itu melawan lambang dari keluarga nya. Castillon sangat berciri khas dengan warna biru muda dan sihir spesialis nya yaitu sihir es. Ada bangsawan yang dikenal sebagai lawan dari castillon, yaitu Ryknight, mereka memiliki ciri khas berwarna merah tua, pada dasar nya mereka berada di pihak yang berbeda, castillon lebih berpihak pada kuil, sedangkan Ryknight pada kekaisaran, dan memiliki hubungan dekat, karena masih satu garis darah keturunan, walau castillon juga memiliki darah keturunan kekaisaran, tetapi mereka memiliki prinsipnya tersendiri. Kuil dan kekaisaran pada dasarnya mereka berbeda paham, tetapi kekaisaran tidak dapat melawan kuil begitu juga sebaliknya, kekaisaran memiliki banyak bangsawan dan beberapa kerajaan sebagai pihak mereka, sedangkan kuil memiliki kepercayaan seluruh rakyat sebagai pihak mereka. Walau negara ini memiliki sistem pemerintahan monarki, tetap saja kekaisaran tidak bisa melawan rakyat, karena itu, agar tidak menimbulkan kekacauan, mereka memutuskan untuk menjalin hubungan, dengan membuat syarat dimana, kekaisaran dan kuil akan menaruh orang di sisi satu sama lain sebagai pengawas. Itu sedikit yang ku tahu tentang Kekaisaran dan Kuil. "Ba-bagaimana nona? Apa saya harus ganti gaunnya?" Tanya Rinni, aku tersadar dari lamunanku. "Tidak perlu, aku pakai ini, ayo bantu aku." Ujarku. Setelah selesai memakai gaunnya, aku keluar dari ruangan ku, di ruang utama tidak sengaja aku bertemu ibu angkat ku. "Ah, apa kau mau pergi sekarang?" Tanya wanita itu sembari berjalan mendekat ke arah ku, Aku terdiam sebentar menatap nya. Jujur saja, melihatnya saja membuatku muak, terutama mengingat dirinya yang tidak peduli padaku saat itu. 'aku tidak bisa bersikap acuh, atau mereka akan berpikir aneh.' Aku menyunggingkan senyuman palsu, "Iya ibu, aku pergi dulu." Ujar ku dengan nada riang, kemudian hendak melanjutkan langkah ku untuk pergi keluar. "Tunggu eloise." Aku menoleh karena ia memanggil ku, nyonya Garthside itu mengernyit melihat gaun ku. "Apa kau yakin mengenakan gaun ini? Kesannya muram sekali, pakai lah gaun yang kelihatan manis dan elegan agar duke Castillon lebih menyukai mu." Ujarnya. Aku tersenyum nanar, tapi dengan cepat aku mengubah dengan senyum palsu riang. "Tidak apa-apa, hari ini aku juga sedang tidak enak badan, jadi aku ingin memakai gaun yang lebih rapat." Ujar ku lembut masih dengan senyum yang sama. "Hmm, begitu, baiklah terserah kau, hati-hati di jalan." Ucapnya, aku hanya mengangguk lalu berjalan pergi. Kereta kuda sudah menunggu ku di depan mansion, sang pengemudi membuka kan pintu untuk ku. "Hati-hati nona, saya akan menunggu nona pulang." Ucap Rinni membungkuk hormat, Aku mengangguk dengan senyum. "Hiya!" Ctas! Pengemudi itu menarik tali kekang kuda nya, dan menjalankan kereta kuda ini. Klotak-klotak "Seperti biasa nona?" Pengemudi itu bertanya padaku, aku menatap sendu mansion Garthside dari jendela yang perlahan mulai jauh dari pandangan ku. "Tidak, pergi ke Kuil Roxane." ucapku. Ada banyak hal yang harus kulakukan untuk mengubah hidupku agar tidak berakhir sama. Pertama, keluar dari mansion itu. Mengingat bagaimana orang tua angkat ku ketika hukuman mati ku, sudah jelas kalau mereka sebenarnya tidak peduli padaku, karena itu tidak ada gunanya aku berada di sana, justru ada kemungkinan aku akan kembali ke akhir yang sama. Kedua, mencari jalan lain hidupku. Aku harus menjadi apa setelah mengakhiri hidupku sebagai Eloise si putri bangsawan dari keluarga Garthside, itu sangat penting, tetapi saat ini aku sama sekali tidak memiliki jawaban dari itu, akan kucari dengan perlahan tapi pasti. Ketiga, menemui kakak ku. Aku perlu mendengar alasannya secara langsung mengapa ia meninggalkan ku, aku masih ingat bagaimana ekspresi nya ketika aku mengatakan kalimat yang cukup kejam itu. Ia menyesal dan sangat merasa bersalah, tapi ada sesuatu yang ia simpan. Jikapun ternyata itu adalah hal buruk, aku tidak masalah, setidaknya aku mendengar nya secara langsung. Tiga hal pertama yang harus kulakukan, aku harap semuanya bisa berjalan dengan lancar. Tok-tok "Nona, kita sudah sampai di kuil Roxane." Akhirnya. 'Semoga aku mendapat petunjuk di sini.' - - - To be continue
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD