Bab 7. Cowok Nggak Jelas

1095 Words
Sepanjang menikmati makan malamnya, Mike mencuri pandang ke arah Rea. Sebenarnya ia penasaran akan sosok pria dewasa yang menjemput Rea tadi. Kerabatnyakah atau kekasihnya? Entah mengapa ia sangat penasaran akan hal itu. Seperti bukan Mike yang biasanya. Ada rasa kesal saat melihat sikap baik Rea terhadapnya. Rea juga bahkan bisa tersenyum begitu manis dan itu membuatnya jauh terlihat sangat menarik dan cantik. Dan entah mengapa Mike kesal jika bukan dia yang menjadi alasan Rea tertawa. Konyol memang. Mengingat jika mereka baru saja bertemu dan tidak mengenal sebelumnya. Sama sekali tidak kenal. Jadi, apa alasan Mike sampai ia harus kesal seperti itu? Mike semakin kesal kala Rea malah bersikap dingin dan acuh kepadanya. Mengabaikannya begitu saja, seolah ia tidak berada di ruangan yang sama dengannya. Melihat Rea yang sejak makan bahkan hingga mencuci bekas piring kotor mereka hanya diam saja. Mike akhirnya memanggilnya, walaupun tak tahu apa yang akan ia katakan padanya. “Rea?” panggilnya sembari berdiri dengan susah payah. “Apa?” ketus Rea yang membalikkan tubuhnya dan melipat kedua tangganya didepan d**a. Menatap kesal wajah Mike yang kini tersenyum sangat manis. “Galak banget, sih? Kalau sama cowoknya aja beda banget sikapnya,” cibir Mike sebal. Rea mengernyitkan kedua alisnya, tak tahu siapa kekasih yang Mike maksud. “Maksud kamu siapa?” tanyanya dengan wajah bingungnya. “Siapa lagi kalau bukan cowok yang tadi menjemput dan mengantarmu pulang,” gerutu Mike kesal. Rea menaikkan kedua alisnya, menatap heran dan bingung cowok di depannya ini. “Lantas apa urusan lo? Mau dia cowok gue atau bukan, nggak ada hubungannya kan, sama lo,” balas Rea geram. “Terserah,” jawab Mike yang langsung berlalu begitu saja melewati Rea. Dengan wajah kesalnya dan gerutuannya yang entah apa. Rea menghembuskan napasnya lelah. Tak ingin terlalu menanggapi tingkah Mike yang aneh dan konyol menurutnya. “Nggak masuk akal,” gumamnya yang berjalan masuk ke dalam kamarnya. ### Sementara Kean sampai di rumahnya. Setelah menyerahkan mobilnya kepada supir di sana. Kean masuk ke dalam rumah. Kean yang melewati ruang tengah, menghentikan langkahnya di anak tangga ketiga, tatkala Papanya memanggilnya. “Kean, kemarilah dulu! Ada yang mau papa bicarakan,” perintah Papanya yang duduk di ruang tengah bersama Mamanya. Menyaksikan acara televisi. Kean menoleh, “Kalau soal perjodohan itu, aku nggak mau, Pa. Aku capek, besok juga ada rapat penting dengan Dewan Direksi, ‘kan?” tolak Kean yang masih berdiri di tangga. “Kean, kamu sudah makan belum? Mama siapkan, yah?” tawar Mamanya yang berusaha mencairkan aura dingin antara Ayah dan anak tersebut. “Jelas saja dia sudah makan, Ma. Pasti dengan perempuan pengeretan itu. Siapa lagi?” sindir Papanya yang sangat membenci Amanda. “Papa mengawasiku? Dan lagi, Amanda bukan perempuan pengeretan. Aku nggak suka papa memanggilnya seperti itu,” protes Kean kesal. “Terserah kamu mau bilang apa. Karena bagi papa, dia tetap saja perempuan yang hanya menjadi benalu buat kamu. Cepat ke sini, karena papa mau membicarakan soal Dewan Direksi besok,” sahut papanya acuh. Kean menghela napasnya dan melangkah mendekati sofa tempat duduk orang tuanya. Duduk di sofa single yang berada di sebelah mamanya. “Ada apa dengan rapat besok? Bukankah tidak ada masalah yang berarti di perusahaan?” tanya Kean yang menganggap jika memang tidak ada masalah besar di kantor. “Ya, kamu benar. Di kantor memang tidak ada masalah yang berarti. Hanya saja, para Dewan Direksi sudah tahu rencana Papa yang menjodohkan kamu dengan putri dari Dharma Group Company. Kamu tahu kan, Johan Pratama. Pebisnis yang sudah terkenal namanya sejak dulu. Dia adalah calon mertua kamu. Hebat bukan perempuan pilihan Papa,” jelas Rangga yang menyombongkan kehebatan keluarga dari perempuan yang akan menjadi calon istrinya. Kean terdiam, memikirkan apa maksud dari ajang promosi papanya tentang asal-usul perempuan yang akan di jodohkan dengannya. Mungkinkah Papanya membandingkannya dengan Amanda yang hanya yatim piatu dan di besarkan di Panti Asuhan? Kean menatap papanya serius. “Pa, katakan pada Kean apa sebenarnya tujuan papa memaksaku untuk menerima perjodohan konyol ini? Ini kehidupanku, Pa. Aku tidak ingin menikah karena alasan demi kepentingan bisnis seperti ini. Lagian juga cewek itu pasti akan menolak bukan? Buktinya dia kabur,” pungkas Kean sinis. “Tentu saja tujuan papa adalah demi kebahagiaan kamu. Kalau kamu menikah dengan Rea, semua kekayaan Dharma Group Company akan jatuh ke tanganmu. Karena Rea adalah pewaris tunggal kekayaan yang berasal dari dua keluarga kaya raya. Pikirkan itu! Papa tidak ingin mendengar alasan apa pun lagi dari kamu. Ikuti rencana papa atau perempuan pengeretan itu tidak akan mendapatkan obatnya lagi. Di mana pun,” tegas papanya sembari menatap Kean emosi. Papanya lantas bangkit berdiri dan pergi dari ruang tengah, meninggalkan istri dan anaknya. Mamanya mengusap lembut punggung tangannya yang ada di atas pahanya. “Kean, mama tahu kamu sangat menyayangi Amanda. Mama dan kamu pasti tahu seperti apa watak papamu. Papamu tidak pernah main-main dengan ancamannya. Jangan hanya karena masalahmu dengan papa. Amanda yang nantinya akan menjadi korbannya. Pikirkan semuanya baik-baik dan matang-matang. Mama sangat berharap kamu mau menerimanya. Karena sejak dulu mama sudah menyayanginya. Istirahatlah, mama ke kamar dulu,” ungkap mamanya lembut seraya mengusap bahunya sekilas dan melangkah masuk ke dalam kamarnya. Kean menghela napasnya panjang. Benar apa yang mamanya katakan. Papanya bukan orang yang akan main-main dengan apa yang ia ucapkan. Papanya juga orang yang memiliki ambisi besar. Serta orang yang akan melakukan apa pun demi mencapai tujuannya. Satu sisi ia tidak ingin menikah karena bisnis atau embel-embel apa pun di belakangnya. Ia hanya ingin menikah seperti orang lain pada umumnya. Menikah sekali seumur hidup dengan perempuan yang ia cintai dan juga mencintainya dengan tulus. Bukan karena harta dan tahta yang ia miliki. Selama ini, Kean selalu hidup di bawah bayang-bayang papanya. Apa pun yang sudah papanya tentukan. Wajib ia patuhi dan laksanakan. Apa pun itu. Dan kini, pernikahannya pun papanya yang menentukannya. Dengan alasan klasik demi kebahagiaannya. Bukan kebahagiaannya, akan tetapi demi memenuhi ambisi papanya. Kean sangat yakin akan hal itui. Tapi jika ia menolaknya, Amanda yang tidak memiliki urusan juga akan ikut terseret ke dalam masalahnya. Kean tidak ingin siapa pun menjadi korban dari perselisihannya dengan sang papa. Namun, jika ia menerimanya. Bukankah itu juga akan menjadikannya korban atas ambisi papanya sendiri. Entahlah. Kean terlalu pusing memikirkannya saat ini. Laki-laki tersebut bangkit dari duduknya dan melangkah menuju kekamarnya yang berada di lantai dua. Malam ini, banyak yang sedang merenungi nasibnya masing-masing. Keputusan apa yang akan diambil untuk masa depannya? Apakah benar keputusan yang ia ambil ini? Apakah ia akan bisa menghadapinya kedepannya? Apa pun itu. Semuanya memang membutuhkan pemikiran yang matang. Segala konsekuensi dari setiap pilihan pun harus di pikirkan juga. 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD