Bel pulang sekolah sudah berbunyi sejak sepuluh menit yang lalu. Dea masih di kamar mandi menemani Lena. Sedangkan Aga sudah menunggunya di parkiran karena mereka akan pulang bersama.
Aga duduk nangkring di atas motor. Melihat Satria yang tengah berjalan ke arahnya sembari memakan cilor yang baru ia beli.
"Mau nggak?" tawar Satria. "Kalau beli sendiri aja ya. Ogah berbagi gue," lanjutnya menyengir lebar.
"Sinting!" umpat Aga membuat Satria tertawa.
"Aga!" Sarah berteriak. Berlari menghampiri Aga.
Melihat itu, Aga menghembuskan napas berat. Mengalihkan pandangan ke arah lain.
"Aga, kita pulang bareng ya. Kata Om Azka kita mampir dulu ke Kafe Lamora. Ada Papi aku juga lho di sana." Sarah berucap dengan semangat.
"Pergi aja sendiri," ketus Aga.
Sarah mengerucutkan bibir. "Kamu kok gitu sih? Papa kamu sendiri lho yang minta kita ke sana."
"Terus?"
"Ya kita harus ke sana dong," ucap Sarah.
"Gue ogah," ucap Aga mengangkat bahunya acuh.
"Gimana kalau perginya sama gue aja?" sahut Satria. Menyengir lebar sembari menaik-turunkan kedua alisnya.
Sarah menatap jijik pada Satria. "Ih, nggak mau! Gue maunya sama Aga, bukan sama lo."
"Kan Aga nya nggak bisa. Jadi mending sama gue aja," ucap Satria.
"Nggak!" sentak Sarah. Hendak merajuk kembali pada Aga, sampai akhirnya terdengar suara panggilan dari arah belakang.
"Aga," panggil Dea. Sontak, semua mata tertuju padanya.
"Udah? Ayo, langsung aja." Aga tersenyum menjawab.
Dea mengangguk. Mengambil alih helm yang Aga berikan padanya. Sedangkan Sarah melongo bodoh melihat pemandangan itu.
"Lho, kok?" Kedua alis Sarah menaut. Menatap tak percaya saat tiba-tiba Dea naik ke atas motor Aga.
Aga menjalankan mesin motornya. "Duluan, Bro!" ucapnya pada Satria.
"Yo, hati-hati!" Satria melambaikan tangan kala motor Aga melaju.
"AGA!!!" Sarah berteriak kencang.
Sampai beberapa murid di sana yang mendengarnya, menoleh ke arah Sarah. "Kok baliknya sama si Dea, sih?! Terus gue gimana, dong?"
Kemudian tatapan Sarah tertuju pada Satria yang masih memakan cilor. "Sat," panggilnya.
"Apaan?" Satria bertanya acuh.
"Ya udah, gue mau pul---," ucapan Sarah terpotong.
"Sayang! Ayo, kita pulang!"
Seorang siswi menghampiri Satria.
Satria tersenyum, mengangguk.
Melempar plastik bekas cilornya sembarangan. "Ayo, Sayang." Kemudian memberikan helm pada siswi tersebut.
Satria menjalan mesin motor begitu siswi yang berstatus pacar baru Satria sudah duduk di belakangnya.
"Bye, Jomblo!" Satria tersenyum mengejek pada Sarah.
"ARGH!!"
♡
Motor sport milik Aga terhenti di depan gerbang rumah Dea. Dea segera turun dari atas motor, lalu melepaskan helm dan menyerahkannya pada Aga.
"Makasih ya, Ga." Dea tersenyum tulus pada Aga.
"Sama-sama," jawab Aga. "Nanti malam gue ke sini lagi, jemput lo. Nanti beli perlengkapan buat kemping lusa."
"Nggak ngerepotin nanti?" tanya Dea.
Aga terkekeh pelan. "Kalau ngerepotin, mana mau gue ajak lo lagi."
Dea ikut terkekeh. "Iya udah, sekarang balik sana."
"Ngusir nih?"
"Iya," jawab Dea sedikit mencondongkan tubuhnya.
"Siap, Nona Dea." Aga berucap. Lantas menoyor pelan kening Dea.
Dea mengerucutkan bibir. Mengusap-usap keningnya yang Aga sentuh tadi.
"Gue balik ya. Sampai ketemu nanti malam," pamit Aga.
Dea melambaikan tangan. "Hati-hati di jalan."
♡
Sesampainya di rumah, Aga langsung melangkah masuk ke dalam sembari menenteng helm.
"Abang!" Rania berseru memanggil begitu melihat kedatangan Aga.
Aga pun melangkah mendekati adiknya yang sedang menonton TV sendiri. "Sendiri aja kamu. Mama kemana?" tanya Aga, mengusap puncak kepala Rania lalu duduk di sampingnya.
"Ada di dapur," jawab Rania.
"Udah pulang, Bang." Mona menyahut setibanya di ruang keluarga. Aga dan Rania sontak menoleh secara bersamaan ke sumber suara.
"Udah, Ma." Aga menjawab.
"Tumben. Biasanya kalau abis pulang sekolah nongkrong dulu," ucap Mona. Kemudian memberikan segelas air s**u pada Rania.
Aga menyisir rambut ke belakang. "Aga mau beli perlengkapan buat kemping lusa."
"Kemping? Wah, seru tuh." Mona tersenyum mendengarnya. "Sama siapa belinya? Sarah?"
Aga menghela napas berat mendengar nama itu. "Aduh, Ma. Aga udah nggak mau ada urusan lagi sama Sarah," ucapnya dengan nada lelah.
Mona terkekeh pelan. Mengusap-usap bahu Aga. "Iya, maaf. Terus sama siapa? Satria?"
"Sama Dea," jawab Aga.
"Dea? Siapa itu?" Kedua alis Mona menaut bingung.
"Temen Aga. Murid baru sih, tapi asik anaknya," jelas Aga.
"Calon pengganti Sarah nih," goda Mona.
Aga terkekeh. "Mama bisa aja. Baru juga putus, masa udah nyari pengganti aja."
"Eh iya, Bang. Tadi Papa ngabarin, katanya kamu sama Sarah diminta ke Kafe Lamora dulu sepulang sekolah," ucap Mona, teringat.
Aga bersandar pada penyangga sofa. "Males. Papa makin ke sini makin belain Sarah. Heran deh, yang anaknya siapa coba? Dan yang paling Aga nggak suka itu, Papa selalu maksain Aga buat terus jadian sama Sarah."
"Kamu kan tahu sendiri. Papa sama Om Irfan itu kan partner bisnis. Mungkin dengan kedekatan kamu dengan Sarah akan semakin membuat hubungan kerja sama mereka lancar," jelas Mona.
"Ya kalau gitu, berarti Papa manfaatin Aga dong, Ma. Nggak adil itu namanya. Aga juga punya pilihan sendiri," ujar Aga.
Mona mengerti dengan perasaan Aga.
"Mama juga sebenarnya nggak suka sama cara Papa kamu itu. Lagian, Mama yakin kok, kalau Sarah nggak khianati kamu pasti hubungan kalian sampai sekarang baik-baik aja."
Aga manggut-manggut mendengarnya. "Ya. Dan Aga benci penghianat."
"Ma, udah habis." Rania menyahut, memberikan gelas kosong pada Mona.
"Udah habis, Sayang? Hebat."
Mona mengambil alih gelas tersebut dari Rania. "Iya udah, sekarang kamu makan dulu gih. Katanya mau beli perlengkapan buat kemping," lanjut Mona pada Aga.
"Iya, Ma. Aga ganti baju dulu," ucap Aga. Lantas beranjak menuju kamarnya.
♡
Azka mendengus pelan saat Sarah hanya datang seorang diri tanpa Aga di sampingnya. Apalagi setelah mendengar penjelasan dari Sarah, membuat emosinya naik seketika.
"Jadi gitu, Om. Bahkan Aga sekarang dingin banget sama Sarah," ucap Sarah, mengadu.
Irfan menoleh pada Azka. "Kalau Aga bersikap seperti itu pada Sarah. Lalu bagaimana dengan rencana perjodohan mereka?" tanyanya.
"Tenang, Pak Irfan. Saya akan bicarakan ini pada Aga. Dan perjodohan Aga dan Sarah akan tetap berlangsung," ucap Azka dengan tegas.
Sarah tersenyum puas mendengarnya.
"Oh ya, Sarah. Siapa nama anak perempuan itu?" Azka bertanya pada Sarah.
"Dea, Om. Dia murid pindahan dari Bandung. Sarah nggak suka banget. Dea itu kecentilan sama Aga. Om tahu sendirikan Aga orangnya gimana? Nggak mudah akrab sama orang yang baru dikenal. Tapi sama Dea? Mereka udah kayak kenal lama," ujar Sarah, menjelaskan.
Azka mengangguk-anggukan kepala. "Kamu tenang aja. Om akan pastikan, kalau Aga akan kembali bersama kamu. Dan Aga akan menjauh dari Dea," ucapnya, semakin membuat Sarah tersenyum kemenangan.
"Makasih ya, Om."
"Pak Azka, saya tidak mau kalau Sarah nantinya akan sakit hati karena Aga. Dan kalau hal itu terjadi, saya tidak akan segan-segan untuk memutus kerja sama kita," ucap Irfan, mengancam.
"Saya akan pastikan itu tidak akan terjadi, Pak." Azka berucap tegas dan penuh keyakinan.