Chapter 7 - Medusa Cans

1815 Words
Happy Reading ***** Rilla Indah Pratiwi, sebagai wanita yang aktif dan mandiri Rilla cenderung tidak takut pada apapun, hanya dengan berkarir beberapa tahun saja ia sudah menjadi salah satu detektif handal yang tak main-main akan prestasinya. Meski sampul Rilla terlihat seperti wanita elegan nan feminim, karena sering memakai high heels, kemeja, dan rok sepan khas anak kantoran, nyatanya Rilla tak seperti itu jika sudah menangani kasus. Rilla cenderung akan menjadi orang yang keras dan berani. Wanita itu juga menguasai bermacam-macam bela diri untuk menjaga dirinya dari serangan musuh, dan lagi karena profesinya jelas cukup berbahaya Rilla juga pandai dalam bidang tembak-menembak. Sebenarnya ada satu lagi rahasia yang Rilla simpan rapat-rapat, dan rahasia itu lah yang membuatnya dapat lebih unggul dalam menangani kasus. "Hei-Hei, kau mau kemana?" sentak Rilla yang baru saja tiba dikantor dan melihat sekumpulan anak laki-laki remaja yang berdiri dari bangkunya. Sepuluh remaja itu sepertinya di tangkap karena melakukan aksi tawuran, terlihat dari muka-mukanya yang nampak bonyok. "Maaf kakak cantik, hanya mau ke toilet." Salah satu dari mereka berucap seraya bibir yang meringis mencoba menenangkan diri. Sepertinya dia adalah panglima di aksi tawuran ini atau bisa dibilang ketuanya, terlihat jelas jika dia yang paling menonjol. "Cih, kembali duduk!" alasan klasik yang sangat tidak etis di tujukan kepada detektif handal macam Rilla. Dan kemana pula yang menangani mereka ini, kenapa di tinggal begitu saja dan sibuk sendiri-sendiri. Ah, terpaksa sepertinya Rilla harus menjaga mereka-mereka ini sebentar agar tak mencoba kabur, lagi pula ia lumayan longgar hari ini, semalam ia sudah menyelesaikan tugasnya _menangani kasus perampokan dan penyandraan di kawasan perumahan elit_ yang mana di lakukan oleh mantan suaminya sendiri. Ck, kenapa jadi membahas itu, okay kembali lagi kepada anak-anak begajulan ini. Mereka, anak-anak remaja ini malah menatap Rilla kagum, bukannya takut tapi mereka juga menikmati pemandangan dari aura kecantikan yang terpancar pada diri Rilla. Bagaimana tidak terkagum jika wajah mungil cantik bersih Rilla dengan balutan make-up natural begitu memikat, apalagi rambut panjangnya yang di urai dan sengaja di curly bagian bawah juga tubuh kecil ramping bak idol korea, sungguh siapa pun pria juga tidak akan menolak melihat kecantikan duniawi ini. Eits, kecuali Noah ralat. Kalau Noah sih sudah jelas sangat-sangat muak melihat wajah Rilla meski kenyataanya menarik itu. "Tapi kakak__" Nah apa Rilla bilang, jika remaja laki-laki dengan headband di kepala itu adalah pentolannya, sebab di saat yang lain menuruti perintahnya untuk duduk dia malah hendak berdiri lagi. "Kubilang duduk kau tuli!" Rilla tak bisa sabar jika menghadapi yang seperti ini, tentu saja ia akan begitu tegas. "Cantik-cantik galak sekali." cicitnya sambil kembali duduk di tempatnya karena takut juga melihat mata Rilla yang melotot, namun tetap cantik itu. Rilla mendesis pelan, "Aku masih punya telinga hm," Bagaimana tidak mendengar jika remaja ini berucap dengan jarak tak jauh darinya. "Hehe, maaf kakak," si Remaja memakai headband malah cengengesan mendengar ucapan Rilla, "Ehm, kalau tak diizinkan pergi ke kamar kecil, diizinkan tidak kalau menjadi pendamping hidup kakak cantik?" lanjutnya dengan wajah tanpa dosanya. Sampai-sampai hal itu membuat Rilla membulatkan matanya penuh keterkejutan. Hei, anak muda jaman sarang apakah seleranya yang tua-tua begini? Duh tapi maaf, Rilla bukan peminat berondong. "Jangan membuat singa betina marah, kalian yang akan rugi sendiri nanti." Seorang pria paruh baya yang memakai pakai polisi lengkap _beda dengan Rilla yang berpakaian bebas_ tiba-tiba menyelutuk setelah keluar dari sebuah ruangan. "Ah maaf," Si pemuda itu berucap lemas, entah apa yang ada difikiran dia sekarang. Yang jelas Rilla tidak perduli. "Astaga," Rilla memijit pelipisnya pelan menetralisir rasa pening yang tiba-tiba menyerang. Ck, benar-benar ya remaja ini. Tapi kalau hendak mengatakan fakta hal seperti bukan sekali dua kali Rilla alami, tak sekedar gombalan tapi sejenis pernyataan cinta sering ia dapat paling tidak beberapa kali dalam seminggu. Ah, sudah lah, karena para remaja itu telah di tangani dan di jaga, Rilla pun memutuskan untuk pergi dari sana dan menuju ruangan tempat para detektif bekerja. Suasana ruangan nampak lenggang, meski saat ini tak bisa dibilang pagi dan sudah memasuki jam kerja, nyatanya kebanyak orang di sana telah melakukan tugas di lapangan, sehingga hanya yang mengurusi laporan saja yang tinggal. For your information, di ruangan itu ada kelompok-kelompok meja yang menunjukan sebuah tim, dan di sana terdapat beberapa tim yang mana itu adalah tim Detektif Roni, Tim Noah, dan yang terakhir tim Rilla sendiri. Rilla pun mendudukkan bokongnya itu di kursi yang sudah beberapa tahun terakhir ia tempati. Ia hanya mengamati Nanda _gadis sepantarannya yang saat ini tengah sibuk degan urusan komputer dan pemberkasan_, setelah kemaren mereka menuntaskan satu kasus. Sungguh Rilla merasa boring, sebagai wanita yang aktif ia tak tahan jika duduk diam saja seperti ini. "Nanda, apa ada yang bisa ku bantu, aku bosan," keluhnya pada Nanda yang asik mengetik di keyboard. "Hm," Sepertinya Nanda memang tak dapat diganggu sampai responnya hanya gumaman acuh seperti itu. Aish, harusnya Rilla tidur saja di rumah kalau begini caranya. Baru saja Rilla hendak meletakkan kepalanya di atas meja saking biasanya, namun tiba-tiba ia di kejutkan dengan suara Nanda yang berdecak cukup keras. "Ada apa?" tanya Rilla setelah menegakkan tubuhnya lagi, menatap Nanda yang juga menatapnya. Nanda menurunkan tangan kanannya yang tadi sempat ia gunakan untuk menepuk dahi _merutuki sifat pelupanya_, "Hampir saja aku lupa memberitahumu, kau di panggil komisaris Miller sekarang juga." Masalahnya ini yang memerintah dalah komisaris Miller, akan menjadi masalah jika dirinya tledor. "Eh, Kau serius? Untuk apa beliau ingin bertemu?" Rilla mengerutkan dahinya bingung, jarang-jarang Komisaris Miller memanggilnya jika tidak ada sesuatu yang penting. Tapi kalau memanggil Noah _pria menyebalkan itu_ Komisaris sering melakukannya, bukan rahasia umum lagi jika Noah anak kesayangan Komisaris Miller. "Aku juga tak tau, Putri tadi pagi memberitahuku." Nanda menanggapi jujur dan berlanjut menarikan jemarinya di atas keyboard. "Hm, okay lah kalau begitu, aku pergi dulu." Rilla memutuskan untuk langsung pergi saja, karena lagi pula ia sedang bosan tak ada pekerjaan. "Siap." Nanda hanya mengacungkan jempol tanpa melihat kepergian Rilla. Kaki jenjang Rilla pun melenggang keluar ruangan santai, untuk menuju ruangan Komisaris Miller, namun saat melewati ruangan pendataan _yang tadi para remaja tempati_, tiba-tiba Rilla harus menghentikan langkah, tepat ketika seseorang memanggilnya, sebenarnya bukan panggilan spesifik tapi Rilla tau jika itu di tujukan kepadanya. "Kakak cantik," Saat Rilla menoleh ia sudah terheran melihat si panglima tawuran yang memakai headband tadi nampak berlari senang ke arahnya. Wajah remaja itu terlihat sumringah membuat Rilla keheranan, "Ada apa?" tanya Rilla to the point, ia masih memiliki urusan lain. "Eh, tunggu, kenapa kau sudah lepas, di mana teman-teman mu?" Pasalnya tadi ke sepuluh anak tengah di borgol, dan sekarang salah satunya bisa berkeliaran begitu saja? "Ah itu kak, semua sudah di urus sama orang tua," Remaja dengan wajah cukup tampan untuk anak seusianya itu nampak canggung seraya menggaruk pelipisnya yang tidak gatal, ck tipe-tipe pentolan sekolah yang playboy namun tetap di gilai siswi-siswi lain. "Okay," Rilla tak mau menanggapi lebih, ia sudah sangat paham jika anak ini dan teman-temannya sudah di tebus oleh orang tua masing-masing sebagai sanksi. "Kakak cantik," Rilla yang baru saja hendak melanjutkan langkahnya kembali, terpaksa harus mengurungkan niat saat remaja ini memanggilnya lagi, Rilla hanya bisa mendesah pelan, "Ya?" "Apakah saya di izinkan menerima nomor telefon kakak?" Eh, percaya diri sekali anak ini. Siapa pula yang ingin memberi nomor telefon. "Tidak!" Rilla melipat kedua tangannya di depan d**a, lalu sedikit memberi kesan tegas agar anak ini tak bermain-main dengannya. "Sebaiknya kau pergi. Aku ada urusan lain." "Tapi kak, saya menyukai kakak." Astaga lagi? Rilla tak menyangka bocah ingusan seperti ini berani menyatakan cinta pada polisi wanita yang jelas-jelas berusia jauh lebih tua. Rilla tak habis pikir, bisa dibilang ini kali pertama ia mendapat pernyataan cinta dari berondong SMA, karena kalau biasanya paling muda itu anak kuliahan. "Maaf, tapi__" "Tapi apa kak? Apa kakak cantik sudah memiliki kekasih?" Serobot remaja itu begitu saja dengan raut cemas. Tapi, kekasih? Ah, terdengar sedikit menggelikan di telinga Rilla, jangankan kekasih pria yang dekat dengannya saja tak ada _mungkin Noah, bertitle dekat sebagai musuh. Meski Rilla sering kali mendapat pernyataan cinta seperti ini, ia sama sekali tak pernah menerima dan menanggapinya. Jadi apa memang aneh jika ada wanita yang memutuskan untuk tak berkencan dahulu? "Saya tau kakak pasti tak memilikinya," celutuk anak ini memutuskan sendiri, dan hal itu membuat Rilla melotot. "Jadi saya mohon kak terima saya, kita bisa pelan-pelan." Pelan-pelan apanya, heh? "Tidak, tidak perlu. Lihat lah perbedaan usia kita, usiamu berapa dan usiaku berapa, apa kau tak merasa malu heh?" Rilla mencoba membuka mata anak ini dengan fakta yang ada di antara mereka. "Kenapa kak? Untuk apa merasa malu?" Astaga bocah ini benar-benar sudah terlalu jauh. Rilla jamin ini akan terus memanjang jika ia tak mempertegas dengan jelas saat ini juga. "Kau ...," Rilla yang awalnya hendak mengeluarkan sisi medusa-nya pun tiba-tiba mengurungkan niat, ketika matanya menangkap sosok pria yang sudah menjadi rivalnya beberapa tahun terakhir ini _Noah_, pria itu nampak baru saja tiba dan melangkahkan kaki ke arahnya, ralat lebih tepatnya hendak melewati jalan kosong di samping Rilla. Ide brillian sontak muncul begitu saja di otak cantik Rilla. "Kak__" Tepat saat Noah benar-benar melintas di sampingnya, Rilla dengan cepat menarik lengan kekar Noah dan melingkarkan tangannya erat di sana. "Maaf, tapi kau salah besar, aku sudah memiliki pacar tampan seperti dia. Lebih baik kau mundur cepat okay." Rilla tersenyum lebar _memaksakan_, sedangkan dihatinya sudah merutuki serta memaki-maki mulutnya sendiri 'kenapa harus menambahkan kata 'tampan' sih?', oh tidak pria menyebalkan yang ia gandeng ini pasti telah besar kepala. Mual-mual, Rilla merasa mual. Remaja itu awalnya terkejut dengan apa yang ia lihat, tapi akhirnya ia memilih mengangguk lesu, "Baiklah kalau begitu kak, saya permisi." Tidak ada pilihan lain selain pergi dengan perasaan sedih, kesal yang bercampur. Rilla menghela nafas lega menyadari rencananya 100% berhasil. Tapi jangan lupakan pria yang masih setia Rilla gandeng itu ya. Wajah Noah benar-benar menunjukan keterkejutan luar biasa, siapa yang tak kaget menerima perlakukan dan kata-kata manis dari musuh bebuyutannya, sebenarnya tidak hanya shock tapi Noah juga marah, ia masih dalam mood yang buruk tapi wanita ini malah mengganggunya. "Hey, apa-apaan kau ini," ucap Noah tak terima setelah keluar dari keterpakuannya itu, seraya melepas lingkaran tangan Rilla di lengannya kasar. "Cih," Rilla tak merasa bersalah dan mengatakan apapun, ia malah berdecih untu menggurangi rasa malunya. Sungguh ia menyesal melakukan trik itu tadi. Rilla yang sempat menundukkan kepalanya dalam merasa tak kuasa untuk melihat wajah Noah sedikit saja pun akhirnya memutuskan mengangkatnya kembali _setelah menghela nafas panjang_. "Lupakan kejadian tadi!" ucap Rilla pelan namun tegas, lalu sontak berlari dari hadapan Noah sebelum pria itu mengatakan apapun. Tentu saja Noah makin kesal melihat kelakuan Rilla, "Hya. Aku belum selesai bicara!" teriak Noah namun tak di gubris oleh Rilla yang sudah berlari menjauh. "Sialan wanita itu," ***** TBC Bayangan aku ketika nulis ini itu drakor dan vibes korea, jadi mohon di maklumi jika tidak sesuai dengan tata cara atau aturan di indonesia. Kalau ada yang merasa keberatan, mohon di catat, jika cerita ini hanya fiksi, selamanya akan menjadi fiksi! . . . . . Kim Taeya
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD