Chapter 9 - Selalu Medusa

1447 Words
Happy Reading ***** Setelah hampir dua puluh empat jam Noah mengatur perasaan bimbang-nya untuk menerima tugas yang di berikan komisaris Miller, akhirnya pagi ini ia sudah memutuskan menjalaninya dengan lapang d**a. Ya bagaimana lagi, ia tak mau di cap kekanak-kanakan oleh si medusa Rilla, dan sejujurnya ia juga ingin menuntaskan masalah ini dengan tangannya sendiri, ia penasaran siapa orang yang berani berbuat keji kepada orang-orang tak bersalah itu. Apalagi sampai berani membunuh 3 orang hanya dalam kurun waktu satu minggu. "Lihatlah ini," Noah yang awalnya berfokus mengamati hasil jepretan detektif yang mana menunjukan mayat para korban-korban pun sontak menoleh ke arah samping, untuk melihat kertas yang di sodorkan oleh Rilla itu. Saat ini mereka _Noah dan Rilla_ memang tengah duduk di satu meja untuk membahas kasus yang harus mereka tangani, moment langka sekali bagi bukan, apalagi orang-orang yang melihatnya. Meski mereka berdua hanya berusaha profesional, setidaknya mereka bisa akur setelah bertahun-tahun selalu ada cekcok setiap kali bertatap muka. "Lihatlah," ucap Rilla sekali lagi dengan jari telunjuk mengarah ke sebuah tulisan yang mana itu sebuah alamat. Noah pun mengerutkan kening, alamat itu adalah lokasi pembunuhan yang terjadi kemaren. "Dan lihat kedua tempat ini." Rilla kembali menyodorkan kertas-kertas lain kepada Noah. "Semua lokasi pembunuhan tidak terlalu jauh." Ah, benar apa yang di katakan Rilla, jika semua lokasi mungkin hanya berjarak satu kilo satu sama lain." "Sepertinya pelaku hanya berasal dari daerah itu," ujar Noah setelah memikirkannya. Dan Rilla mengangguk menyetujuinya. Memang itu yang coba ia tunjukan pada Noah sedari tadi. "Jadi, apa rencanamu?" Tak mau berbasa-basi Rilla langsung mengutarakan pertanyaan, sebab sepertinya mereka sudah cukup memahami dokumen-dokumen itu. "Sebaiknya kita pergi mengecek lokasi sekarang juga!" putus Noah tanpa pikir panjang, dan langsung di hadiahi anggukan oleh Rilla. Namun baru saja mereka berdiri dari tempatnya, mereka malah di kejutkan oleh suara deheman keras dari sampingnya. "Ehm," ternyata sosok Aben lah yang datang menghampiri mereka. Noah hendak bertanya alasan Aben tiba-tiba datang kemari, namun pria itu malah mengangkat kedua tangannya dan menengadah ke atas seperti hendak berdoa. Yang mana hal itu jelas membuat Noah juga Rilla mengerutkan dahinya bingung. "Ya tuhan, semoga si dungu Noah dan si medusa Rilla akan semakin dekat ke depannya, agar hidupku bisa tenang tanpa ada cekcok maupun teriakan umpatan lagi. Amin." Rupanya Aben datang karena ingin menggoda kedua rival yang anti dengan kata akur itu. Semua orang memang terheran-heran dengan kedekatan Noah dan Rilla tak terkecuali Aben, ia masih tak percaya bagaimana bisa mereka berudua berbicara satu sama lain tanpa menggunakan urat, rasa-rasanya Aben ingin mengabadikan moment bersejarah yang belum pasti ke depannya akan terjadi lagi atau tidaknya. "Kau ingin menerima pukulan ku, huh?" Noah memasang raut tak suka mendengar sindiran temannya itu, kalau boleh jujur sebenarnya ia juga tak sadar jika percakapan dengan Rilla kali ini benar-benar bisa di bilang sangat tenang. "Urus teman laknat mu ini." Rilla mendesis, dan melirik Aben penuh ancaman, sebelum akhirnya ia memilih melangkah pergi. "Kenapa dia?" tanya Aben keheranan dan sedikit merasa menciut _takut_ seraya masih melihat Rilla yang melenggang pergi, apa yang salah padahal Aben hanya niat bercanda. "Ck. Kau lupa dia medusa real di masa ini. Untung kau tak di makan olehnya." Noah tak berusaha menenangkan Aben tapi malah mencibirnya, rasakan siapa suruh mengatakan itu, mana malah mengatainya dungu juga. Aish. "Aku hanya bercanda hey." Aben tak mengira Rilla akan se-sensi ini hari ini, meski ia tau mereka bisa dibilang tak cukup dekat, tapi sebagai teman se kantor dan se profesi mereka masih lumayan mengenal satu sama lain. Noah hanya mengedikkan bahu acuh, namun mulai melangkah pergi menyusul Rilla, jangan lupakan jempol tangan kanan Noah yang terangkat dan memposisikan nya di leher dari kenan bergerak ke kiri, bisa dibilang Noah memberi bayangan bahwa leher Aben bisa saja akan terpotong habis oleh Rilla nantinya. "Aishh.." Raden mengeram dengan mulut bergerak-gerak ingin mengumpat, benar-benar teman yang tak membantu. Kedua orang itu sama saja, Noah dan Rilla, sangat-sangat serasi untuk di jadikan partner. Tunggu, Kenapa Aben tak pernah terpikir untuk menjadikan kedua orang pembuat darah tinggi bersatu saja, bukan hanya partner bekerja, tapi juga partner hidup. Tapi kalau itu benar-benar terjadi Aben sendiri tak tau akan menjadi baik atau malah sebaliknya. "Ah sudahlah." ***** Setelah Noah meninggalkan Aben dengan gerutuan-nya itu, ia pun langsung menuju mobilnya karena pasti si medusa Rilla juga sudah bergerak menuju lokasi. Melihat mobil hitamnya yang terparkir rapi di posisi yang sama seperti saat di letakkan pagi tadi, tanpa pikir panjang ia langsung membuka pintu hendak memasukinya. Cklekkk.. "Astaga." Namun sialnya tepat saat ia membuka pintu mobil, ia malah dikejutkan dengan sesosok wanita yang tengah memainkan kukunya itu acuh itu, seolah tidak perduli melihat Noah yang terkejut bukan main. Sudah dapat di tebak, jika wanita itu adalah Rilla. "Kenapa?" tanya Rilla tanpa merasa bersalah sama sekali. Mulut Noah menganga tidak percaya, bagaimana wanita medusa ini bisa masuk ke dalam mobilnya? "Kenapa diam saja?" tanya Rilla sedikit kesal dengan respon Noah yang aneh, mereka akan membuang waktu cukup banyak jika pria itu tak kunjung bergerak masuk, "Cepatlah ish." Noah mengeram pelan dengan kelancangan Rilla, lalu ia memutuskan langsung duduk di bagian kursi pengemudi. Ei, jangan kalian pikir Noah akan membiarkan begitu saja si medusa ini duduk nyaman di mobilnya. "Turun!" perintah Noah tanpa bisa di ganggu gugat. Tapi Rilla tetaplah Rilla si wanita keras kepala yang tak akan mau di perintah begitu saja, apalagi dengan Noah. "Kenapa? Aneh sekali kau ini!" "Kau yang aneh si*l!" teriak Noah tanpa dapat ia cegah. Noah sampai mengepalkan kedua tangannya erat karena hal itu. "Hei, jangan berteriak kepadaku." Rilla tak suka ada yang berteriak kepadanya, jika ia tak merasa melakukan kesalahan atau apapun. Aneh kenapa? Si dungu inilah yang sangat Aneh. Apa masalahnya ada orang duduk di mobil. Rasa-rasanya Noah ingin sekali meninju wanita ini jika tidak ingat prinsip dasarnya, tidak akan memukul wanita, walaupun dia pencuri, pembunuh, dan lain sebagainya. "Aish, kau, kenapa kau dengan se-enak hati duduk begitu saja di sini. Dan bagaimana kau bisa masuk sedangkan kunci mobilnya aku bawa ..." Eh, Ucapan Noah menggantung, ia baru ingat jika tadi tak membuka pengunci mobil sebelumnya dan langsung masuk begitu saja, padahal Noah ingat betul jika selalu mengunci mobil saat di parkir. Melihat Rilla yang tersenyum culas, membuat Noah pun langsung paham dengan maksud senyum itu. Grrr, sialan! "Kau mengambil kunci mobilku? Lancang sekali!" teriak Noah sekali lagi, seraya mengangkat jari telunjuknya menunjuk-nunjuk wajah tak bersalah Rilla. Menyadari Noah yang sudah menggunakan urat saat berbicara, dengan santainya ia malah menurunkan jari Noah itu perlahan. "Hei, aku hanya membantumu untuk membawakannya, ku pikir kau pasti akan lupa, dan lihat sepertinya tadi kau benar-benar lupa. Huh, untung saja aku membawanya bersamaku, kalau tidak sudah di pastikan jika kau akan kembali ke dalam lagi. Harusnya kau berterima kasih." Rilla mencoba membela diri panjang lebar lalu menunjukkan smirk kepuasan setelahnya. Noah memejamkan matanya sejenak, menetralisir kemarahan yang mendera dalam dirinya. Okelah alasan yang sebenarnya hanya berusaha menutupi tuduhan itu dapat Noah terima, ingatkan dirinya setelah ini untuk selalu mengantongi kunci mobil, dan tak meletakkan di atas meja, takut-takut pencurian seperti ini akan terjadi lagi. "Kenapa masuk mobilku?" tanya Noah berusaha santai, karena sudah sedikit meredam kemarahan tadi. "Bukannya kau memiliki mobil sendiri," "Tujuan kita sama, akan lebih baik untuk pergi bersama," Rilla malah menjawabnya dengan acuh sambil memainkan kuku mengkilapnya hasil perawatan salon kemarin. "Tidak bisa, kau harus turun!" Noah masih berusaha tenang saat memerintah, wanita ini akan makin susah di kendalikan jika berbicara menggunakan urat. Rilla mengalihkan tatapannya yang semula memainkan kuku menjadi menatap Noah sepenuhnya, "Aku tak mau, aku ingin menghemat bahan bakar. Wanita harus berdebat bukan," ucapnya seraya menaik turunkan kedua alisnya. "Cih.Tidak! Ku bilang turun!" Disaat Noah kekeh ingin wanita Medusa ini pergi dari mobilnya, Rilla sendiri juga konsisten jika tak mau turun atau yang lain. "Biarkan saja kita tak akan berangkat kalau kau tetap meminta ku turun, karena aku jelas tidak akan turun!" Titik, dan Rilla juga sama-sama tak dapat di ganggu gugat. Entah ke berapa kali Noah mengepalkan kedua tangannya pagi ini, "Kau," "Turun sendiri atau ku seret," lanjut Noah menahan kemarahan yang siap meledak dan mencabik-cabik siapapun yang berada di depannya. "Seret saja, yang ada aku akan membawa kabur mobilmu." Rilla berucap dengan penuh percaya diri, sedangkan tangannya bergerak merogoh saku blazer coklat yang ia pakai, lalu mengeluarkan sebuah benda dari sana. Itu kunci mobil Noah! Dan si wanita medusa itu malah menggoyang-goyangkan kunci di udara _mengejek Noah_. "Kembalikan!" Noah lupa jika belum mengambil alih kuncinya. "Tenang saja aku hanya menyimpannya, tak lebih. Akan ku kembalikan setelah kita selesai." Pintar sekali medusa ini, membuat Noah tak dapat berkutik. Sial! "Aishh.." Sepertinya Noah benar-benar harus mengalah dengan Rilla kali ini. Awas saja, Noah pastikan akan membalasnya lain kali! ***** TBC . . . . . Kim Taeya
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD