7. Pengantin Baru Kucing-kucingan

922 Words
"Boleh saya mencium kamu?" Bola mata Laili membesar, napasnya pun seakan terhenti saat sang suami meminta izin untuk menciumnya. Tanpa bisa berkedip, Laili merasakan embusan napas Arya semakin dekat di hidungnya. Aroma sambal goreng kentang hati sapi dan semur daging yang ia makan saat syukuran pernikahan mereka tadi. "M-mas, belum sikat gigi ya?" tanya Laili pelan membuat Arya kaget, lalu merenggangkan tubuhnya. "Hah!" Arya membaui hawa mulutnya di telapak tangan. Benar saja, masih terasa bau amis. Lelaki itu pun menyeringai, lalu berdiri dari duduknya. "Saya sikat gigi dulu," ujar Arya langsung berjalan ke kamar mandi. Laili hanya bisa tertawa kecil melihat kelakuan suami tuanya yang berlakon seperti beneran pengantin baru. Sambil menunggu Arya selesai, Laili merapikan mukena serta sajadahnya. Ia berjalan ke arah meja kecil untuk menyimpan peralatan salat, kemudian berjalan ke meja rias untuk menyisir rambutnya. Arya keluar dari kamar mandi dengan wajah yang lebih segar, karena ia mencuci wajahnya. Dengan berani Arya memeluk Laili dari belakang, membuat Laili berjengkit kaget. "M-mas," panggilnya dengan suara pelan. Sungguh ia malu diperlakukan seperti ini, apalagi dengan lelaki yang biasa menjadi Tuannya. "Kamu cantik kalau rambutnya digerai gini. Mulai besok, rambutnya digerai saja. Saya suka." Arya menyentuh rambut basah Laili. "Mmm ... baik." "Kenapa selalu dikepang sih?" tanya Arya lagi. "Biar ga banyak yang naksir," jawab Laili sambil menahan tawa. "Percaya diri sekali gadis kecilku ini." Cup Arya sudah mengecup pipi Laili yang kini bersemu merah. Dituntunnya Laili menuju ranjang pengantin. Tidak hanya Laili, Arya pun sama berdebarnya saat ini. Luar biasa sekali hidupnya, akhirnya bisa memiliki kesempatan belah durian yang sebenarnya. Langkah kaki Laili mau tidak mau akhirnya menurut. Sangat lembut Arya memperlakukan Laili, apalagi Laili masih sangat muda. Ia tidak ingin Laili trauma. "Umur kamu berapa?" "Sembilan belas tahun besok," jawab Laili sambil menunduk, kini keduanya sudah duduk saling berhadapan di atas ranjang. "Mau hadiah apa?" tanya Arya serius. "Saya sudah mempunyai hadiah yang sangat istimewa," jawab Laili pelan, sambil memberanikan diri menatap suaminya. "Dari siapa?" kening Arya berkerut, ada raut kaget tercetak di wajah tampannya. "Dari Allah." "Maksudnya?" "Ini hadiah saya." Laili dengan berani memeluk tubuh tingga besar Arya. Membenamkan wajahnya di d**a bidang suaminya yang terasa hangat. "Dasar ABG! Bisa-bisanya merayu orang tua," gumam Arya dengan wajah merona. Tangannya ikut mendekap Laili dengan hangat. "Papaaa!" Sayup-sayup, suara Ririn masuk ke dalam kamar Laili. "Papaaa!" teriak Ririn lagi. Arya dan Laili saling pandang, keduanya bahkan segera merenggangkan pelukan dan kembali bersikap canggung. "Saya ke kamar dulu ya?" ujar Arya yang merasa tidak enak dengan Laili. Wanita itu mengangguk sambil tersenyum. Cup Arya mengecup hangat kening Laili. "Terimakasih untuk pengertiannya," ujar Arya sebelum ia benar-benar keluar dari kamar istri keduanya. Dengan langkah malas, Arya berjalan kembali ke kamarnya, sedangkan Laili memilih menutup pintu kamar tanpa menguncinya. Ada rasa tidak nyaman di hatinya. Apakah ia cemburu? Tidak, ia tidak boleh cemburu pada Ririn. Ia harus selalu ingat pesan dari ibunya Arya saat tadi pagi memberikan restunya. Sampai kapanpun, Ririn adalah nyonya rumah dan kamu bukan siapa-siapa. Melainkan madunya yang harus berbaik hati membalas jasa Ririn. Perkataan yang dibisikkan Bu Warti, ibu dari Arya yang kini jadi mertuanya juga. Membuat Laili tak juga bisa memejamkan kedua matanya. Laili memilih keluar kamar, hendak ke dapur membuat s**u coklat. Telinganya menangkap suara parau dari dalam kamar majikannya yang terdengar seperti de*ahan. Ia yang tidak paham itu apa, hanya mengangkat bahu, lalu turun ke dapur. Laili membawa segelas s**u hangat ke naik ke atas, maksud hati mau dibawa ke kamarnya. Kembali ia melewati kamar Ririn dan juga Arya, ia menarik napas panjang lalu mengembuskannya kasar. Entah setan apa yang membuatnya ingin menguping pembicaraan di dalam kamar majikannya. Sambil memantau keadaan yang telah sepi, Laili mendekatkan telinganya di pintu. "Terimakasih, Mas, kamu selalu bisa memuaskanku. Beri aku waktu sampai aku rela kamu meniduri Laili." "Iya, Sayang." "Kamu gak papakan?" "Iya, gak papa." "Janji kamu hanya mencintaiku, Mas?" "Janji." Laili menyesal telah menguping pembicaraan di dalam sana. Hatinya seakan kembali patah, rasanya sama persis saat melihat Danu bergandengan tangan dengan adik kelasnya. Laili bergegas pergi dari sana, lalu masuk ke dalam kamarnya dan menguncinya. Dihapusnya satu dua air mata yang membasahi pipi. "Ini baru awal Laili. Kamu harus lebih tegar dari ujian yang lebih berat sebagai istri kedua," gumamnya pelan sambil meneguk perlahan s**u coklat panas yang ia buat. Setelah s**u coklat habis, Laili memilih naik ke atas ranjang lalu menarik selimut untuk menutupi tubuhnya yang terasa dingin. Maklum saja, tidak terbiasa pakai AC, selalu kipas angin yang menemani tidurnya. Sekarang, setelah ia menjadi nyonya kedua dan menempati kamar tamu, maka mau tidak mau, ia terpaksa menyalakan AC kamar. Laili lelah, ia memilih memejamkan mata setelah mbaca doa mau tidur. Pendengarannya terusik, saat mendengar suara ketukan pintu. Dengan memicing ,Laili melihat jam di dinding sudah pukul dua dini hari. Siapa yang mengetuk pintu? Laili menyalakan lampu kamar, lalu bergegas turun. Ceklek Ceklek "Mas, ada apa?" Bukannya menjawab, Arya malah masuk ke dalam kamar Laili lalu menutup pintunya, bahkan kembali menguncinya. "Eh, mau ngapain, Mas? Nanti ketahuan Nyonya." Laili sedikit bergidik ngeri. "Laili, biarkan malam ini saya tidur di sini," bisik Arya. "Nanti, kalau Nyonya mencari Tuan, eh ... mencari Mas, bagaimana?" "Ririn tidak akan terbangun, ia terlalu lelah hari ini." Arya sudah naik ke atas ranjang sambil tersenyum pada Laili. "Matikan lampunya!" titah Arya. Laili menurut, berjalan ke arah saklar lampu lalu mematikannya. Ia pun naik ke atas ranjang dengan malu-malu. "Biarkan malam ini saya tidur sambil memeluk kamu," bisik Arya yang sudah membawa Laili ke dekapannya. **** Ahaaayy ... Ya, bolak-balik aja teroooss ... sampe pinggang encookk ???
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD