Bab 3. Belah Duren

1074 Words
"Iya, 35 juta! Kenapa? Emang segitu ko jumlahnya," sahut Aska tersenyum menyeringai. Bunga seketika menarik napas panjang lalu menghembuskannya secara perlahan. Gadis itu pun meremas kwitansi pembayaran di mana nominal yang luar biasa besar tertera di sana. "Tapi aku ngelakuin hal itu karena Tuan juga, 'kan? Kalau aku beneran ketabrak, apa Tuan bakalan tanggung jawab?" Bunga melakukan pembelaan diri. "Nyatanya lo gak apa-apa, 'kan? Lo baik-baik aja dan masih sehat walafiat, Bunga Bangkai," decak Aska sinis. "Nama aku bukan Bunga Bangkai, Tuan. Berhenti memanggilku dengan sebutan itu, aku gak suka. Enak aja main robah-robah nama orang sembarangan." Bunga balas berdecak kesal. "Berani lo ngelawan gue, hah?" Bunga diam seribu bahasa dengan kedua tangan yang mengepal sempurna juga menatap wajah Aska tajam. "Pokoknya gua gak mau tau ya, lo harus ganti uang gue yang 35 juta itu, titik!" tegas Aska penuh penekanan juga hendak melangkah. "Tapi aku gak punya uang sebanyak itu, Tuan. Gimana caranya aku ganti uang itu?" sahut Bunga membuat Aska sontak menghentikan langkah kakinya. Pemuda itu seketika tersenyum menyeringai lalu kembali memutar badan. Dia menatap lekat wajah Bunga membuat gadis dengan rambut yang diikat di ujung kepala itu merasa gugup. Aska perlahan mulai melangkah mendekat masih dengan senyuman yang mengembang di kedua sisi bibirnya, senyuman yang sulit untuk diartikan. Bunga sontak memundurkan langkah kakinya karena Aska tidak ada bedanya dengan hewan buas yang hendak menelan mangsanya bulat-bulat. "Gue kasih lo pilihan, gue gak bakalan minta ganti itu uang asalkan lo minggat dari rumah gue, gimana?" ujar Aska berdiri tepat di depan Bunga, sementara gadis itu nampak menyandarkan tubuh berikut kepalanya di tembok karena sudah tidak ada tempat lagi untuknya melangkah. "Nggak, aku nggak mau. Nyari kerjaan itu susah, Tuan. Enak aja suruh minggat dari sini," decak Bunga menatap lekat wajah Aska. "Lagian, emangnya Tuan gak denger apa yang Nyonya bilang tadi, gak ada yang boleh mecat aku selain beliau." Aska diam seribu bahasa, karena posisi mereka yang sangat dekat membuatnya dapat melihat dengan jelas setiap detail wajah gadis yang memiliki nama lengkap Bunga Senja Oktavia itu. "Hmm! Dia cantik juga ternyata, tanpa bedak, tanpa alis, tanpa lipstik juga. Benar-benar cantik alami," batin Aska tanpa sadar mulai mengagumi kecantikan alami yang terpancar dari wajah seorang Bunga. "Tuan!" seru Bunga seketika membuyarkan lamunan seorang Askara. Pemuda itu sontak memundurkan langkahnya sehingga terciptalah jarak di antara mereka. Jantung Aska tiba-tiba saja berdetak lebih kencang dari sebelumnya, ia pun segera berbalik lalu hendak melangkah. "Tunggu, Tuan Aska. Jangan pergi dulu, urusan kita belum selesai," pinta Bunga membuat Aska sontak menghentikan langkah kakinya. "Aku berani bersumpah demi apapun, aku nggak punya duit sebanyak itu, Tuan." Aska tersenyum menyeringai seraya memutar bola matanya ke kiri dan ke kanan. Sebuah ide konyol tiba-tiba saja melintas di otak liciknya. Pria itu kembali memutar badan lalu menatap wajah Bunga dengan tatapan mata yang berbeda dari sebelumnya. "Oke, lo bisa ganti uang itu dengan cara lain," ujarnya seraya menatap tubuh Bunga dari ujung kaki hingga ujung rambut. Bunga hanya mengenakan daster berwarna merah muda dengan motif bunga. Postur tubuhnya lumayan tinggi juga langsing, rambut panjangnya nampak di ikat di ujung kepala. Meskipun tubuh langsingnya hanya dibalut dengan pakaian sederhana, tapi sebagai laki-laki yang sudah banyak mencicipi tubuh seorang wanita, Aska dapat melihat bahwa sesuatu yang indah tersembunyi di dalam sana bahkan mungkin belum terjamah oleh tangan laki-laki manapun. "Hmm! Asalkan lo mau tidur sama gue, gue bakalan lupain hutang lo itu, gimana?" Aska meneruskan ucapannya seraya mengedipkan satu matanya. Sementara Bunga dengan begitu polosnya segara menutup bagian dadanya menggunakan telapak tangannya sendiri dengan kedua mata yang membulat sempurna. "Ikh! Tuan apaan, emangnya aku cewek murahan apa? Dengerin yah, meskipun aku cuma cewek desa, tapi aku punya harga diri. Enak aja di suruh tidur sama Tuan," decaknya dengan nada suara lantang masih dengan logatnya yang khas. "Ya, terserah! Bayar aja 35 juta kalau gitu atau lo angkat kaki dari rumah ini, oke?" sahut Aska hendak kembali melangkah. "Hmm! Kalau lo berubah pikiran, gue tunggu lo di kamar nanti malam," sahutnya sebelum akhirnya kembali berbalik dan melanjutkan langkah kakinya. Bunga nampak bergeming ditempatnya seraya menatap kepergian Aska dengan perasaan kesal. Gadis itu pun menyesalkan mengapa dirinya harus memiliki majikan seperti dia. Bekerja sebagai asisten rumah tangga saja baru pertama kali ia jalani, tidak mungkin jika kemudian dia melepaskan pekerjaannya begitu saja, sementara tidak mudah mencari pekerjaan di kota Metropolitan seperti Jakarta ini. Namun, ia pun tidak memiliki uang sebanyak itu untuk membayar uang ganti rugi. "Ya Tuhan, apa yang harus aku lakukan sekarang? Masa ia aku harus nyerahin kesucianku hanya untuk membayar uang 35 juta itu?" gumam Bunga seraya mengigit bibir bawahnya keras, bahkan sangat keras hanya untuk melampiaskan rasa kesal yang tengah ia rasakan. *** Pukul 20.00, Aska nampak berjalan mondar-mandir di dalam kamarnya dengan perasaan gelisah. Piyama handuk berwarna putih pun nampak membalut tubuh kekarnya dengan bagian atas yang dibiarkan terbuka memperlihatkan d**a bidang serta perut kotak-kotak yang menjadi idaman setiap wanita di luaran sana. Rambutnya pun masih basah karena baru saja selesai membersihkan diri. "Si Bunga Bangkai mana sih? Ko dia gak ke sini?" decak Aska berharap bahwa assiten rumah tangganya itu datang untuk melayaninya. Pria itu pun seketika mendengus kesal seraya menatap jam dinding yang tertempel di sudut kamar. Jarum jam berdetak beraturan, suaranya terdengar mendominasi keheningan malam. "Apa gue samperin dia ke belakang aja ya?" gumamnya lagi seraya menghentikan langkahnya sejenak lalu berjalan ke arah pintu. Askara hendak membuka pintu kayu bercat coklat itu. Namun, belum sempat telapak tangannya menyentuh kenop pintu, suara ketukan sudah terlebih dahulu terdengar. Aska seketika tersenyum lebar karena yang di tunggu-tunggu akhirnya datang. "Akh! Akhirnya si Bunga Bangkai datang juga," sahut Aska seraya merapikan bagian atas piyama yang ia kenakan kemudian membuka pintu. "Tuan," sapa Bunga berdiri tepat di depan pintu dengan wajah pucat pasi. "Pilihan yang bagus, Bunga Bangkai. Eh ... maksud gue, Bunga Senja," sahut Aska segera mempersilahkan sang asisten rumah tangga untuk masuk ke dalam kamarnya. Bunga melangkahkan kakinya dengan tubuh yang gemetar, hawa dingin yang berasal dari AC terasa membasuh permukaan kulit tubuhnya. Aroma khas pewangi ruangan pun tercium begitu menyegarkan saat tubuh gadis berusia 20 tahun itu mulai memasuki kamar luas yang dilengkapi dengan ranjang yang super besar itu. "Ya Tuhan, lindungilah hamba dari makhluk ciptaan-Mu yang satu ini," batin Bunga saat ia mendengar pintu yang berada di belakangnya ditutup lalu di kunci. "Akhirnya, setelah sekian lama saya bisa merasakan lagi sensasi belah duren, hahaha!" batin Aska seraya menatap tubuh Bunga dari ujung kaki hingga ujung rambut. Bersambung
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD