Tanda Merah Di Leher Suamiku 5
Sebelum membaca, jangan lupa klik b**********n.
Setelah membaca, jangan lupa tap love dan komen ya, biar author lebih semangat ngetiknya.
Semoga kita semua selalu diberi kesehatan dan rizki yang berlimpah.
Terima kasih.
*****************************************
Part 5
Cerita Sari
Setengah jam kemudian, kudengar pintu kamar belakang ditutup, itu berarti, si Sari sedang keluar kamarnya. Dan benar saat kulirik, kini dia sudah di dapur. Aku pun kemudian berlagak tak tahu apa-apa.
Namun, aku tetap harus menyelidiki, takutnya nanti dia hamil, kan jadi aku yang susah. Dia tinggal di rumahku, pasti nanti bakal ikut jadi pergunjingan warga dong, kalau sampai ada apa-apa.
"Sar bikinin aku jus alpukat ya, jangan lupa banyakin s**u coklatnya! Sama sekalian potongin apel dan melon!" teriakku dari ruang keluarga.
"Baik, Bu!" jawabnya.
Sepuluh menit kemudian, minuman dan camilan pesananku pun datang, dan Sari pun menaruhnya di mejaku.
"Sar, sekalian pijitin kakiku gih, ya ampun rasanya pegel banget deh," ucapku lagi.
"Baik, Bu," ucap Sari lirih.
Sebenarnya, saat ini kakiku nggak pegal-pegal amat sih, hanya saja, kurasa ini adalah cara yang tepat untuk memancing Sari, agar mau berbagi cerita denganku.
Dulu, sebenarnya Sari ini sangat terbuka padaku, dia kan gadis yang lugu, jadi dia sering bertanya tentang segala sesuatu padaku. Bisa dibilang dulu itu, kami akrab sekali, bahkan aku sudah menganggapnya seperti saudaraku sendiri.
Sari pun kemudian memijat kakiku pelan sambil menunduk, dia pasti tak berani menunjukkan wajahnya, yang pasti sembab karena habis menangis.
"Sar, kamu kenapa? Kok kayak nya nggak ikhlas banget deh mijitin aku? Tuh ngambek ya kamu?" kataku.
"Ah, tidak kok, Bu. Saya hanya kecapekan saja, kok," jawabnya sambil menatapku sekilas dan dengan senyum yang terpaksa.
"Loh...kamu habis nangis, Sar? Kenapa? Memangnya kamu sakit?" cecarku lagi.
"Sa-saya tidak sakit kok, Bu. Hanya habis menangis saja," jawabnya salah tingkah.
"Kamu ada masalah ya? Ceritain ke aku nggak apa-apa kok, insyaallah aku bakal jadi pendengar yang baik. Kok kulihat dua harian ini kamu sering murung. Cerita saja, siapa tahu aku bisa bantu, toh dulu kan kamu sering bercerita segalanya padaku, Sar. Ceritalah, biar bebanmu sedikit berkurang," ucapku sengaja memancingnya.
"Nggak ada masalah kok, Bu. Hanya saja tadi gigi saya sakit," jawabnya masih sambil menunduk.
"Kamu itu, mau bohongin aku ya, Sar. Masak iya sih, aku nggak bisa bedain antara orang sakit gigi dan sedih. Aku cuma ingin membantu saja, tapi kalau kamu nggak mau cerita, ya nggak apa-apa sih. Itu privacy kamu kok, " ucapku sembari tersenyum.
Aku terus saja merayu, agar dia mau menceritakan semuanya. Awalnya dia masih saja diam, namun kemudian dia mulai bercerita.
"Pacar saya selingkuh, Bu..."Sari mulai mengawali ceritanya, setelah menarik nafas panjang.
Aku hanya diam, sambil mendengarkan, membiarkan dia menyelesaikan ceritanya.
"Dia selingkuh setelah mengambil semua yang saya miliki. Kini dia malah pacaran dengan sepupu istrinya," ucap Sari geram.
Demi mendengar perkataan Sari tadi, aku langsung menaruh melon yang akan kumakan kembali ke piringnya.
"Selingkuh dengan sepupu istrinya? Berarti pacar kamu itu sudah beristri?" tanyaku spontan.
Aku tak kaget jika pacarnya Sari itu beristri, namun yang aku kagetkan, kok dia selingkuh dengan sepupu istrinya itu loh, emang ada ya suami yang punya kelakuan seb***t itu?
