Kean melangkah menuju ke meja tempat Amanda duduk bersama teman-temannya. Wajahnya di buat sedatar mungkin, karena malas meladeni teman-teman Amanda yang hanya mencari muka di depannya. Sebab tahu seperti apa pengaruhnya di dalam dunia bisnis.
“Ayo pulang!” ajak Kean yang hanya berdiri di sebelah Amanda dengan tangan yang bersedekap serta nada dinginnya.
Semua orang jelas saja terkejut mendengarnya. Amanda yang tahu apa arti sikap Kean pun segera bangkit dari duduknya dan tersenyum tidak enak ke arah teman-temannya.
“Maaf yah, semua. Sepertinya Kean sudah capek banget, nih. Ya, maklumlah. Dia kan CEO, jadi pasti sibuk kan. Lain kali kita hangout bareng, yah! Bye all,” pamit Amanda seraya berlari kecil menyusul Kean yang lebih dulu berjalan meninggalkannya.
“Kean, tungguin dong!” seru Amanda kesal. Sebab Kean malah semakin mempercepat langkahnya.
Sepeninggal Kean dan Amanda. Teman-temannya membahas sikap Kean yang cuek dan acuh pada Amanda. Tidak tampak seperti pasangan kekasih. Malah terlihat jelas keterpaksaan dari sikap dan wajah Kean sejak mereka datang tadi.
“Kok sikap Kean kayak gitu sih, ke Manda? Masa cowoknya seperti itu,” komentar salah satu teman perempuan Amanda.
“Halah, paling Manda aja yang ngaku-ngaku dia pacaranya. Buktinya sikap Kean aja yang kepaksa gitu, ‘kan?” timpal temannya yang lain.
“Iya, sudah jelas itu. Biar Manda bisa masuk ke dalam golongan kita. Makanya dia nempelin si Kean, gila nggak, tuh,” ejek temannya yang lainnya.
Mereka semua tertawa terbahak-bahak. Menertawakan kebodohan Amanda yang terlihat terlalu memaksakan keinginannya agar bisa masuk ke dalam golongan para anak konglomerat tersebut. Sebab, ia hanya anak yatim piatu yang tinggal di panti asuhan. Dan Kean yang membantunya dalam hal keuangan.
Kean memberikan apartemen untuk Amanda, meskipun tak terlalu mewah. Amanda sendiri memang mengelola butik yang semuanya adalah modal dari Kean. Meskipun butiknya tak terlalu besar, namun cukup untuk memenuhi kebutuhannya yang bisa di bilang glamour.
Dan karena kebaikan Kean yang terlalu berlebihan pada Amanda menurut orang tuanya. Itulah alasan mengapa Papanya sangat membenci Amanda. Wanita yang menurut papanya hanyalah seorang wanita yang akan membuat Kean hancur.
Sepanjang perjalanan menuju ke apartemen Amanda. Tak ada yang bersuara. Kedua manusia ini sibuk dengan pikirannya sendiri.
Kean yang kesal pada Amanda. Sebab wanita itu tak pernah mau mendengarkan apa kata-katanya. Jika teman-temannya itu hanya memanfaatkannya saja. Mereka tidak benar-benar tulus berteman dengan Amanda.
Sedang Amanda, jengkel akan sikap Kean yang sangat dingin. Hingga pastinya membuat teman-temannya tak akan percaya apa yang ia katakan. Tentang hubungannya dengan Kean.
Sesampainya di apartemen Amanda. Wanita tersebut tetap diam dan langsung saja turun dari mobil Kean tanpa mengucapkan sepatah kata pun.
Kean yang melihatnya hanya diam dan menghela napasnya. Sudah hafal akan watak Amanda yang seperti itu.
Melihat punggung wanita yang telah menemaninya sejak lama. Kean tak ingin lagi menanggapinya. Ia yakin, jika Amanda akan kembali seperti sediakala besok.
Wanita tersebut hanya butuh waktu untuk meredam kekesalannya. Lalu ke esokan harinya, akan kembali seperti tak terjadi apa-apa.
Kean memilih untuk menjalankan mobilnya. Rumah adalah tujuannya saat ini. Fokusnya saat ini pada lalu-lintas di hadapnnya.
Hingga tak lama dering ponselnya mengganggu konsentrasinya. Kean memilih untuk menjawabnya dengan menggunakan earphone yang terhubung langsung dengan ponselnya.
“Kenapa?” sapa Kean begitu ia menjawab panggilan yang ternyata berasal dari Andre, teman yang ia kenal saat keduanya kuliah di New York University.
“Lagi dimana, Kean?” tanya Andre di seberang sana.
“Di jalan, mau pulang. Kenapa? Tumben banget Lo telepon Gue?” cela Kean sembari terkekeh kecil.
“Lo aja yang selalu sibuk sama cewek lo itu. Ntar gue ganggu lagi,” sindir Andre yang memang sejak dulu tak pernah menyukai Amanda.
Terdengar helaan napas Kean. “Sudahlah, ada apa lo hubungi gue?” tanya Kean mengalihkan perhatian Andre.
“Susulin kita ke club. Nanti gue sharelock alamatnya. Sudah lama kita nggak kumpul, nih. Gimana? Lo bisa, ‘kan?” tawar Andre.
Kean tampak terdiam sejenak. Berpikir, apakah ia akan datang ke club atau pulang?
“Nggak deh, gue mau pulang aja. Besok gue ada rapat pagi sama dewan direksi. Kalian aja, gue lain kali aja,” tolak Kean yang tidak ingin menambah masalah baru lagi dalam hidupnya.
Kean tahu dengan jelas jika Sang Papa tak akan membiarkan ia mengacaukan rapat penting bersama para dewan direksi.
“Ya, sudah gue duga. Oke. Lain kali, gue sendiri yang akan seret lo kesini,” ancam Andre yang membuat Kean tergelak.
“Ya, terserah lo,” balasnya yang langsung memutuskan panggilannya.
Kean segera memacu mobilnya agar lebih cepat sampai di rumah. Tubuhnya juga pikirannya sangat lelah saat ini. Banyak hal yang harus ia pikirkan.
Terutama tentang masalah perjodohan tersebut. Kean tak tahu, apakah menerimanya adalah hal yang benar. Jika Amanda juga yang menjadi bahan pertimbangannya.
Papanya memang tahu apa kelemahannya. Dan itu membuat Kean benci pada papanya juga dirinya sendiri yang tak bisa berbuat apa pun untuk membela diri.
####
Di tempat berbeda. Rea yang baru saja sampai di rumahnya. Segera turun dari mobil dan mengucapkan terima kasih pada Nico yang mau mengantarnya pulang.
“Makasih ya, kak. Padahal nggak perlu repot-repot seperti ini. Aku sudah biasa kok, pulang sendiri.” Rea masih berdiri di sebelah mobil Nico dan menghela napasnya.
“Nggak apa-apa. Aku hanya ingin memastikan kamu sampai rumah dengan selamat. Apalagi banyak kasus pelecehan di mana-mana. Aku khawatir, Re. Coba saja kamu mau tinggal sama aku dan Ibu. Pasti akan lebih mudah buat aku jagain kamu,” ungkap Nico seraya menghembuskan napasnya.
Rea tersenyum tipis dan menggelengkan kepalanya. “Nggak, kak. Aku lebih nyaman dan suka seperti ini. Aku malah nggak mau nantinya merepotkan kakak dan Ibu. Aku janji akan sering datang ke rumah untuk menengok Ibu. Sampaikan salam ku kepadanya,” balas Rea yang tidak ingin lagi menambah beban Nico jika ia juga tinggal di rumah kakak angkatnya tersebut.
Mengingat jika Nico juga memiliki Ibu yang sakit-sakitan. Pastinya membutuhkan banyak sekali biaya. Sudah cukup selama ini kebaikan Nico terhadapnya. Ia tak ingin menyusahkan Nico lagi.
“Iya. Nanti aku akan sampaikan pada Ibu. Kalau anak perempuannya selalu membuatku khawatir seperti ini. Juga keras kepala,” canda Nico sembari terkekeh kecil.
“Ya, aku memang seperti itu. Hati-hati di jalan. Segera pulang, Kak. Kasihan Ibu di rumah sendirian,” peringat Rea pada Nico.
“Iya bawel. Masuk sana dan istirahat. Aku pulang,” pamit Nico yang mulai menjalankan mobilnya meninggalkan halaman rumah Rea.
Rea masuk ke dalam rumahnya dan terkejut melihat Mike sudah berdiri di depan pintu masuk dengan senyum menawannya.
“Ngagetin aja, sih! Ngapain Lo berdiri di situ? Mau jadi tukang bukain pintu?” cibir Rea yang berjalan melewati Mike begitu saja.
Mike segera mengikuti langkah Rea dari belakang. Walaupun tertatih-tatih. Karena lukanya memang belum pulih.
“Gue cuman nungguin makanan yang Lo bawa aja. Lagian gue juga nggak mau ganggu waktu Lo sama cowok Lo tadi. Makanya gue nggak muncul di depan dia,” sahut Mike yang segera menyantap makanan yang Rea bawa untuknya.
Sementara Rea hanya bisa menggelengkan kepalanya pelan. Malas berdebat dengan Mike yang malah semakin membuatnya kesal.
Rea tadi memang sengaja membelikan Mike makan malam. Karena tahu jika Mike pasti akan kelaparan di rumahnya yang tidak tersedia apa pun di dalam kulkasnya. Sebab Rea belum belanja keperluan dapur.
Keduanya makan malam dengan keheningan. Hanya denting sendok yang beradu dengan piring. Sepertinya mereka larut dalam pemikiran dan penafsirannya masing-masing.