MENEMANI MEETING

1032 Words
"Kamu sudah siap? Kita berangkat sekarang," kata Ethan dengan tegas kepada Zalina. "Baik, Pak. Saya sudah siap." "Bawakan tas kerja saya!" perintah Ethan kepada Zalina. Dan Ethan pun segera melangkah dengan tegap tanpa menoleh lagi. Sementara Zalina sedikit kerepotan membawa tas kerja Ethan yang memang agak berat juga tasnya sendiri ditambah harus mengikuti langkah Ethan yang panjang-panjang. "Aduh, kamu ini jalan saja lelet, Zalina!" bentak Ethan kesal. Zalina menatap bosnya itu dengan tatapan tajam. Gadis itu memang pemberani, ia tidak segan melawan jika merasa tidak melakukan kesalahan. "Maaf, Anda bilang saya lelet? Anda tidak bisa melihat jika tinggi badan saya ini jauh dibandingkan Anda. Dan apa Anda sadar jika langkah Anda itu panjang-panjang? Saya sudah setengah berlari mengikuti langkah Anda. Jadi, bukan saya yang lelet. Tapi, Anda yang terlalu cepat," jawab Zalina dengan berani. Demi apa? Ethan langsung diam terpaku. Seumur hidup, belum pernah ada yang berani membantah perkataannya. "Kamu ...." "Iya, saya kenapa?" "Ka ... ah, sudahlah. Bicara denganmu itu kadang membuat saya emosi. Saya ini atasanmu!" "Saya tau Anda atasan saya. Tapi, apa saya harus diam jika Anda memarahi saya untuk hal yang sebetulnya bukan murni kesalahan saya? Saya kan sektretaris Anda, bukan babu loh, ya," jawab Zalina dengan santai. Ethan hanya melengos dan memperlambat langkahnya. Sampai di depan lift mereka pun masuk. Tidak ada yang bicara, tetapi mata Ethan memperhatikan penampilan Zalina dari atas sampai bawah dan lelaki tampan itu menghela napas panjang. "Apa pakaian yang kemarin kamu kenakan adalah pakaian yang paling bagus dan mahal yang kamu punya?" tanya Ethan. Zalina menoleh, "Iya. Apa ada masalah? Ya, sebenarnya uang yang Anda pinjamkan kemarin itu bisa untuk membeli tiga stel pakaian kerja. Tapi, butik yang kemarin saya datangi itu harganya sangat mahal. Jadi, saya hanya bisa membeli satu saja. Memangnya ada yang salah dengan penampilan saya hari ini? Ya, saya kan tidak mungkin memakai baju yang kemarin. Harus saya cuci dulu," jawab Zalina dengan polosnya. Ethan berusaha untuk tidak tertawa. Gadis di hadapannya ini memang sangat langka. Ia belum pernah bertemu dengan gadis sepolos Zalina. "Sebelumnya tidak pernah ke butik?" "Nggak, di butik itu mahal, Pak. Saya nggak sanggup untuk beli. Lagi pula, fungsi dari pakaian itu kan untuk menutupi tubuh kita. Yang penting sopan dan rapi." TING! Lift terbuka dan Ethan pun langsung melangkah keluar. Kali ini ia berjalan sedikit santai sehingga Zalina bisa mengimbangi langkah kakinya. Sampai ke lobby kantor, seorang lelaki memberi hormat kepada Ethan. "Kita ke Kemang, saya ada meeting di sana," kata Ethan kepada lelaki itu. "Baik, Pak.Kita bawa Johan dan Murad?" "Iya, tugas mereka kan untuk mengawal saya. Kalau tidak dibawa lalu buat apa mereka digaji, Pak Soleh? Lain kali jangan menanyakan hal yang tidak perlu untuk Bapak tanyakan," kata Ethan. 'Sombong,' maki Zalina dalam hati sambil mencebikkan bibirnya. Soleh, supir pribadi Ethan langsung membawa mobil ke daerah Kemang seperti yang sudah Ethan katakan. Mereka berhenti di Alenia Papua Coffee & Kitchen. Di tempat itu menawarkan berbagai makanan khas dari Indonesia Timur. Ada ikan kuah kuning, bakwan ikan puri, dan nasi campur papua yang merupakan menu andalan mereka. Konsep tempatnya yang unik dan letak dengan ornamen Papua membuat kafe ini memiliki daya tarik tersedia. Tak heran jika setiap saat cafe ini ramai pembeli. Dan di cafe itu juga memiliki tempat yang nyaman dan enak untuk melakukan transaksi bisnis dengan santai. "Nggak salah kita meeting di sini, Pak?" tanya Zalina. "Di sini bisa sambil makan siang. Makanan di sini enak. Lagi pula saat ini saya tidak harus menyampaikan presentasi. Jadi, tidak masalah jika kita meeting di sini. Kamu boleh pesan makanan jika lapar, " kata Ethan. Dua pengawal Ethan dan Pak Soleh menunggu di meja lain. Sebenarnya, Zalina merasa lapar. Tapi, ia tidak berani memesan makanan. Ia takut Ethan akan memotong gajinya karena dia makan di tempat itu. Ethan ingin sekali menegur sekretarisnya dan menyuruhnya memesan makanan. Ia tau jika Zalina pasti lapar. Tapi, klien mereka keburu datang. Dan, akhirnya mereka pun langsung memulai meeting. Setelah sekitar dua jam, akhirnya kata sepakat dan mereka pun berbincang santai. Klien Ethan kali ini diluar dari LA RUE COSMETIC. Karena selain perusahaan yang sudah dikelola turun temurun oleh keluarga Romano, Ethan juga memiliki bisnis lain di bidang property. Rekan Ethan masih sangat muda dan ia datang bersama sekretarisnya. Ethan bisa melihat sesekali sekretaris kliennya itu melirik Zalina dengan tatapan yang sedikit merendahkan. Mungkin ia melihat dari penampilan Zalina yang sederhana. Merasa ingin ke toilet, Zalina pun permisi kebetulan sekertaris klien Ethan sudah duluan pamit ke toilet. Dan saat mereka bertemu di toilet wanita, tampak sekali Estela- nama sekretaris itu mencibir kepada Zalina. "Kamu sekretaris pak Ethan?" tanyanya sinis. Zalina yang sedang mencuci tangannya menoleh lalu mengangguk. "Iya, Mbak." "Apa pak Ethan nggak malu ya punya sekretaris sepertimu? Duh, lain kali lihat penampilanmu. Sungguh menyedihkan ... pakaian lusuh, sepatu jelek. Untung sih, mukamu yang kampungan itu cukup lumayan. Tapi, sama sekali nggak cocok jadi sekretaris. Kampungan!" katanya lalu melangkah pergi sebelum Zalina menjawab hinaannya. Zalina sendiri langsung memerhatikan penampilannya di dalam cermin. Ia tidak menyangkal jika apa yang Estela katakan itu tidak salah. Tapi, apa daya ... selama ini masih bisa kuliah dan makan sehari tiga kali saja ia sudah bersyukur. Zalina menghela napas dan ia pun segera keluar dari toilet itu. Ia tidak mau Ethan menunggu lama. Tetapi, saat ia keluar bosnya itu ternyata sedang berdiri di depan pintu toilet. "Loh, Bapak sedang apa?" tanyanya. "Sedang menunggumu karena kamu lama sekali. Ayo cepetan, pak Rusdi dan sekretarisnya sudah pulang. Kita juga harus mampir ke suatu tempat." Zalina yang sedang merasa sedih itu tidak membantah perkataan Ethan dan langsung mengikuti langkah bosnya itu. Ternyata dua pengawal Ethan sudah duluan menunggu di mobil. Ethan dan Zalina pun segera masuk. "Kita ke butik langganan mami saya dulu, Pak Soleh," kata Ethan memerintah. Soleh hanya mengangguk, sementara Zalina mengerutkan dahinya bingung. Sesampainya di sebuah butik mewah, Ethan langsung menyuruh sekretarisnya itu untuk turun. "Sa-saya turun juga, Pak?" tanyanya bingung. "Ya tentu saja kamu harus turun!" perintah Ethan dengan tegas. Zalina hanya diam dan dengan enggan ia pun mengikuti langkah Ethan. Saat matanya tak sengaja melirik ke arah cermin. Untuk pertama kalinya ia merasa sangat minder. Jika dibandingkan dengan penampilan Ethan dia memang terlihat seperti babu dan bos, bukan bos dan sekretarisnya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD