“Eh suami kita sudah datang,” kata Kelly menghampiri Juliana.
Juliana mengangguk dan tersenyum, lalu berdiri di teras rumah dan menyambut kedatangan suaminya yang sudah memasuki pelataran garasi rumah mereka yang besar dan luas. Ia adalah sultan di kompleks ini dan orang terkaya ke 3 di negeri ini. Ia adalah crazy rich, jadi ia berhak menikahi siapa pun asalkan uangnya ada untuk membeli wanita.
“Mbak, kemana Lila dan Widi?” bisik Kelly. “Mereka akan kena marah kalau gak menyambut Tuan Muda.”
“Jangan berisik. Biarkan saja mereka. Malah bagus kalau mereka di marahi.”
“Tapi tumben Tuan Muda cepat sekali pulangnya? Kan katanya dua hari, ini baru satu hari, ‘kan?”
“Mungkin kangen sama kita,” jawab Juliana.
Tak lama kemudian, Adan keluar dari mobil yang pintunya otomatis terbuka ketika menekan tombol. Lalu, melihat dua istrinya itu menyambutnya dengan senyuman mereka yang paling manis, senyuman mereka seolah bersaing, untuk mendapatkan perhatian dari Adan yang baru pulang dari luar kota.
Adan menghampiri kedua istrinya dan berkata, “Kemana yang lain?”
“Kami sudah mengajak mereka, tapi mereka tidak mau, malah asyik mengobrol di dekat kolam renang.” Juliana berdusta. Ia tidak pernah mengajak Widi dan Lila ikut menyambut.
“Benar,” angguk Kelly mengiyakan agar tidak kena marah oleh Juliana meskipun harus berbohong.
“Tuan Muda capek banget pasti ya,” kata Juliana menghampiri suaminya dan mengelus jas suaminya.
Tak lama kemudian, Adan langsung masuk ke dalam rumah, mengabaikan perkataan Juliana dan langsung menuju kolam renang dimana Widi dan Lila sedang menonton drama korea di tablet mereka, seraya tertawa bersama, dan sesekali sedih bersama.
Adan melihatnya, tapi fokusnya pada Widi yang tertawa lepas, ia tidak pernah melihat Widi tertawa, dan ternyata istri ke empatnya itu makin cantik saja jika tertawa lepas seperti itu.
Juliana dan Kelly datang, lalu berdiri disamping Adan, dan melihat kedua istri Adan itu masih asyik menonton tablet mereka, tanpa memperhatikan Adan yang datang.
“Eheemmm.” Juliana berdeham.
Widi dan Lila menoleh, mereka membulatkan mata melihat Adan berdiri tak jauh dari mereka, Lila langsung menaruh tabletnya dan berdiri menunduk, sementara Widi tidak melakukan hal yang sama dan masih duduk tertawa melihat drakor di tabletnya.
“Berani sekali dia,” bisik Kelly pada Juliana.
“Biarkan saja. Dia bisa kena marah.” Juliana menjawabnya.
“Maafkan saya, Tuan Muda, saya tidak tahu kalau Anda datang,” kata Lila masih menunduk.
“Kalian tinggalkan kami,” titah Adan.
“Maksudnya?” Juliana menautkan alis.
Lila mendongak dan menatap Adan yang saat ini terlihat sinis, apakah yang di maksud Adan adalah dirinya? Ia dan Adan akan berbicara? Lila mimpi apa semalam sampai bisa mendapatkan kesempatan berdua selain di kamar?
“Tinggalkan saya dengan Widi.” Adan memperjelasnya, membuat wajah Lila kecewa mendengarnya.
“Tuan Muda mau bicara apa sama Widi? Kami juga kan berhak. Kami ini istri Tuan Muda juga,” kata Juliana.
“Kalau saya bilang tinggalkan kami ya tinggalkan kami. Mau melanggar perintah saya?” Adan menoleh dan menatap tajam ke arah Juliana.
“Baik, Tuan Muda,” ucap Juliana mengangguk lalu melangkah bersama Kelly dan Lila meninggalkan Adan dan Widi saat ini.
Juliana penasaran apa yang akan Adan katakatan kepada Widi, jika memang Adan mau memarahi Widi, Juliana ingin sekali menyaksikannya agar Widi bisa terlihat sangat malu di marahi didepan ketiga istri lainnya.
Adan lalu melangkah dan mendekati Widi yang saat ini pura-pura tidak perduli, Adan duduk di kursi tempat duduk Lila tadi. Adan tersenyum kecil melihat Widi yang pura-pura tidak melihatnya dan berusaha membuang muka.
“Jangan berpura-pura,” kata Adan.
“Apa sih?” geleng Widi.
“Antara istri-istriku yang lain, kamu berbeda.”
“Berbeda apanya?” geleng Widi berusaha menetralkan irama jantungnya. Karena pria yang kini duduk di sebelahnya itu, pria yang sangat tampan dan menggoda. Pantas saja ayahnya pernah mengatakan untuk menemuinya karena ia tidak akan menyesal menikah dengan Adan, tapi ternyata Adan tak semenarik itu, hanya wajahnya saja yang tampan, tapi tidak dengan perilakunya yang menikah hingga empat kali. Kasihan sekali nasib-nasib istrinya itu. Termaksud dirinya.
Widi tak sudi menjadi istri ke-4, tapi ini lah nasibnya yang harus ia terima. Hanya karena menyelamatkan kakaknya, Widi jadi harus menikah dengan pria yang memiliki istri banyak. Andaikan Widi bisaa memilih Widi ingin jika kakaknya meninggal saja daripada menjadi istri ke-4. Jahat? Ya jahat sekali. Tapi, sejak dulu Widi dan kakaknya tidak pernah akur, mereka selalu selisih paham, kakaknya selalu merebut apa yang ia miliki dan kakaknya selalu saja memiliki alasan untuk mengambilnya.
Lalu setelah apa yang Widi lakukan untuknya, Widi malah mengalah untuk kakaknya? Menghancurkan masa depannya sendiri demi kakaknya?
“Ada apa? Apa yang mau kamu bicarakan?”
“Bersiaplah. Malam ini saya akan tidur di kamarmu.”
“Apa? Tidur di kamarku? Jangan deh. Saya sedang halangan.”
“Mau halangan atau tidak, kamu akan tetap tidur dengan saya malam ini.”
“Kamu mau memaksakan dirimu? Gila sih.”
“Kalau berbaring di sampingmu, tidak masalah, ‘kan?” tanya Adan. “Kamu jangan menolak saya, karena tidak ada wanita yang pernah menolak saya.”
“Dan, aku wanita satu-satunya yang menolak kamu. Aku ini memang badass jadi jangan ganggu aku.”
“Mau tidak mau, kamu sudah menjadi milik saya, jangan sakiti dirimu dengan hal yang bisa membuatmu terluka. Jadi, lakukan saja perintah saya, kamu ikuti perintah saya, dan itu akan aman.”
“Seorang suami minta izin tidur di kamar istrinya? Itu aneh, ‘kan? Ya kalau mau tidur, ya tidur saja.” Widi bergumam dan menggelengkan kepala.
Widi memang cenderung mengikuti pikirannya, ia tidak mau sok sopan seperti ketiga istri lainnya, terlalu menakuti Adan, sementara Adan tidak se-menyeramkan itu. Tapi entah mengapa mereka semua malah takut berbuat salah pada Adan. Sementara Widi tidak merasa itu harus, pasangan suami istri memang harus saling menghargai tapi di sini itu tidak terlihat, istri-istri malah takluk kepada Adan dan tidak mau membuat Adan marah, bahkan mereka memanggil dengan sebutan 'Tuan Muda' bukankah itu aneh? Mereka sepeerti bukan istri, tapi terlihat seperti seorang majikan dan pekerjanya.