Sentuhan tangan Sean

1008 Words
Tanpa sadar Arsih menabrak seseorang sehinga tas yang di genggamnya jatuh, membuat beberapa barang di dalamnya berserakan di lantai. “ Aduh, Sorry! “ Keluhnya sembari sesekali mengelap air matanya Arsih memunguti barang-barang tersebut, sampai tangannya secara tak sengaja bertemu dengan tangan seorang pria yang tengah membantunya memungut barang yang berserakan. Arsih sengaja menundukkan wajahnya sedemikian rupa, agar siapapun orang yang berpapasan dengannya tak mengenalinya. Dia tak ingin terlihat dalam keadaan kacau apalagi rapuh. Arsih wanita tangguh, dan memiliki harga diri yang tinggi, paling tidak suka ketika melihat orang lain menatapnya dengan tatapan kasihan. " Maaf Tuan, atas kecerobohan saya, saya tak melihat sekeliling sehingga saya dengan ceroboh menabrak Tuan..." Ucap Arsih sembari sesekali mengusap air matanya. Sedangkan tangan lainnya yang berdarah sengaja dia kepal, agar tak terus mengucur darahnya dan semakin membuat orang lain bertanya-tanya. Hingga dia tak menyadari, jika pria yang menjadi korban tabrakan sangat memperhatikan mimik wajah Arsih. Di wajah itu terlukis jelas jika dirinya tengah terluka. " Hmm...sepertinya kali ini kau yang harus mengganti rugi padaku, karena kali ini kau yang menabrakku.." Jawab suara yang menurut Arsih tak asing dia dengar. Sean memperhatikan Arsih dengan seksama, sesaat matanya membelalak melihat darah segar mengalir dari telapak tangan wanita itu, tapi dia memilih diam dan tak berusaha memaksa masuk ke dalam situasi wanita itu. Menyadari ada yang memperhatikannya, dia menoleh melirik kearah wajah pria itu, secepat kilat dia memalingkan wajahnya kembali dan berusaha menyembunyikan wajah sendunya. " Hmm...,sepertinya kau berusaha mengelak dari tanggung jawab, atau memang kebiasaanmu menghindar? ayo berikan ganti rugi terhadapku.." Ujarnya mencairkan suasana, sembari memberikan lipstick kepada Arsih, setelah menerima Lipstick miliknya Arsih melangkah keluar dan tak menghiraukan Sean yang mengajaknya bicara sedari tadi, hatinya cukup hancur mendapati pemandangan yang baru saja dia saksikan. Dia tak menyangka, Casey yang selama ini dia pikir bisa menahan kebiasaan kehidupan bebas khas luar negeri dalam berpacaran, ternyata melampiaskannya kepada orang lain. KaKalau memang sangat ingin, mengapa dia tak memintaku segera menikah saja? Agar dia bebas mendapatkan kehangatan dariku, kalau memang dia tulus mencintaiku selama ini dan menghargaiku sebagai wanitanya. Mengapa dia justru mendapatkan kehangatan secara bebas di luar pernikahan dengan wanita lain, wanita itu? Mungkinkah wanita itu adalah orang tadi pagi yang ada di apartement? Ataukah dia juga sosok yang di maksud bapak security itu? Arsih semakin mempercepat langkahnya, perdebatan bathinnya membuatnya justru semakin sedih. Sean mematung sejenak menatap wanita yang biasanya dengan tangguh dan kesombongan penuh, untuk melawannya sudah menjauh darinya, lalu dia mengerutkan dahi. Tanpa menunggu waktu lama, Sean mengejar Arsih yang telah sampai di parkiran mobilnya. Melihat tanda-tanda wanita yang telah sedikit akrab dengannya akhir-akhir ini seperti hendak melarikan diri, dengan sigap tangannya merebut kunci dari tangan Arsih yang telah yang masih berdarah, Sean memejamkan mata sejenak sembari menghela nafas, lalu dia dengan sekuat tenaga mendorong paksa tubuh Arsih berjalan menuju pintu sebelah, meskipun sempat terjadi ketegangan. “ Apa-apaan ini? Lancang sekali kamu?!” Gertak Arsih. Tapi Sean tak ingin meladeni perdebatan itu, hingga akhirnya Arsih yang tengah kacau tak mampu melawan Sean. Dia tampak menuruti keinginan pria asing itu dan memasuki mobilnya, duduk tak bergeming. Setelah menutup pintu mobil, Sean berjalan menuju pintu samping dan duduk di balik kemudi, dia melajukan mobil dinas perusahaan miliknya perlahan meninggalkan parkiran tanpa banyak berkomentar. Arsih memilih diam seribu bahasa, hanya air mata yang mampu menyapa, tak terbendung hingga membanjiri pipi mulusnya. Lidahnya kelu tubuhnya masih gemetar, seolah tak percaya. Tentu saja dia tak menyangka seperti itu kelakuan sang kekasih yang amat dia cintai, berat baginya untuk menerima kenyataan bahwa sang kekasih yang terlihat begitu setia, ternyata sanggup menghianatinya. Sean melajukan mobilnya begitu tenang, tangannya memutar radio di mobil itu, sengaja radio karena jika music yang sudah ada di sana di takutkan akan menambat kesedihannya. Sean tak bertanya apalagi menoleh kearah wanita yang memalingkan wajahnya ke jendla, hanya sesekali tatapan matanya penuh kawatir melihat luka. Lalu dia dengan lihai membelokkan mobilnya ke sebuah apotek yang masih buka malam itu, dia turun dari mobil dan berjalan tanpa perintah ke dalam apotek. Sedangkan Arsih masih tak bergeming dengan tatapan kosong. Bahkan dia tak menyadari jika pria yang bersamanya telah keluar mobil. Tak lama kemudian, Sean kembali dengan kantong plastik putih di tangannya. Setelah memasuki mobil, dia membuka kantong plastik lalu meraih jemari tangan Arsih, hingga membuat Arsih tersentak dari lamunannya. Seketika dia menarik jemarinya, tapi dengan sekuat tenaga pula Sean menahannya. " Apa yang kau lakukan?! Jangan kurang ajar! Kita tak sedekat itu untuk saling bersentuhan..." Ucap Arsih tajam. Kilatan matanya penuh amarah, tapi Sean tak menghiraukan amarah Arsih. " Diamlah, kalau kau tak ingin ku sentuh lebih lama..." Ucapnya datar. “ Kecuali kalau kau memang menginginkan adanya kontak fisik diantara kita…” “ Jangan sembarangan! Jaga mulutmu!” Arsih masih berusaha menarik tangannya, agar lepas dari genggaman pria itu. “ Lepaskan tanganku. Apa hakmu menyentuhku?!” “ Aku tidak suka melihat wanita terluka! Kau boleh babak belur, tapi jangan di depan mataku. Karena kau sudah berada di depanku, maka kau hanya perlu diam, dan itu akan selesai segera!” Sean menatap tajam Arsih, hingga membuat Arsih mengalihkan pandangan matanya. “ Hilangkan imajinasimu yang kelewat jauh, aku hanya melakukan kewajibanku sebagai manusia, jadi diam dan ikuti saja, maka semua akan selesai dalam waktu sekejab. Kalau aku ingin menyentuh wanita, dengan mudah aku bisa mendapatkannya, tapi itu berbeda! Aku hanya akan membalut lukamu, anggap saja kau adalah pasien!” Kalimat demi kalimat Sean, di cerna dengan baik oleh sisa-sisa kesadaran Arsih. Hingga akhirnya dia melemaskan tangannya. Menyadari Arsih telah pasrah, Sean segera mengambil alkohol, tangannya dengan lihai membersihkan luka, dengan sesekali menatap kearah Arsih yang tampak kesakitan sembari memejamkan mata, tak ingin membuat wanita di hadapannya kesakitan, dia dengan segera memberi antiseptic, setelah selesai tampak Sean dengan teliti membalut luka di jemari Arsih. " Lain kali, semarah apapun kau, tak perlu menyentuh benda tajam di sekitarmu, abaikan saja, itu hanya akan menambah luka, setangguh apapun dirimu, kau adalah manusia yang memiliki sisi rapuh, dan saat itu terjadi, yang harus kau lakukan adalah melindungi dirimu sendiri..." Ucapnya masih dengan suara yang datar, berbeda ketika mereka tengah berdebat dalam mempertanyakan dompet.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD