Bab 8. Pagi yang mendebarkan

1346 Words
Rea segera membersihkan dirinya ketika masuk ke kamar. Lalu ia naik ke loteng, kebiasaannya setiap harinya sebelum tidur adalah melihat bintang-bintang dari atas sini. Menikmati semilir angin yang menerpa lembut wajahnya. Menerbangkan beberapa helai anak rambutnya yang memang tidak ia ikat. Kerlap-kerlip bintang malam, selalu berhasil membuatnya tersenyum, tapi juga menangis. Karena ‘dia’ juga sangat menyukai bintang dan bulan. Beruntung Rea tidak membenci semua yang berkaitan dengannya. Rea hanya ingin terus mengenangnya di dalam relung hati yang paling dalam. Meski rasa sakit itu juga selalu terselip dalam ingatannya. Mengingat setiap senyum dan tawanya. Hal yang teramat sulit bisa Rea lupakan. Meskipun kurang lebih dua belas tahun berlalu. Namun hingga kini Rea masih tetap berpaku pada masa lalunya. “Aku merindukanmu,” gumam Rea yang memeluk bonekanya dengan erat. Barang peninggalannya yang hingga kini masih Rea simpan dan jaga dengan baik. “Kenapa kamu pergi secepat ini? Kita bahkan belum mewujudkan impian kita.” Monolog Rea sembari mengusap lembut kepala boneka yang sedang di peluknya. Tanpa terasa Rea tertidur di samping jendela sembari memeluk bonekanya. Hingga pagi harinya, Rea baru bangun jika tidak silau oleh sinar matahari yang menyorotnya dari jendela. “Ah, sudah pagi rupanya. Jam berapa ini? Gue harus kerja,” gumamnya sembari duduk dan mencari ponselnya. “Oh, masih pagi. Sebaiknya buat sarapan dulu. Kasihan Mike kalau mati kelaparan disini. Lagian jadi orang nyusahin banget, sih. Bukannya pulang kerumahnya malah tinggal disini,” gerundel Rea seraya turun dari atap dan masuk ke dalam kamar mandi. Mencuci muka terlebih dahulu sebelum memasak. ### Mike mencium wangi masakan dari arah dapur. Perlahan matanya mulai terbuka. Senyum bahagia terukir di wajah tampannya yang telah perlahan sembuh. Mike yakin jika Rea pasti tengah memasak untuknya saat ini. Dengan segera Mike bangun dari sofa dan bergegas masuk ke dalam kamar mandi. Ia ingin secepatnya melihat Rea yang sedang sibuk berkutat di dapur. Entah mengapa, bagi Mike, Rea menjadi sangat cantik saat memasak seperti itu. Meskipun berkeringat dan bau bumbu-bumbu dapur. Namun itulah keseksian secara alamiah yang menurut Mike adalah daya tarik seorang perempuan yang sedang memasak. Sesampainya di depan pintu dapur. Mike menelan salivanya susah payah. Bagaimana bisa Rea memasak dengan pakaian seperti itu. Rambut yang di ikat sembarangan hingga memperlihatkan leher jenjangnya yang putih. Lalu kaos kebesaran yang hanya mampu menutupi setengah pahanya saja. Serta warna kaosnya yang berwarna putih. Semakin membuat setiap lekuk tubuhnya tercetak jelas. Terlebih lagi pakaian dalam Rea berwarna hitam. Hingga warnanya pun terpampang dari balik kaosnya. Bagaimana bisa seorang Mike yang notabenenya adalah pria dewasa yang telah menikmati ratusan wanita akan dapat menahan godaan seperti ini. Akan tetapi, Mike masih memiliki kesadarannya. Tidak mungkin ia bisa menerjang Rea seenaknya. Selama gadis tersebut hanya sebatas orang baik hati yang telah rela merawatnya. Mike berjalan perlahan dan duduk di meja makan. Berdehem sejenak untuk mengalihkan perhatian Rea dari kompor di depannya yang Mike yakini lebih menarik daripada dirinya. “Ehem” Mike berdehem seraya mengamati Rea dari belakang. “Re, Lo masak sejak tadi? Kok nggak matang-matang, sih? Bisa masak apa nggak? Gue udah lapar, nih,” sembur Mike yang baru menyadari jika kata-katanya salah. Mike memukul bibirnya pelan. Seolah menyesali apa yang barusan ia katakan. Karena sesungguhnya bukan kata-kata itu yang ingin ia sampaikan. Tapi sepertinya bibir dan otaknya sedang tidak sinkron. Makanya nggak sesuai. Rea yang mendengarnya menghentikan kegiatannya sesaat. Sebelum kembali melanjutkan kegiatannya mengaduk masakannya di atas kompor. Mengabaikan perkataan Mike yang menurutnya hanya bisa menghinanya saja. Tak pernah ada kata-kata baik yang keluar dari bibirnya sepertinya. Merasa tak mendapatkan jawaban dari Rea. Mike menatap punggung Rea dengan lega. Karena setidaknya perempuan itu tidak mengusirnya saat ini. Bahkan mau memberikannya makan dan rela memasak untuknya seperti ini. Tiba-tiba saja Mike tersenyum senang. Namun tetap menyembunyikan senyumannya itu di depan Rea. Tak ingin Rea mencurigainya lagi seperti dulu. Rea membalikkan tubuhnya dan mengernyit heran. Melihat Mike tersenyum seorang diri dan tak menyadari bahwa Rea melihat tingkahnya yang tampak konyol bagi Rea. “Katanya lapar, tapi nggak mau langsung makan. Malah senyum-senyum sendiri kayak orang gila,” cibir Rea sembari meletakkan masakannya di atas meja. Menata makanannya dan masih mendiamkan Mike yang entah membayangkan apa saat ini. Namun ia terkekeh geli sendiri. Rea mulai memakam makanannya dengan tenang. Saat suara Mike tiba-tiba saja mengagetkannya. Bahkan membuat sendok yang ia pegang terlepas dari tangannya. “Astaga, Rea! Kok malah makam sendirian, sih? Nggak mau ngajak-ngajak. Wah, parah Lo,” seru Mike yang terkejut karena ternyata Rea telah selesai memasak bahkan sudah makan dengan tenang. Rea memutar bola matanya malas. “Memangnya penting gue ajak orang yang lagi membayangkan entah apa sampai senyum-senyum sendiri nggak jelas dan bikin merinding,” jelas Rea acuh, lantas melanjutkan kegiatan makan paginya. Sementara Mike kaget karena Rea melihat tingkah konyolnya sejak tadi. Mike salah tingkah sendiri dan memilih untuk fokus pada makanannya. Nanti akan ia bicarakan dengan Rea. Mana hal yang boleh dan tidak boleh untuk di lakukan. Mengingat jika ia masih lama lagi tinggal disini. Dan Mike juga akan lebih mudah untuk bisa mendapatkan hati Rea. Jika ia tahu apa yang tidak disukai oleh perempuan tersebut. Entahlah. Mike hanya merasa jika Rea sangat menarik dan sayang untuk dilewatkan begitu saja, bukan? Setelah berpikir seperti itu. Mike hanya bisa tersenyum penuh arti dan segera menikmati sarapan paginya yang entah kenapa rasanya sangat lezat. Dari makanan yang selama ini ia makan. Tidak mungkin bukan ia telah jatuh cinta kepada perempuan di hadapannya ini? Mengingat jika Rea sama sekali tidak masuk dalam kriteria wanita idamannya. Jauh malah. “Habis ini lo mau langsung kerja, yah? Nggak capek emang setiap harinya kerja di dua tempat dalam satu hari? Kenapa nggak minta cowok lo aja yang biayain kehidupan lo aja, kan enak nggak perlu susah-susah buat kerja banting tulang seperti setiap hari,” oceh Mike panjang lebar. Tanpa tahu perubahan raut wajah Rea yang kini berubah masam. “Apa mau lo sebenarnya?” tanya Rea yang kesal akan pendapat Mike yang seolah menyamakan dirinya dengan semua perempuan di luar sana yang bersikap seperti itu. Tidak. Rea bukan gadis seperti itu. Ia lebih suka menggunakan uang dari hasil keringatnya sendiri. Ketimbang mengemis kepada orang yang belum tentu akan seterusnya bersama dengannya. Mike mendongak mendengar apa yang Rea tanyakan padanya. “Gue nggak ada maksud apa-apa kok. Cuman sekedar menyampaikan pendapat aja. Karena kebanyakan semua perempuan seperti itu, ingin di cukupi semua kebutuhannya sama prianya. Memang lo nggak gitu juga?” Mike menatap lekat-lekat mata Rea. Penasaran akan jawaban Rea, entah mengapa ia sangat berharap bahwa Rea berbeda dengan semua wanita yang selama ini ia temui dan kenal. “Sayangnya gue nggak begitu. Gue nggak suka lo sama-samain kayak cewek-cewek lo itu yah? Gue ya gini, nggak sama kayak cewek lain!” hardik Rea yang kesal mendengar ucapan Mike. Mike tersenyum puas mendapatkan jawaban yang ia harapkan. “Ya, baguslah.” Tanggapan Mike singkat sembari tersenyum ke arah Rea yang mengerutkan kedua alisnya. Rea bangkit berdiri dan mencuci bekas makannya. Mike juga tak ingin tinggal diam. Ia memutuskan untuk membantu Rea mencuci piring. “Sini gue bantuin cuci piring. Gue tahu kok biasanya lo ngomel kalo gue cuman diem aja dan nggak ngelauin apa-apa,” tuding Mike yang ingin merebut spon sabun dari tangan Rea. “Nggak usah. Gue bisa sendiri. Lagian biar lo juga cepat sembuh dan pulih lagi. Jadi bisa cepat pergi dari rumah gue,” sergah Rea yang akan melanjutkan kegiatannya mencuci. Mike yang kesal, sebab Rea seakan terpaksa menampungnya di rumahnya. Kembali berusaha merebut spons di tangan Rea. “Sini biar gue aja. Gue juga nggak mau di katain cuman numpang dan nggak tahu diri,” hardik Mike yang jengkel akan kata-kata Rea barusan. “Apa sih? Sudah gue bilang, nggak usah. Lo batu banget yah?” tolak Rea yang tetap mempertahankan spons di tangannya. Akhirnya, aksi rebutan spons terjadi di dapur. Mengakibatkan air sabun berceceran di lantai. Rea yang berusaha menghindari Mike malah terpeleset. Beruntung Mike segera menangkapnya. Namun sayang sekali. Karena Mike juga terpeleset. Keduanya terjatuh bersamaan di lantai, dengan Mike yang berada di atas Rea. Tapi tangannya berhasil memegangi kepala Rea. Hingga kepala gadis tersebut tidak terbentur lantai.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD