Arsih…

1116 Words
" Saya masih sehat pak! Ngapain saya minta-minta ketemu situ, cacing dalem tanah aja ketawa guling-guling dengernya..." Jawab Arsih ketus. " Cacing ga bisa guling-guling, Neng!" Jawab Sean ketus. " Yaudah, kalau gak bisa guling-guling, mungkin jingkrak-jingkrak!" " Sudah, becandanya, garing tau! Mana coba dompet saya, serius ini saya butuh KTP dan paspor secepatnya..." Ucap Sean dengan tangan menengadah tepat kearah wajah Arsih yang mulai berkeringat. Arsih tertunduk sejenak, lalu mendongak dan menatap Sean sembari memasang wajah sendu, sembari memainkan kedua tangannya, daripada mengesankan wajah sedih sebenarnya pose Arsih ini lebih mirip seperti anak kecil merengek. " Jadi gini, suami saya itu tadi sedang dalam keadaan darurat, dan saya harus ke apotek pagi-pagi. Makanya saya terlambat ngantor sekarang..." Sean menoleh menatap Arsih, mencoba mencari kebenaran dalam cerita wanita yang ada di hadapannya. Tak lama kemudian ponselnya bergetar, dengan sigap dia merogoh ponselnya dan melihat siapa gerangan penelpon. Daddy Calling… Mengetahui itu adalah panggilan penting, membuat Sean menoleh kearah Arsih. " Oke, baik. Besok saya tunggu di sini, tanpa alasan apapun. Kalau masih juga mengelak, tahu sendiri akibatnya!" Sean melangkah dengan terburu-buru menjauh dari Arsih dan segera menaiki mobil yang telah terbuka pintu untuknya. Sedangkan Arsih tak perlu menunggu lama, dia langsung berlari seperti mengejar maling menuju gedung dan memasuki kantornya. Kesibukannya kali ini, membuat Arsih hampir tak sempat meninggalkan ruangan kantor. Hal itu terjadi hingga jam pulang tiba. Semua staff dalam ruangan itu sudah meninggalkan ruangan, Arsih melirik jam lalu meraih ponselnya. Mengecek adakah pesan dari sang kekasih. Sayangnya semua notifikasi yang masuk, tak satupun nama Casey tertulis di dalamnya. Arsih yang terlanjur mengenal baik sang kekasih, sehingga dia tak pernah merisaukan tentang kesetiaan sang kekasih yang memang akhir-akhir ini jarang mengabarinya sejak menyatakan adanya kesibukan dalam dunia penerbangannya. Akhirnya Arsih beranjak dan bersiap untuk pulang. Dia berjalan melintasi koridor menuju parkiran. Dia melajukan mobilnya perlahan meninggalkan gedung tinggi sembari menerima panggilan dari sang ibu. " Iya-iya Bu, Arsih bakalan menikah, ibu ndak usah kawatir, pokoknya calon Arsih itu adalah seorang pria tampan yang bertanggung jawab. Ibu bakalan bangga dech, dan Arsih pastikan, calon mantu ibu nanti adalah mantu terbaik di kampung..." Jawab Arsih mulai bosan dengan permintaan sang ibu, agar dirinya menikah. " Yaudah, ya bu, Arsih lagi nyetir, bahaya nelpon sambil nyetir, Assalamualaikum Bu..." Arsih segera menutup panggilannya sembari menggerutu. " Mau sampai kapan sih ibu ini terbuka pikirannya, untuk wanita metro umur sampai 37 itu biasa saja, lah aku masih muda, seprempat abad saja belum, baru lulus kuliah, udah masuk kategori perawan tua..." Arsih memutar musik slow untuk mengembalikan moodnya sejak peneroran yang di lakukan sang ibu. " Duh makin bete nich kalo langsung ke kost, mending aku nyantai dulu di apartement Casey. Pasti dia tadi terburu-buru dan gak sempet beres-beres...." Arsih memutar stir mobilnya dan mengikuti rambu-rambu lalu lintas yang mengarah kearah apartement milik sang kekasih. Arsih ingin membalas kebaikan sang kekasih yang telah lama di pacarinya, memberikan surprise kepada sang kekasih dengan mendekorasi apartement yang di tinggali sang kekasih selama di Jakarta, Walau Casey Baxter lebih rajin darinya, tapi setidaknya dia ingin membuktikan diri kepada kekasihnya bahwa dirinya juga seorang wanita yang patut di jadikan istri dengan segala kemahirannya. Arsih memarkirkan mobilnya di gedung Apartement mewah itu, dengan wajah riang dia menuruni mobil sembari berdendang. " Loh, Mba Arsih...bukannya tadi baru datang bareng mas Bule? " Tanya petugas keamanan membuat Arsih menghentikan langkahnya, lalu menoleh kearah suara. " Yaelaah, Pak. Arsih baru balik ngantor kali, lagian yank beb lagi terbang, mana mungkin dia baru lewat pak..." Jawaban Arsih membuat sang pengawal itu menggaruk kepalanya yang tak gatal. " Mungkin saya salah lihat orang, maklum bule kan mirip semua ya mba, yowes silahkan lanjut mba..." Ucapnya sembari mempersilahkan Arsih. " Siap, Pak!" Arsih melanjutkan berjalan menuju lift dan memasuki lift yang telah terbuka. Sesampainya di Unit Apartement tersebut Arsih langsung menekan password yang tersedia di pintu apartement milik Casey, Setelah pintu terbuka Arsih meletakkan barang belanjaan di kulkas dan menyusunnya dengan rapi. Setelah merasa kitchen area sudah bersih, dia menuju ke kamar sang kekasih yang tengah tertutup rapat, kamar dimana biasanya dia tiduri ketika merindu kepada sang Kekasih, ketika sang kekasih tengah terbang keluar kota. Dan entah mengapa malam ini dia sangat merindukan sang kekasih dan begitu ingin tidur di apartement ini, meski pagi ini dia baru saja melepas rindu. Arsih menggeliat meregangkan tubuhnya yang terasa tegang seluruh persendiannya. Sembari menguap, dia membuka pintu kamar yang tak asing lagi untuknya. Yang ada di otaknya adalah dia langsung dapat merebahkan di kasur empuk merk Amerika. Baru saja Arsih hendak melemparkan tasnya, matanya terbelalak lebar, melihat pemandangan yang tak layak untuk dia lihat. Sontak rasa kantuk yang tadi menyerangnya hilang seketika, dia menutup mulut dengan jarinya, air mata menetes membasahi pipinya menyaksikan sang kekasih tengah bergulat bebas memadu kasih tanpa sehelai benangpun bersama wanita lain di atas ranjang. Tak hanya Arsih yang terkejut, kedua insan yang tengah berada dalam konsentrasi tingkat tinggi itu, sontak menghentikan aksinya dan menatap wanita yang baru saja membuka kamar. Arsih menutup pintu kamar itu dengan tangan gemetar, bibirnya memucat tak menyangka, sang kekasih yang berpamitan akan terbang ke luar negeri, ternyata tengah asyik menikmati hawa nafsu sehingga tak menyadari ada orang yang datang ke apartement itu. Arsih mencengkram tas sandangnya dengan erat, dadanya bergemuruh membayangkan bagaimana sakitnya penghianatan yang dia saksikan dengan mata kepalanya sendiri. Pria yang selama ini dia puja-puja, karena sanggup menjaga dirinya dan gaya berpacaran dengannya sedemikian rupa, ternyata melampiaskan nafsunya kepada wanita lain. Mungkinkah selama ini, alasan sibuknya adalah sibuk karena wanita lain, bukan karena memang penerbangannya sedang padat. Tuhan! Betapa naifnya aku, tak menyadari perselingkuhanya selama ini. Arsih melangkah dengan terburu-buru, hingga tanpa sengaja dia menjatuhkan vas bunga, dengan tangan bergetar, dia mengutip secara acak pecahan vas bunga hingga tanpa sadar mengenai tangannya dan membuat tangannya terluka. Darah segar mengalir di antara jari-jarinya, tapi tak di hiraukan Arsih. Yang ada di pikirannya adalah bagaimana harus segera meninggalkan tempat yang terlalu banyak menyimpan kenangan manis bersama selama tiga tahun ini. Sementara itu dari balik pintu kamar tampak Casey telah mengenakan kimono mencoba mengejar Arsih. " Arsih! Tunggu..., aku bisa menjelaskan semuanya, honey! wait for me..." Teriak Casey seraya mengikat tali kimono dan berlari menuju Arsih yang kini telah keluar dari dalam apartementnya, dengan air mata bercucuran menuju lift. Dia tak menghiraukan darah terus menetes diantara jemari lentiknya. Rasa sakit di htinya melebihi sakit karena luka. " Arsih...Please! Dengarkan aku...semua tidak seperti yang kau bayangkan!" Teriak Casey yang menahan langkahnya karena melihat pintu lift telah tertutup. Beberapa penghuni apartement yang melintas tampak memperhatikannya, hingga membuatnya kembali memasuki unit apartement miliknya. Sedangkan Arsih, yang tengah berada di dalam lift, tak kuasa menahan air matanya. Begitu lift terbuka, dia langsung berlari keluar dari lobi. Bruugghhhh…!!
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD