Siapa Yang Menghianati Sari

1002 Words
Jangan lupa klik b**********n dan subscribe dulu ya teman-teman. Terima kasih. *************************************** Tanda Merah Di Leher Suamiku 4 Siapa Yang Menghianati Sari? "Eh, Mbak Siska, ngagetin saja sih?!" Kurasa kali ini respon Betty sedikit keterlaluan hingga dia mematikan panggilan telepon itu dan kemudian menggengam erat ponselnya. "Kamu lagi telponan ma siapa hayo?" godaku. Tanpa menjawab, kali ini wajah Betty berubah menjadi pucat. "Kamu kenapa Bet kok jadi pucat gini?" "Nggak apa-apa kok Mbak," ucapnya sambil tersenyum "jadi sejak kapan Mbak Siska menguping pembicaraanku?" "Ya sejak tadi lah Bet!" jawabku enteng. Entah mengapa wajah Betty kini terlihat semakin ketakutan seperti itu? "Jadi sejak kapan Mbak Siska menguping pembicaraanku?" tanya Betty sambil tersenyum. "Yah sejak tadi lah Bet!" jawabku enteng. Mendengar jawabanku itu, seketika wajah Betty menjadi tegang. "Kamu barusan telepon sama siapa sih Bet? Kok pakai ngomongin istri segala? Jangan macem-macem sama suaminya orang loh!" ucapku sambil duduk di sampingnya. "Apaan sih Mbak. Kepo banget deh. Lagian sekarang tuh lagi jaman deh suka sama suami orang, hehehe, lebih menantang." "Hust ngawur kamu itu. Nggak boleh loh Bet ngrusak pagar ayu itu, pamali!" "Pamali itu apa sih?! Yang penting kan kita enjoy aja Mbak, suka sama sukalah. Karma, pamali atau apapun itu urusan belakangan deh Mbak!" "Jadi kamu beneran lagi dekat sama suami orang Bet?" "Iya gitu deh, Mbak. Sudah ah aku mau main dulu ya!" ucap Betty. Dia pun kemudian mengambil helm dan segera pergi dengan motor maticnya. "Sore-sore kayak gini, Betty mau main kemana Tan?" tanyaku. "Nggak tau lah Sis, urusan anak muda!" jawabnya enteng. Aku pun pulang kembali ke rumah, tanpa perlu ketok pintu, aku pun langsung nyelonong masuk. Karena amat haus, aku pun kemudian menuju ke dapur, niatku ingin dibuatkan jus buah oleh Sari. Tapi tak kulihat dia berada di dapur, mungkin dia sedang di kamar. Gegas aku pun menuju ke kamar pembantu di belakang, ternyata pintu kamar Sari terbuka sedikit, dan sepertinya dia kini sedang menangis, dan sambil berbicara dengan seseorang, atau mungkin sedang menelepon. "Kamu jahat banget sih, Mas...apa sih kurangnya aku selama ini sama kamu? Hiks...hiks...hiks..." Suara isakan Sari itu, membuat jiwa kepoku meronta-ronta. Apa ini ada hubungannya dengan perubahan Sari ya? Aku pun mengurungkan niat untuk menyuruh Sari membuat jus, karena aku lebih tertarik mendengarkan percakapannya. "Jahat...! Jahat! Kamu, Mas!" . . "Lalu aku harus bagaimana? Bukankah aku sudah berusaha menjadi seperti yang kamu mau?" . . "Ternyata, aku selama ini memang bodoh sekali! Sehingga terjerat dengan bujuk rayuanmu!" . . "Enak sekali kau bilang tak lagi menyukaiku?! Apa kamu lupa, kamu merayuku hingga aku merelakan kegadisanku untukmu, Mas! Tapi sekarang apa balasanmu?! Hiks...hiks...hiks.." Setelah tadi sempat berhenti menangis, kini Sari mengencangkan lagi tangisannya. Mungkin dia berpikir, bahwa saat ini aku belum berada di rumah. "Nggak bisa seenaknya begitu dong, Mas! Dulu kamu bilang akan nikahi aku 'kan? Lalu mana janjimu itu?" . . "Uang bukanlah hal utama yang kucari, Mas. Tapi aku ini butuh cintamu, butuh kamu nikahi , seperti janjimu dulu! Apa kamu lupa, bagaimana getolnya kamu mengejarku saat itu, hingga akhirnya aku pun jatuh ke dalam pelukanmu. Tapi, kini saat aku benar-benar cinta sama kamu, malah kamu memilih wanita lain! Jahat kamu, Mas! Hiks...hiks...hiks..." . . "Memang pacarmu sekarang lebih cantik dari aku, tapi aku pegang semua rahasiamu, Mas, ingat itu!" . . "Oke jika itu maumu, aku akan ikuti. Tapi aku tak akan pernah berhenti untuk mendapatkanmu lagi! Karena kamu sudah mengambil semuanya, dan wajib menikah denganku!" Beberapa saat kemudian, tak lagi ada suara, kemungkinan besar Sari sudah mengakhiri panggilan tersebut. Aku pun akan segera pergi dari tempat persembunyianku, karena tak mau jika sampai Sari melihatku. Namun tiba-tiba, Sari berteriak dengan keras, "jika aku tetap tak bisa mendapatkanmu lagi, maka aku akan membongkar semua pada istrimu, Mas! Lihat saja nanti!" Gegas aku menuju ke ruang keluarga, dan menyalakan tivi, sembari menelaah, apa yang barusan diucapkan Sari. Kira-kira siapa pria beristri yang dipacari si Sari itu? Dan kenapa, dia bodoh sekali hingga mau memberikan mahkotanya pada pria itu? Firasatku sih mengatakan, jika orang itu pasti ada di sekitar sini. Apa mungkin itu si Asep, tukang kebun yang biasa datang ke rumah tiga hari sekali? Atau si Bejo, satpam komplek itu? Atau mungkin itu Pak Parjo, si tukang sayur? Setahuku, hanya ketiga laki-laki itu saja yang biasanya berinteraksi dengan Sari, soalnya dia kan tak pernah mau keluar rumah, kecuali aku yang menyuruhnya. Dan ketiga orang tadi juga sudah beristri kok Dari ucapannya tadi, berarti kini pacarnya itu telah meninggalkannya dan berpaling pada wanita lain kan? Salah sendiri sih, kenapa dia begitu bodoh memberikan semuanya, padahal belum menikah. Apalagi, jika sudah tahu pacarnya itu masih punya istri, kenapa dia menjalin hubungan? Ah...tak bisa kumengerti jalan pikiran Sari ini. "sar, apa kamu nggak pingin pacaran dengan orang dikompleks ini?" tanyaku dulu pada Sari. "nggak ah, Bu. Saya ini takut, trauma juga belum ingin pacaran, pingin fokus kerja dulu, ngumpulin banyak tabungan buat masa depan, Bu," ucap Sari sambil tersenyum. Jujur, aku tak menyangka jika dia bisa seberani ini. Padahal, dulu saat pertama kali datang ke sini, dia adalah seorang gadis lugu, dan juga alim dan rajin beribadah. Namun dua bulan terakhir ini, kulihat banyak sekali perubahan padanya. Tapi kasihan juga sih, kalau dia dan pacarnya itu sudah sering melakukan hubungan suami istri, ada kemungkinan besar kan dia hamil, dan malah ditinggal pergi. Duh, kasihan juga ya, apa aku harus menanyakan hal ini padanya? Kenapa sih, kok gadis-gadis sekarang itu lebih suka sama suami orang? Padahal kan masih banyak jejaka atau single. Ah...taak habis pikir aku, tadi Beti eh sekarang si Sari. Setengah jam kemudian, kudengar pintu kamar belakang ditutup, itu berarti, si Sari sedang keluar kamarnya. Dan benar saat kulirik, kini dia sudah di dapur. Aku pun kemudian berlagak tak tahu apa-apa. Namun, aku tetap harus menyelidiki, takutnya nanti dia hamil, kan jadi aku yang susah. Dia tinggal di rumahku, pasti nanti bakal ikut jadi pergunjingan warga dong, kalau sampai ada apa-apa. "Sar bikinin aku jus alpukat ya, jangan lupa banyakin s**u coklatnya! Sama sekalian potongin apel dan melon!" teriakku dari ruang keluarga. "Baik, Bu!" jawabnya
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD