Happy Reading!
-
-
-
❇️ ARC 1 (Kesempatan Kedua Mengubah Hidupku) ❇️
Semuanya gelap, aku tidak bisa melihat apapun.
"Apa aku sudah benar-benar mati?" Aku bergumam pada diriku sendiri, tanganku bergerak berusaha menggapai apapun di sekitar ku, tapi aku tidak dapat merasakan apapun.
"Hei."
Terdengan seseorang berbicara, aku menoleh ke berbagai arah mencari sumber suara itu, tetapi semuanya gelap.
"A-aku ti-tidak bisa melihat apapun!" Seru ku, tapi tiba-tiba sebuah tangan muncul di hadapan ku, aku tidak bisa melihat siapa sosok yang mengulurkan tangannya.
Dengan perlahan aku menerima tangan itu dan seketika semuanya menjadi terang, aku merasakan hembusan angin besar yang mengarah padaku, membuat ku terkesiap dan jatuh terduduk.
"Ah maafkan aku, apa kau baik-baik saja?" Aku mengangkat kepalaku untuk melihat sang pembicara.
Seorang pria berjubah hitam panjang, dengan tudung besar yang hampir menutupi seluruh wajahnya, aku masih bisa melihat rambut pirang yang cukup panjang keluar dari sana.
Pria itu mengangkat tubuhku dengan mudahnya sehingga posisiku kini berdiri di hadapannya, postur tubuh nya cukup tinggi membuatku harus mendongak untuk melihatnya walau begitu, aku hanya bisa melihat bibir pria itu karena wajahnya tertutupi oleh tudungnya yang besar.
"Siapa kau...?"tanya ku, Pria itu terdiam sebentar.
"Daripada itu, aku ingin menawarkan sesuatu padamu." ujarnya dengan sabit di bibirnya.
Aku terdiam sembari menatap pria itu tanya, "Apakah kau ingin mengubah semuanya?" Aku mengerutkan alisku bingung.
"Ya?".
"Apakah kau ingin mengubah semuanya? Mengubah hidup mu agar tidak berakhir seperti ini?" Pria itu memperjelas kalimatnya.
Aku terdiam sebentar, dan menatap tangan kanannya yang masih memegang pundak ku, mataku menyorot dengan sendu.
"Kalaupun aku mau, itu tidak mungkin terja-"
"Aku bisa melakukannya." Pria itu memotong kalimat ku, aku terdiam dengan sorot terkejut, ia melepas tangannya dari pundak ku dan mengulurkan tangannya kembali padaku.
"Aku bisa mengembalikan mu ke masa lalu, sehingga kau bisa mengubah hidup mu." Aku menatap tangannya kemudian kembali pada wajahnya yang hampir sepenuhnya tertutup.
"Apa yang kau bicarakan? sebenarnya kau ini siapa?" Aku bertanya pada nya dengan alis bertautan.
Pria itu terdiam sebentar, lalu ia menghembuskan nafasnya pelan.
"Itu akan menjadi penjelasan yang panjang, tetapi sayangnya waktu ku tidak banyak disini, karena itu kau harus menjawab nya sekarang, apa kau mau mengambil kesempatan ini?" Aku terdiam berpikir.
Ini memang kesempatan yang rasanya sangat tidak mungkin bisa di dapatkan, dan sangat mustahil juga.
Aku bisa kembali ke masa lalu dan mengubah semuanya.
"Bagaimana cara kau melakukannya? dan apa bayarannya?" Tanyaku, pria itu mengangkat kedua sudut bibirnya.
"Kau hanya perlu memegang tanganku dan bayarannya tidak ada." Ujarnya mengangkat tangannya sedikit, aku menatapnya terkejut lalu mengernyitkan alis.
"Aku serius, itu benar kok, bagaimana?" tanya pria itu lagi sembari memiringkan kepalanya.
Aku kembali mengingat bagaimana kehidupan ku sebelumnya, masa-masa di mana aku di tuduh, semua orang yang ku sayangi meninggalkan ku juga tak mempedulikan ku sama sekali, bahkan hingga menjelang hukuman kematian ku di laksanakan, aku tersenyum nanar.
Dengan keyakinan besar aku menerima tangannya.
"Aku mau, aku akan mengubah semuanya." Ucapku dengan tegas, senyuman pria itu semakin merekah, lalu cahaya muncul dari sela-sela tautan tangan kami.
Aku sedikit terkejut melihat fenomena itu, kemudian aku melihat tubuh pria itu yang semakin memudar seakan menghilang menjadi serpihan, tatapan ku bergeser pada tangan ku yang juga sama seperti dirinya.
Aku mengangkat kepalaku dan menatap nya dengan alis menurun.
"Aku benar-benar serius, siapa sebenarnya kau ini? setidaknya biarkan aku tahu namamu." Ujarku, pria itu mengangkat sedikit wajahnya sehingga hidung nya terlihat, dan ia bergerak mengatupkan bibirnya.
"Kenapa kau mau melakukan ini untukku?" Tanya ku lagi, pria itu terdiam, tetapi proses tubuh kami yang mulai pudar terus berjalan, ketika tubuh kami hampir benar-benar menghilang, pria itu mengangkat wajahnya sepenuhnya.
Aku bisa melihat netra safir pada matanya, dan dia tersenyum padaku.
"Untuk soal diriku, kau akan mengetahuinya nanti, ketika jalan takdirmu berhasil kau ubah, aku percaya padamu...Eloise."
⬛⚪⬛
Whossshh!!
Aku merasakan diriku jatuh, entah dimana, aku tidak bisa melihat apapun, aku mencoba memegang apa yang ada di bawahku dan meraih apapun yang ada di atas ku, tapi aku hanya merasakan hembusan angin yang melawan arah dari jatuh ku.
Aku merasa ketakutan akan kematian lagi, aku berteriak pada satu suara kencang.
"TIDAK—!"
Dan tiba-tiba saja aku merasa berbaring di suatu ranjang, dengan rasa sedikit takut aku mencoba membuka mataku, dan hal pertama yang kulihat adalah langit-langit ruangan berwarna putih dengan ukiran naturalis.
Dengan nafas ku cepat, aku bangkit dari posisiku kemudian melihat sekitar ku, mataku melihat ke berbagai sisi dan sudut ruangan ini.
Aku terasa sangat familiar, kemudian di salah satu sisi dinding tergantung sebuah lukisan berbingkai cukup besar, terlukis sekuntum bunga poppy sederhana namun memukau dimataku.
"Itu lukisan favorit ku..." gumam ku, aku mengangkat kedua alisku terkejut, dengan cepat aku turun dari ranjang dan berlari menuju sebuah meja rias dengan kaca besar.
Aku melihat pantulan diriku pada kaca tersebut, dan di sana tampak wajahku lebih muda dari sebelumnya.
Aku memegang wajahku dengan perlahan, kemudian memegang kaca di hadapan ku, aku tertawa pelan dengan getir, dan air mataku mulai menetes, lalu kedua tanganku bergerak merengkuh tubuhku sekarang.
"Aku...benar-benar kembali." Aku meremas lengan baju piyama yang kupakai, ada rasa sedikit sakit dan sesak, aku kembali tertawa pelan.
"Ini bukan mimpi..."
Aku benar-benar kembali.
⬛⚪⬛
Keesokan harinya.
Semenjak aku terbangun dan kembali ke masa lalu, aku tidak tidur sama sekali, aku menggeledah setiap sudut dan sisi kamar ku, lebih tepatnya memeriksa barang di kamar ku.
Karena aku ingat, dulu aku sering menulis buku harian, tapi setelah aku di tuduh dan di penjara di bawah tanah, aku tidak menulis lagi, dan juga sudah lupa dimana biasa aku meletakkan buku harian itu.
Setidaknya aku ingin tahu bagaimana diriku dulu, karena itu, buku harian itu cukup penting sebagai petunjuk dari mana aku harus mengubah diriku.
Bruk
Aku membaringkan tubuhku di ranjang dan menghela nafas kencang.
"Dimana ya aku meletakkan nya...aku benar-benar lupa..." Aku merasa sedikit kesal dengan diriku sembari memijat keningku letih.
Tok-tok
"Nona eloise, apa nona sudah bangun?"
Aku bangkit dari ranjang setelah mendengar suara dari luar kamar ku, yang terdengar tidak asing. Aku berjalan dan membuka pintu, tampak seorang pelayan dengan rambut cokelat dan mata abu-abu, ia membawa kereta kecil yang berisi makanan, pelayan itu melihat ku dengan wajah terkejut.
"Astaga nona, seharusnya nona hanya perlu menjawab panggilan ku, nona tidak perlu repot-repot membukakan pintu." Ujarnya dengan alis bertautan.
"Rinni..."
⬛⚪⬛
"Apa yang kau lakukan disini Rinni?!" ucapku dengan berbisik panik.
Aku benar-benar terkejut melihat kedatangan Rinni ke sel tahanan ku, ia menyunggingkan senyuman senang dan mengeluarkan sekantong roti dan sebotol air.
"Sshh, Aku membawa sedikit makanan untuk nona, tidak perlu khawatir, mereka tidak tahu kok, aku tidak ketahuan." Ujarnya dengan berbisik.
Aku tersenyum haru karena masih ada satu orang yang peduli padaku walau sedikit.
Tetapi rasa senang itu hancur begitu saja.
SRING!
Di depan mataku, Rinni di penggal, dengan mata gemetar aku melihat sang eksekutor yang mencabut nyawanya.
Mata zamrud itu yang menatap mayat Rinni dengan sorot dingin, ia mengangkat pandangannya dan menatapku dengan sorot yang sama.
⬛⚪⬛
Pembunuh Rinni saat itu, ialah Pangeran kedua dari kekaisaran Roxane, yang memiliki sebutan sebagai sang anjing penjaga kekaisaran.
Grep
"Nona?" Suara Rinni menyadarkan ku, aku mengedipkan mataku berkali-kali lalu menatapnya, "Apa terjadi sesuatu? Kenapa wajah nona seperti habis melihat sesuatu yang mengerikan?" Rinni tidak berhenti bertanya dengan khawatir.
"Aku tidak apa-apa..." Ujar ku pelan, kemudian aku melihat tanganku yang ternyata sudah berada di lengan baju Rinni, aku mendengus pelan berusaha menenangkan diri, kemudian aku merasakan tangan Rinni yang bergerak menggenggam tanganku.
"Ayo kita masuk dulu nona, saya membawa teh dan beberapa roti untuk sarapan pagi." Ujar nya sambil tersenyum, aku melirik kereta makanan yang ia bawa.
Aku mengangguk kemudian kami masuk ke kamarku, aku duduk di sebuah sofa depan ranjang ku, rinni sibuk menyiapkan teh, setelah teh jadi ia menaruh secangkir teh dan beberapa buah roti di sebuah piring di hadapanku.
"Silahkan nona, roti isi stroberi dan teh Chamomile hangat membantu perasaan nona menjadi lebih baik." Aku mengambil cangkir teh dan meminumnya.
"Ahh...teh chamomile..." Teh ini memang sangat membantu menenangkan diri, kemudian aku mengambil sebuah roti itu dan memakannya.
"Ini lezat." Pujiku, Rinni tersenyum.
"Terima kasih nona! omong-omong, apakah nona mimpi buruk semalam?" Tanya Rinni, aku menoleh ke arahnya dengan kedua alis terangkat, gadis itu tampak khawatir.
"Memangnya ada apa?" Tanya ku.
"Tidak, hanya saja wajah nona tampak kurang baik, aku pikir nona mimpi buruk." Aku terdiam menatap nya, kemudian aku menaruh kembali cangkir teh tadi di meja.
"Aku memang habis mimpi buruk..." Ingatan ku ketika hukuman mati dilaksanankan berputar di kepalaku sebentar, aku mengerutkan alisku.
"Nona, apa nona sakit?" aku menggeleng pelan.
"Daripada itu Rinni, aku ingin menanyakan sesuatu padamu." Pelayan itu mengangguk sebagai jawaban.
"Berapa umurku sekarang?" Rinni tampak terkejut dengan pertanyaan ku.
"Ummm, saat ini nona berusia 16 tahun." Rinni tetap menjawab pertanyaan ku dengan sorot bingung, aku menurunkan alis berpikir dan menatap ke arah lain.
Berarti aku kembali 5 tahun sebelum kematian ku.
Aku kembali menoleh ke arah rinni, "Apa kau tahu dimana aku menaruh buku catatan harian ku?" Rinni mengangkat kedua alisnya, dengan sorot yang sama.
"Sebelah sini nona, ikuti aku." Gadis itu menuntunku ke sisi ranjang di arah jendela besar kamar ini, kemudian ia duduk di dekat ujung karpet ruangan, aku mengikuti gerakan nya.
Rinni membuka ujung karpet itu hingga tampak lantai marmer kamar ku, tapi ada sebuah gagang kecil yang menempel di salah satu lantai marmer.
Rinni menarik gagang itu sehingga lantai itu terbuka seperti lemari, mata ruby ku menatap senang hal itu.
Karena di sana ada beberapa barang, beserta buku harian yang kucari.
-
-
-
To be continued