"Iya, Bu. Istrinya itu sedang hamil tua. Karena hal itulah dia dulu memdekati saya, katanya istrinya sudah tak bisa memenuhi kebutuhan biologisnya. Awalnya saya tidak mau, Bu, tapi dia terus memaksa dan akhirnya saya pun jatuh juga ke dalam pelukannya.
Kami lalu menjalani hubungan gelap itu selama kurang lebih dua bulan, Bu. Selama itu, dia sangat memanjakan saya, dan selalu memberikan apa yang saya mau. Namun, sebagai gantinya, saya harus melayaninya kapanpun dia ingin.
Saat itu segalanya begitu indah, apalagi semua yang dilakukan secara diam-diam itukan lebih menantang, dan kami sangat menyukai itu, Bu. Dia selalu berjanji akan menikahi saya, meski mungkin hanya dibawah tangan, dan hal itulah yang membuat saya memberikan segalanya.
Hingga seminggu yang lalu, dia memutuskan saya dan resmi jadian dengan sepupu istrinya. Sebenarnya, saya sudah curiga dengan hubungan mereka sejak sebulan yang lalu.
Namun, saya pikir tak mungkin dia akan macam-macam dengan saudara istrinya itu. Dan saya kira si gadis juga tak akan mau meladeni, eh ternyata mereka berdua sama saja. Sama-sama gatel!
Memang benar sih, sepupu istrinya itu lebih cantik dari saya, tapi harusnya dia 'kan nggak seenaknya mencampakkan saya, setelah mengambil segalanya," ucap Sari panjang lebar dengan sedikit emosi.
Selama Sari bercerita tadi, aku sedikit berpikiran negatif padanya, kenapa yang diceritakannya wanita hamil tua, kok perasaanku jadi tak enak? Tapi aku harus mencari tahu lebih detail dulu.
"Hemm...memang keterlaluan sih ya, tapi kamu juga kok ya mudah banget sih mempercayakan semuanyaa pada lelaki beristri?
Apa kamu nggak merasa bersalah telah menyakiti perempuan lain? Apa lagi kan istrinya itu sedang hamil. Coba posisikan jika kamu yang jadi wanita itu.
Oh iya, katamu sering melakukan perbuatan itu diam-diam, memangnya pacarmu itu siapa sih Sar?" tanyaku hati-hati.
"Ya itu tadi, Bu. Karena saya sudah terbuai rayuan mautnya. Apalagi dia selalu memberi saya banyak uang Bu, akhirnya ya begitulah. Wanita mana sih, Bu, yang nggak melayang jika diberi banyak materi? Apalagi seorang gadis miskin seperti saya.
Kadang ada rasa bersalah sih, Bu. Tapi ya mau gimana lagi, dia itu sangat tampan, memberi saya banyak uang dan menjanjikan segalanya. Dan akhirnya saya pun terjerat bujuk rayunya, terbuai dengan rayuan mautnya.
Hemmm...pokoknya, orang itu masih ada dilingkungan kita ini, Bu. Dan Bu Siska kenal baik dengan orangnya kok," jawab Sari tanpa melihat mataku.
Kembali kuingat-ingat siapa yang disekitar sini sedang hamil. Oh iya...aku ingat, Linda yang rumahnya hanya berjarak dua rumah dariku 'kan juga hamil tua, bahkan HPL-nya hampir sama denganku.
Ah tapi masak sih, suaminya Linda yang seorang guru agama itu, berselingkuh dengan Sari, dan sepertinya dia tak punya sepupu di sini.
"Emmm...jadi kamu pacaran dengan salah seorang warga kompleks ini? Dan dia sudah beristri, dan istrinya itu sedang hamil tua?" tanyaku mencoba memperjelas semuanya.
"Iya benar, Bu," jawab Sari masih dengan menunduk.
Fikiranku makin negatif pada Sari, karena kebetulan semua yang dikatakannya mirip dengan keadaanku. Aku akan menyelidikinya lebih lanjut lagi, biar tak salah langkah.
"Apa pacarmu itu si Bambang, suaminya Linda, Sar? Secara, di sekitar sini yang hamil kan cuma aku dan Linda, jadi kalau bukan Si Bambang, berarti kamu pacaran sama suamiku dong?" tanyaku langsung.
Mendengar pertanyaan itu, seketika Sari pun lamgsung mendongak dan menatapku. Entahlah apa arti tatapan itu, yang pasti dia terlihat amat kaget.